Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan

Jumat, 15 Mei 2020

Mengunjungi Rumah Ibu Fatmawati di Bengkulu

Note:
- Perjalanan ini dilakukan sebelum covid-19 mewabah
- tetap di rumah ya kawan-kawan

Hai sahabat backpacker...

Setelah sebelumnya aku mengunjungi Rumah Pengasingan Bung Karno selama beliau diasingkan di Bengkulu yang menjadi saksi perjuangan Bung Karno melawan penjajahan Belanda dan saksi kisah cintanya dengan Ibu Fatmawati, aku kemudian melanjutkan petualangan di Kota Bengkulu dengan mengunjungi Rumah Ibu Fatmawati.
Rumah Ibu Fatmawati
Alamat Rumah Ibu Fatmawati

Rumah Ibu Fatmawati ini berada di Jalan Fatmawati, Kelurahan Penurunan, Kecamatan, Ratu Samban, Kota Bengkulu. Letak rumahnya nggak jauh dari dari Rumah Pengasingan Bung Karno dan dekat banget ama Simpang Lima Ratu Samban, bahkan dari teras rumahnya bisa terlihat simpang limanya.

Tapi menurut bapak penjaga rumah ini, rumah asli Ibu Fatmawati bukan di sini, tapi di lokasi yang sekarang menjadi gedung Bank BNI. Rumah ini sebenarnya milik kerabat dari Ibu Fatmawati, entah pamannya entah kakeknya. Katanya sih pemerintah Bengkulu saat ini berusaha mengembalikan rumah Ibu Fatmawati ke lokasi aslinya, namun hal itu masih dalam proses. Untuk saat ini, di rumah inilah tempat untuk mengenal Ibu Fatmawati lebih jauh.

Tiket Masuknya

Seperti biasa, harga tiket masuk ke objek wisata sejarah itu selalu murah dan harga tiket masuk ke Rumah Ibu Fatmawati ini cuma Rp. 5000 doang perorangnya, murah meriah cuy.

Arsitektur dan Koleksi di Rumah Ibu Fatmawati

Rumah Ibu Fatmawati ini berupa rumah panggung dengan bahan bangunannya terbuat dari kayu. Terdapat teras di bagian depannya, dari teras ini pemandangannya cukup asyik juga karena bisa melihat halamannya yang dihiasi patung setengah badan Ibu Fatmawati hingga pemandangan kendaraan lalu lalang menuju simpang lima. Anginnya juga cukup enak di teras ini, adem cuy. 
Berbentuk rumah panggung

Teras rumahnya
Aku kemudian beranjak ke bagian dalam rumah, di sini terdapat sepasang foto Bung Karno dan Ibu Fatmawati yang mengapit lorong menuju ke ruang dalam. Lalu juga ada lukisan dan foto-foto tua Ibu Fatmawati hingga sejarah singkat tentang Ibu Fatmawati.
Bagian dalam Rumah Ibu Fatmawati

Lukisan Ibu Fatmawati

Foto-foto tua Ibu Fatmawati

Sejarah singkat Ibu Fatmawati
Di ruangan sebelah dalam terdapat dua kamar, yang satunya berisi sebuah ranjang besi lengkap dengan kelambu putihnya, mungkin tempat tidur Ibu Fatmawati. Sedangkan di kamar satunya lagi terdapat sebuah mesin jahit tua. Mesin jahit inilah yang dipakai Ibu Fatmawati untuk menjahit bendera Merah Putih yang dikibarkan pada proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Sungguh mesin jahit yang sangat bersejarah bagi kemerdekaan Indonesia.
Ranjang besi dengan kelambu putih

Mesin jahit yang digunakan untuk menjahit bendera kemerdekaan
Tak terasa azan zhuhur berkumandang, aku pun segera pamit untuk melanjutkan perjalanan ke Masjid Jamik Bengkulu, salah satu masjid tua dan bersejarah di Kota Bengkulu. Oh ya, sebelum itu bapak penjaga juga menawari untuk berfoto di antara foto Bung Karno dan Ibu Fatmawati, baiklah. Cekrek!
Sang backpacker difotoin bapak penjaga Rumah Ibu Fatmawati

Rabu, 13 Mei 2020

Wisata Sejarah Di Rumah Pengasingan Bung Karno Di Bengkulu

Hoammmm.....

Pukul 09.15 pagi dan aku baru bangun. Sebenarnya jam 7 tadi udah bangun sih saat abang staff penginapan membawakan sarapan. Tapi setelah itu aku tertidur lagi karena ngantuk pake banget gara-gara jam 3 pagi baru tiba di Kota Bengkulu. Luar biasa. 
Rumah Kediaman Bung Karno Pada Waktu Diasingkan Di Bengkulu

Setelah bersih-bersih dan menikmati sarapan yang berupa sepiring nasi goreng dan teh manis hangat yang udah dingin lagi, aku pun segera bersiap-siap untuk menjelajahi objek wisata yang ada di Kota Bengkulu ini.

Meski tujuan utamaku pergi ke Bengkulu untuk mengikuti ujian, tapi rasanya nggak afdol aja setelah melakukan perjalanan sejauh 1200-an kilometer dari rumah tapi nggak ngunjungi objek wisatanya. Oleh karena itu sekarang aku pun berangkat menuju tempat-tempat menarik yang ada di kota ini. Dan tempat pertama yang ku kunjungi adalah Rumah Pengasingan Bung Karno, Presiden Republik Indonesia yang pertama.
Rumah Pengasingan Bung Karno di Bengkulu
Alamat Rumah Kediaman Bung Karno

Rumah yang menjadi tempat pengasingan Bung Karno ketika dibuang Belanda ke Bengkulu ini beralamat di Jalan Soekarno Hatta, Kelurahan Anggut Atas, Kecamatan Ratu Samban, Kota Bengkulu. Lokasinya nggak jauh dari penginapanku di Tropicana Guest House dan juga nggak jauh dari pusat kota Bengkulu maupun dari Tugu Simpang Lima Ratu Samban.

Harga Tiket

Tiket masuknya murah banget cuy, hanya Rp. 3000 doang perorangnya. Inilah enaknya ngunjungi bangunan peninggalan sejarah, dapat ilmu dengan harga yang sangat terjangkau.
Cuma Rp. 3000 aja cuy
Sejarah Rumah Pengasingan Bung Karno di Bengkulu

Bung Karno diasingkan di Bengkulu sejak tahun 1938 hingga tahun 1942 setelah sebelumnya beliau diasingkan di Ende, Flores karena pergerakan politiknya dalam melawan penjajahan Belanda. Di Bengkulu beliau ditempatkan di sebuah rumah milik seorang pedagang Tionghoa yang disewa oleh pihak Belanda.

Awalnya rumah ini berada di pinggiran kota Bengkulu, namun seiring perkembangan jaman dan perluasan kota, rumah ini sekarang berada di pusat kota Bengkulu.

Di awal pengasingannya di Bengkulu, Soekarno sempat ditakuti oleh masyarakat karena takut membawa pembaharuan yang tidak disukai masyarakat. Namun Bung Karno tak menyerah, selama di Bengkulu, beliau aktif mengajar di sekolah agama, lalu merenovasi Masjid Jami' Bengkulu, hingga membentuk grup pertunjukan musik dan drama Monte Carlo. Melalui pertunjukan tersebut Bung Karno memasukkan nilai-nilai nasionalisme. Pinter...

Btw, Bung Karno juga bertemu dan jatuh cinta pada Ibu Fatmawati selama masa pengasingannya di Bengkulu. Ibu Fatmawati ini kemudian menjadi ibu negara Republik Indonesia yang pertama dan yang menjahit Bendera Merah Putih yang dikibarkan saat proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.

Arsitektur Rumah Pengasingan Bung Karno di Bengkulu

Setelah membeli tiket masuknya yang murah meriah, aku pun segera menjelajahi bagian-bagian dari rumah kediaman Bung Karno selama diasingkan di Bengkulu ini. Oh ya, ini rumah pengasingan Bung Karno ketiga yang kukunjungi setelah sebelumnya aku pernah mengunjungi rumah pengasingan Bung Karno di Berastagi dan Parapat, Sumatera Utara.

Rumah pengasingan ini memadukan arsitektur Eropa dengan Tionghoa. Bentuk rumahnya terlihat seperti bangunan Tionghoa namun jendelanya khas Eropa. Rumah ini juga tidak begitu besar, di dalamnya terdapat beberapa ruangan dan beberapa barang koleksi peninggalan Bung Karno.
Arsitektur Eropa campur Tionghoa

Bangunannya masih asli dan terawat

Termasuk bangunan cagar budaya
Di dalam rumah ini terdapat ranjang besi tempat tidur Bung Karno, koleksi buku-buku Bung Karno berbahasa Belanda, seragam grup Monte Carlo, lemari buatan Bung Karno, meja makan, sepeda ontel dan lain-lain. Selain itu di rumah ini juga terdapat banyak foto-foto bersejarah dan informasi tentang perjuangan Bung Karno dalam meraih kemerdekaan Indonesia bersama para pejuang lainnya. 
Ruang Kerja Bung Karno

Sejarah perjuangan Bung Karno

Kursi di salah satu ruangan

Karya Bung Karno

Sepeda onthel Bung Karno

Ada si ganteng yang unyu di depan Rumah Pengasingan Bung Karno

Rabu, 29 April 2020

Jembatan Tangga-Parhitean dan Sungai Asahan

Note: Perjalanan ini dilakukan sebelum covid-19 mewabah, stay at home kawan-kawan.

Hai sahabat backpacker...

Menurutku Lembah Asahan adalah salah satu tempat yang indah di Tanah Asahan. Kawasan ini memiliki objek wisata yang cukup lengkap dengan banyaknya air terjun seperti Air Terjun Ponot, Sampuran Harimau, Aek Birong dan banyak lagi. Kemudian juga ada tebing batu, sungai rafting, bendungan, lembah, hutan hijau tropis dan lain-lain.

Setelah sebelumnya kami akhirnya berhasil menemukan Air Terjun Aek Birong yang belum memiliki akses jalan, kami pun memutuskan untuk pulang karena hari sudah menjelang sore agar tak kemalaman tiba di rumah.

Jembatan Tangga-Parhitean

Namun sebelum pulang, kami memutuskan untuk singgah sejenak di satu tempat lagi yaitu Jembatan Tangga-Parhitean. Jembatan ini adalah sebuah jembatan beton yang menghubungkan antara Desa Tangga di Kabupaten Asahan dengan Desa Parhitean di Kabupaten Toba Samosir yang dipisahkan oleh aliran Sungai Asahan. Jembatan ini masih berada di kawasan Lembah Asahan.
Jembatan Tangga-Parhitean
Sejarah Jembatan Tangga-Parhitean

Jembatan ini juga dianggap sebagai salah satu jembatan tertua di Sumatera Utara. Pembangunan jembatan ini sudah dimulai sejak tahun 1936 dan selesai pada tahun 1949. Peresmiannya dilakukan pada tahun 1950 oleh Wakil Presiden Indonesia pertama, Mohammad Hatta yang didampingi Gubernur Sumatera, TM. Hassan.

Meskipun sudah berdiri puluhan tahun dan dilalui ratusan kendaraan setiap harinya, jembatan ini masih berdiri kokoh. Membuktikan betapa kuat kontruksinya. Jembatan ini juga memiliki ciri khas berupa pagar cor beton menjulang dengan lengkungan di atasnya. Jadi terlihat cantik juga.

Btw alasan kami berhenti di jembatan ini pun karena pemandangan dari jembatan ini memang cukup indah. Barisan perbukitan yang mengelilingi Lembah Asahan terlihat jelas dari sini. Di bawah jembatan ini telihat pula aliran Sungai Asahan dengan arusnya yang deras yang dijadikan lokasi olahraga arum jeram.
Adikku dan teman-temannya
Sungai Asahan dan arum jeramnya

Sungai Asahan ini memang merupakan lokasi arum jeram yang cukup terkenal, bahkan dianggap sebagai yang terbaik ketiga setelah Sungai Zambesi di Afrika dan Sungai Colorado di Amerika. Kontur sungai yang berliku, bergelombang dan diapit tebing-tebing terjal membuat aliran sungai ini menghasilkan jeram-jeram besar dan bervariasi dari grade 4 hingga 5.
Pemandangan dari atas jembatan

Arus Sungai Asahan yang deras banget
Di sungai ini ada 4 etape pengarungan yang dimulai dari sekitar Air Terjun Sampuran Harimau. Etape ini sambung menyambung dan bisa dipilih sebagai alternatif rute saat berarum jeram.

Rute pertama berakhir di dekat jembatan ini. Rute ini dijuluki dengan istilah 'Never Ever End Rapids', karena tipe jeramnya yang sambung menyambung seolah-olah tak pernah habis. Di etape ini terdapat dua jeram besar dengan grade 4 dan 5.

Rute kedua bernama 'Hula-Huli Run', etape ini dimulai dari belakang SD Desa Tangga dan berakhir di Zivana Rapid . Secara umum, etape ini relatif aman untuk diarungi. Etape yang panjangnya hanya tiga kilometer ini didominasi jeram ber-grade 3+.

Rute ketiga bernama 'Midde Section', etape ini dimulai dari Zivana Rapid yang berlanjut hingga Jeram Nightmare. Midde Section merupakan etape paling berbahaya di Sungai Asahan. Maskot yang paling terkenalnya adalah Nightmare Rapid, namun lepas dari jeram ini masih terdapat jeram-jeram ber-grade 5 yang menunggu dan sangat berbahaya Saking bahayanya jeram ini, jangankan rafter lokal, rafter internasional pun banyak yang menghentikan langkah di jeram ini. Gilak banget cuy.

Etape terakhir adalah Halims Run, rute ini dimulai dari Desa Batu Mamak dan berakhir di Desa Bandar Pulo. Di tempat ini arus tenang banyak ditemukan. Selain itu terdapat pemandangan air terjun di sepanjang aliran sungai. Tebing-tebing tinggi pun menjulang menjadi bentukan alam yang sangat menawan. Tebing-tebing ini mengular hingga ke bagian hilir.

Menatap arus sungai dari atas jembatan ini membuatku kepingin buat ngarungi sungai ini dan merasakan serunya berarum jeram. Tapi karena kegiatan olahraga satu ini harus berkelompok, aku harus mengurungkan niat. Karena tak banyak temanku yang mau ikut. Sedihnya. -_- 
Sang backpacker di Jembatan Tangga-Parhitean


Selasa, 31 Maret 2020

Menengok Koleksi Uang Kuno di Museum Uang Sumatera

Selamat pagi sahabat backpacker...

Apa kabarnya? Semoga kita selalu terjaga kesehatannya ya. Aamiin...

Pagi ini aku mau menceritakan akhir dari kisah petualanganku di Tanah Jawa, tepatnya di Jawa Tengah, Jogja dan Jakarta beberapa waktu yang lalu sebelum virus corona mewabah. Setelah malamnya mendarat dengan selamat di Bandara Kuala Namu, paginya aku berencana untuk segera pulang ke kampung halaman di Kabupaten Asahan make kereta api.

Tapi sebelum itu, aku masih mau ngunjungi satu tempat wisata menarik yang letaknya tidak jauh dari Stasiun Besar Medan dan tempat tersebut adalah Museum Uang Sumatera. Lagi-lagi dengan mengandalkan abang ojol, aku segera menuju museum tersebut. Karena kalo naik angkot, harus nyambung 2 kali. Ribet banget cuy.
Koleksi di Museum Uang Sumatera
Alamat Museum Uang Sumatera

Museum Uang Sumatera ini terletak di Jalan Pemuda, No. 17, Kecamatan Medan Maimun, Kota Medan dan menempati bangunan Gedung Juang 45 Kota Medan sebagai gedung museumnya. Beberapa tahun yang lalu aku udah pernah ngunjungin Gedung Juang 45 ini dan saat itu kondisinya serem, debu dimana-mana dan sangat terbengkalai. Jadi aku seneng juga kalo mereka make gedung bersejarah ini sebagai bangunan museum, karena gedungnya jadi terawat. Mantap. 👍

Sejarah Museum Uang Sumatera

Museum Uang Sumatera ini didirikan oleh Bapak Saparuddin Barus, beliau adalah seorang kolektor uang-uang kuno dan udah ngumpulin berbagai macam koleksi mata uang sejak tahun 1998. Museum ini sendiri diresmikan pada tanggal 2 Mei 2017 oleh bapak gubernur.

Gedung museum ini juga gedung yang bersejarah, bahkan termasuk dalam salah satu bangunan cara budaya di Kota Medan. Karena gedung ini menjadi saksi sejarah perjuangan Bangsa Indonesia dalam melawan penjajahan.

Koleksi Museum Uang Sumatera

Setelah mengisi buku tamu, aku pun segera menjelajahi bagian-bagian museum ini dan melihat berbagai koleksinya. Koleksi uang di museum ini terbagi atas dua kelompok besar yaitu koleksi uang kertas dan koleksi uang logam. Sedangkan dari jenisnya, koleksi di museum ini terbagi atas beberapa jenis.

Yang pertama ada koleksi uang koin kerajaan. Koleksi uang koinnya ini sangat lengkap karena ada dari sejak kerajaan Hindu-Budha kayak koin Sriwijaya dan Majapahit dan alat-alat tukar lainnya. Lalu ada koin dari Kesultanan Islam di Nusantara, baik Kesultanan yang besar sampe yang kecil.
Alat barter masa Sriwijaya

Beragam uang koin

Koin Banten
Lalu ada juga Token Perkebunan atau uang koin yang dikeluarkan pihak perkebunan Belanda untuk membayar buruh perkebunan. Koin ini cuma bisa dipake di perkebunan inj doang, jadi buruh nggak bisa keluar dan kemana-mana. Selain itu juga ada koleksi uang VOC dan uang koin dari berbagai negara seperti China, Serawak, Inggris, Belanda, Portugis dan masih banyak lagi lainnya.
Token perkebunan

Koin Melaka Portugis
Kemudian juga ada koleksi uang kertas yang telah ada sejak masa penjajahan hingga uang kertas yang kita gunain saat ini. Selain itu juga ada Oeang Republik Indonesia Daerah/ Darurat (ORIDA) seperti uang Siantar, Karo, Tapanuli, Asahan dan banyak lagi. Lalu juga ada bon kontan yang digunakan sebagai pengganti uang serta potongan kertas yang diketik pake mesin ketik dan dikasi stempel pemerintah doang sebagai pengganti uang. Serta yang paling unik ada uang dari kain goni yang digunain Kerajaan Buton.
Koleksi uang kertas

Uang Kerajaan Buton
Selain koleksi uang, di museum ini juga ada koleksi plat percetakan uang dan mesin cetak yang digunakan uang mencetak uang di jaman dulu. Bentuk mesin cetak ini unik banget. Selain itu, banyak lagi koleksi lainnya yang ada di museum ini. Banyak bangetlah pokoknya.
Plat stempel

Mesin cetak kuno
Oh ya, untuk masuk ke museum ini, tidak dipungut biaya loh, tapi kalo kita mau membantu keuangan operasional museum, kita boleh menyumbangkan Rp. 10.000 aja dan dapat koleksi uang kuno yang nggak begitu langka sebagai souvenir. Aku sendiri dapat koleksi uang kuno Kesultanan Aceh dan Kesultanan Palembang. Mantap jiwa.
Souvenir untuk pengunjung museum
Setelah selesai melihat-lihat koleksi uang di Museum Uang Sumatera, aku pun segera menuju Stasiun Besar Medan untuk pulang ke rumah di Kabupaten Asahan dengan naik Kereta Api Ekonomi Putri Deli. Let's go..

Tut... Tut...
Aku di Museum Uang Sumatera

Senin, 30 Maret 2020

Bandara Halim Perdana Kusuma dan Bus Damri Kuala Namu

Setelah melalui sedikit drama akibat ketipu situs web yang ngatain kalo ada Bus Damri tujuan Bandara Halim Perdana Kusuma dari Stasiun Gambir. Namun ternyata bus tersebut tidak tersedia. Akhirnya aku sampe juga di Bandara Halim dengan mengendarai motornya si abang ojol. Terima kasih abang ojol.

Bandara Halim Perdana Kusuma 
Bandara Halim Perdana Kusuma

Bandara Halim Perdana Kusuma adalah satu-satunya bandara di ibu kota Jakarta setelah Bandara Kemayoran ditutup. Bandara ini dibangun pada tahun 1924 dan bernama Lapangan Terbang Tjililitan. Pada tahun 1950 lapangan terbang ini diserahkan secara resmi pada Indonesia pangkalan udara militer dan tahun 1952 bandara ini diganti namanya menjadi Bandara Halim Perdana Kusuma untuk mengenang Almarhum Halim Perdana Kusuma yang gugur dalam tugasnya.

Selain sebagai pangkalan militer, Bandara Halim Perdana Kusuma juga melayani penerbangan sipil untuk domestik maupun internasional karena saat itu penerbangan Bandara Kemayoran terlalu padat. Ketika Bandara Soetta diresmikan, Bandara Halim mengurangi slot untuk penerbangan sipil dan fokus pada penerbangan militer sampe tahun 2013 kembali dibuka penerbangan sipil di sini karena Bandara Soetta yang penerbangannya terlalu padat.

Kembali ke kisahku, setelah konter cek in penerbanganku dibuka, aku pun segera cek in dan melalui serangkaian pemeriksaan keamanan. Aku kemudian duduk santai di ruang tunggu sambil nyarger hp dan ngelihatin pesawat-pesawat yang terparkir di depan ruang tunggu.

Pesawat parkir
Hayuk masuk ke dalam pesawat
Ketika pintu pesawat telah dibuka, aku segera masuk ke dalam pesawat.

Para penumpang yang terhormat, selamat datang di penerbangan Citilink dengan tujuan Bandara Kuala Namu. Penerbangan ini akan kita tempuh dalam waktu kurang lebih dua jam dan sepuluh menit. Perlu kami sampaikan bahwa penerbangan ini adalah tanpa asap rokok, sebelum lepas landas kami persilahkan kepada Anda untuk menegakan sandaran kursi, menutup dan mengunci meja-meja kecil yang masih terbuka di hadapan Anda, mengencangkan sabuk pengaman, dan membuka penutup jendela. Atas nama kapten  dan seluruh awak pesawat yang bertugas mengucapkan selamat menikmati penerbangan ini, dan terima kasih atas pilihan anda untuk terbang bersama kami.

Wuusssshhhh....

Pesawat citilink yang kunaiki ini pun lepas landas dengan mulus. Berhubung hari yang mulai gelap, tak banyak pemandangan yang bisa kulihat dari balik jendela pesawat. Palingan cuma liatin kakak-kakak pramugari yang cakep-cakep dan manis. Dua jam kemudian setelah puas ngeliatin pramugari yang cakep itu, pesawat ini mendarat dengan aman di Bandara Kuala Namu.

Selamat datang kembali di Sumatera Utara.” Ucapku dalam hati.

Segera aku menuju stasiun bandara dan rencananya aku emang mau naik kereta bandara aja ke Kota Medan. Tapi pas aku nyampe, ternyata keretanya baru aja berangkat 3 menit yang lalu dan kereta selanjutnya baru ada 1 jam kemudian. Asem banget, telat 3 menit doang dari jadwal mendarat.

Daripada nunggu lama, aku akhirnya memilih naik Bus Damri aja untuk menuju Kota Medan. Yupz.. di Jakarta gagal naik Damri dan akhirnya di Medan naik Damrinya.

Damri Kuala Namu – Medan

Bus Damri dari Bandara Kuala Namu ini berada di lantai satu area kedatangan. Busnya punya rute menuju Terminal Amplas, Plaza Medan Fair di Jalan Gatot Subroto dan dan Ring Road untuk tujuan Binjai dan Langkat. Busnya berukuran sedang dan lebih kecil daripada Bus Damri yang ada di Bandara Soetta. Untuk harga tiketnya mulai dari Rp. 25.000 sampe Rp. 35.000 dan berangkat setiap 30 menit sekali.
Petualangan di Jakarta selesai

Minggu, 29 Maret 2020

Bundaran HI, Bus Gratis, Ketoprak dan Damri ke Halim Perdana Kusuma

Puas banget rasanya, setelah sekian lama akhirnya aku bisa melihat secara langsung tempat para tokoh pahlawan nasional merumuskan Naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan melihat langsung lokasi pembacaan naskah poklamasi kemerdekaan tersebut yang sekarang menjadi Taman Proklamasi.

Saat pertama kali datang ke Jakarta setahun yang lalu, dua tempat ini sudah masuk dalam daftar tempat yang ingin kukunjungi. Namun gara-gara antrian buat naik ke puncak Monas tuh lama banget, bahkan sampe sore hari. Akhirnya gagal deh rencana tersebut dan baru sekarang terwujudnya.

Setelah puas mengelilingi dan melihat-lihat koleksi yang ada di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, aku pun segera keluar dari museum dan melanjutkan petualangan satu hariku di ibu kota.

Pas banget di depan museum ini ada halte bus feeder transjakarta, dengan naik bus aku melanjutkan petualangan menuju Bundara HI.
Bundaran HI
Brmmm.. brmmm...

Bundaran HI

Bundaran HI ini bisa dibilang salah satu ikonnya Jakarta. Dibangun pada tahun 1962 untuk menyambut para olahragawan yang bertanding di Asian Games IV. Tugunya dibangun setinggi 30 meter dan di puncaknya ada sepasang patung setinggi 7 meter yang sedang melambai.
Sepasang patung di puncak bundaran
Patung Bundaran HI aja berpasangan, kok kamu kagak sih?

-_-

Aku turun dari Transjakarta di Halte Thamrin yang nggak jauh dari Bundaran HI. Dari sana aku berjalan sampe ke bundaran. Emang keren sih nih bundaran, di sekelilingnya ada banyak gedung-gedung tinggi kayak Mall Grand Indonesia, Hotel Indonesia, Plaza Indonesia, Thamrin CBD, dan banyak lagi gedung-gedung tinggi lainnya jadi keliatan megah.

Aku pun duduk sejenak di bangku kayu yang ada di trotoar dekat Bundaran HI. Menikmati pemandangannya. Kalo hari minggu, di sini biasanya menjadi lokasi car free day dan ada banyak cewek-cewek cakep yang olahraga. Tapi karena nih hari sabtu, kagak ada car free day, yang ada matahari yang puanas banget dan asap knalpot. Asem banget.
Jalan menuju Bundara HI

Selfie di tengah cuaca terik
Setelah cukup istirahat, aku pun melanjutkan perjalanan dan saat itulah aku melihat bus transjakarta yang bertingkat dua. Ups.. menarik nih.

Bus Gratis

Bus yang kulihat itu emang bus gratis yang disediain buat wisatawan yang ingin berkeliling Jakarta. Busnya punya banyak rute ke berbagai tempat wisata di Jakarta. Oleh karena itu, aku segera naik ke dalam bus ini dan duduk dimanapun, karena isi busnya nggak begitu rame. Busnya nyaman banget, karena semua penumpang diwajibkan dapat tempat duduk. Kalo udah penuh, harus nunggu bus yang selanjutnya. Pemandangan dari bus juga jelas, apalagi kalo dari lantai duanya, keren uy.
Bus tingkat gratis

Masih sepi isinya cuy

Semua dapat tempat duduk

Pemandangan dari jendela bus
Brmm... Brmm...

Berhubung aku pengen ke Kota Tua, jadi aku harus pindah bus di depan Istiqlal. Begitu kata mbak-mbak cakep yang bertugas di dalam bus gratis ini. Jadi setelah berganti bus, akhirnya aku nyampe juga di Kota Tua.

Kota Tua

Sesampainya di Kota Tua, aku langsung menuju Taman Fatahillah, tujuanku cuma mau nyantai sambil menikmati bangunan-bangunan tua yang ada di Kota Tua ini. Apalagi dulu aku juga udah ngunjungi museum-museum yang ada di Kota Tua ini. Hanya Museum Bahari doang yang belum kesampaian ku kunjungi. Pengen sih ngunjunginya, tapi bentar lagi aku harus ke bandara, jadi aku balik lagi ke halte bus gratis dan berangkat ke Monas.
Taman Fatahillah dan Meriam Si Jagur
Let's go...

Kulineran di Lenggang Jakarta

Tujuanku ke Monas ini bukan untuk naik ke Monumen Nasionalnya, karena dulu pun aku udah pernah naik ke atas dan antriannya puanjang banget. Jadi kali ini aku ke Monas mau makan siang sekalian kulineran di Lenggang Jakarta. Lenggang Jakarta ini emang merupakan area food court di Monas yang punya banyak menu terutama makanan khas Indonesia.

Di sini aku memesan Ketoprak yang merupakan salah satu makanan khas Indonesia yang sangat terkenal di Jakarta. Ketoprak ini terbuat dari ketupat, tahu, bihun, touge, telur rebus dan disiram kuah kacang. Rasanya mantap cuy, walau harganya juga lumayan mantap sih, Rp. 20.000 perporsi.
Sepiring ketoprak

Bus Damri ke Halim Perdana Kusuma

Selesai mengisi perut, aku pun berjalan ke Stasiun Gambir karena aku akan menuju bandara. Sesampainya di loket Damri, aku pun segera memesan tiket.

“Mbak, tiket ke Halimnya satu.”

“Maaf Mas, kita nggak menyediakan bus ke Halim.” Jawab si mbak.

“ Jadi kalo mau ke Halim, naiknya dari mana mbak?”

“ kita emang nggak punya bus yang tujuan Halim Mas.”

“ Serius Mbak?”

“ Dua ciyus malah.”

Asem lah. Padahal di situs-situs yang membahas tiket katanya ada bus dari dari Gambir ke Halim. Tapi kenyataannya malah kagak ada. Dasar situs pembohong. Aghhh... Kesel rasanya.

Segera aku memutar otak, waktu yang ku punya nggak begitu banyak dan jarak dari Gambir ke Halim juga cukup jauh. Jika naik Transjakarta, bakal ribet nyari rutenya lagi. Jadi pilihan terbaiknya adalah naik motornya abang ojol. Syukurnya orderanku segera diterima si abang ojol.

Brmmm... Brmm...

Akhirnya setengah jam sebelum waktu chek in, nyampe juga di Halim Perdana Kusuma. Sumpah, Gambir ke Halim naik motor itu kerasa banget jauhnya, apalagi ada banyak kemacetan yang dilalui dan juga ada kejadian motor abang ojol hampir disenggol kendaraan lain.

 Ahh.. capek rasanya cuy.
Nyampe juga di Halim Perdana Kusuma