Minggu, 27 November 2016

Rumah Adat Melayu Batu Bara



Rumah Adat Melayu Batu Bara

Brmm... brmmm... setelah singgah di Masjid Raya Sulaimaniyah dan Replika Sultan Serdang, aku kembali melanjutkan perjalanan panjang menembus ramainya jalanan ini menuju kampung halaman yang jauh di sana. Namun sebelumnya aku masih ingin singgah di satu tempat lagi yaitu di Rumah Adat Melayu Batu Bara.
Nah, di Sumatera Utara ini ada satu kabupaten yang cukup unik yang bernama Kabupaten Batu Bara. Karena di kabupaten ini gedung-gedung pemerintah dan kantor dinasnya dibangun bentuk Rumah Adat Melayu Batu Bara dengan tujuan melestarikan adat dan budaya Melayu Batu Bara. Sehingga jika ingin mempelajari arsitektur Rumah Adat Melayu Batu Bara cukup dengan singgah di salah satu gedung pemerintahnya dan kantor dinasnya. Mudah banget.
Difungsikan sebagai kantor camat
Lokasi
Aku memilih singgah di kantor camat dari Kecamatan Air Putih, Indrapura, Kabupaten Batu Bara. Kantor ini berada tepat di tepi Jalan Lintas Sumatera yang menghubungkan Kota Tebing Tinggi dengan Kota Kisaran sehingga cukup mudah diakses dan terlihat dari Jalan Lintas Sumatera.
Arsitektur
Setelah memarkir kereta (baca: sepeda motor), aku pun memperhatikan arsitektur rumah adat ini. Rumah Adat Melayu Batu Bara dibangun dengan material utama kayu dengan bentuk rumah panggung yang didirikan di atas tiang-tiang dengan tinggi sekitar 2 meter lebih. Pada bagian bawah rumah ini dijadikan sebagai tempat bersantai para pegawai pemerintah di kantor kecamatan tersebut. Aku juga sempat berbincang dengan mereka dan diceritakan tentang kisah asal usul Melayu Batu Bara yang konon katanya berasal dari Tanah Minang. Hm... jauh ya.
Lanjut dengan arsitekturnya, pada bagian depan rumah terdapat dua tangga yang terhubung dengan serambi depan. Di sisi kanan bangunan ini juga terdapat tangga kayu yang terhubung pada bagian belakang rumah adat ini. Sedangkan serambinya terlihat cukup luas dan terhubung antara serambi depan hingga serambi sayap kiri rumah.
Corak Melayu terlihat dari bentuk arsitekturnya. Selain itu terdapat juga ukiran khas Melayu yang berada tepat di bawah cucuran atapnya, ukiran ini disebut sebagai ukiran lebah gantung.
Arsitekturnya khas
Di sebelah rumah adat ini juga terdapat banguan lain yang dibangun dengan material utama dari kayu. Rumah panggung tersebut berbentuk persegi panjang dan difungsikan sebagai kantor staf-staf pemerintahan.
Kantor staf
Sedangkan di sebelah kanan rumah adat ini terdapat sebuah mushalla kecil yang dibuat dari material kayu juga dan dibangun dengan model panggung juga. Unik dan cantik.
Mushalla
Nggak ketinggalan selfie

Sabtu, 26 November 2016

Singgah ke Istana Sultan Serdang


Replika Istana Sultan Serdang
Brmmm... brmmm... aku pun melanjutkan perjalanan menuju kampung halaman setelah puas mengagumi Masjid Raya Sulaimaniyah di Kota Perbaungan. Beberapa kilometer kemudian aku kembali singgah ke Replika Istana Sultan Serdang.
            Lokasi
Replika Istana Sultan Serdang ini berada di Kelurahan Melati Kebun, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai.  Istana aslinya dulu berada di Desa Galuh, Perbaungan. Tetapi istana tersebut dibakar saat masa penjajahan Belanda agar tidak bisa digunakan oleh pemerintahan Belanda.
Replika Istana Sultan Serdang sendiri adalah sebuah bangunan replika istana yang dibangun sebagai pengingat sejarah akan kebesaran Kesultanan Melayu Serdang. Pembangunan replika istana ini diprakarsai oleh Sulthan Serdang Allahyarham Tuanku Luckman Sinar Basarshah II SH dan diresmikan pada tanggal 7 January 2012.
Prasasti peresmian replika istana
Arsitektur
Setelah meminta izin pada bapak staf pariwisata Kabupaten Serdang Bedagai karena bangunan replika ini juga difungsikan sebagai kantor pariwisata kabupaten Serdang Bedagai, aku pun mulai berkeliling agar bisa lebih mengenal arsitekturnya.
Bentuk bangunan Replika Istana Sultan Serdang dibangun sama seperti bentuk istana yang asli. Dengan bentuk rumah panggung namun bagian bawahnya juga dibangun ruangan sehingga terkesal seperti berlantai dua. Di bagian depan di lantai dua ruangannya terbagi tiga, yaitu ruang depan, sayap kanan dan sayap kiri. Lantas kemudian memanjang kebelakang.
Corak khas melayu Serdang terlihat cukup kental yang terlihat dari bangunan atapnya yang menonjol. Selain itu warna bangunannya yang didominasi warna kuning pucat dan hijau juga menampilkan corak khas tersebut. 
Replika Istana Sultan Serdang
Teras di lantai 2
 Sebelum beranjak pergi, aku menyempatkan diri berfoto di depan bangunan replika ini yang dibantu seorang siswi manis yang bersekolah di sebelah bangunan replika ini. sayangnya aku tidak bisa dapat nomor hp dan kenalan, soalnya guru dia liatin mulu. Seremm.... tapi makasih ya buat kamu yang udah fotoin aku, thank you ^_^
Si tampan di depan replika istana

Jumat, 25 November 2016

Masjid Raya Sulaimaniyah Perbaungan



Masjid Raya Sulaimaniyah

Brmmm.... brmmm... aku memacu kereta (baca:sepeda motor) dengan santai. Hari itu aku dalam perjalanan pulang ke kampung dari Kota Medan menuju plosok Kabupaten Asahan. Biasanya perjalanan ini akan memakan waktu hingga 4 jam. Tapi hari itu aku ingin menikmati waktu sambil berwisata sejarah di beberapa bangunan-bangunan sejarah yang ku jumpai di perjalanan. Objek pertama yang ku singgahi dalam perjalanan itu adalah Masjid Raya Sulaimaniyah.
Sejarah Masjid Raya Sulaimaniyah
Masjid Raya Sulaimaniyah adalah sebuah masjid peninggalan Kesultanan Melayu Serdang yang didirikan oleh Sultan Serdang Syariful Alamsyah pada tahun 1894 seiring dengan dipindahkannya ibukota Kesultanan Melayu Serdang dari Rantau Panjang  ke Istana Kota Galuh Perbaungan.
Sejarah pembangunan masjid
Lokasi
Masjid Raya Sulaimaniyah terletak tepat di Kota Perbaungan di pinggir Jalan Lintas Sumatera yang menghubungkan Kota Medan dengan Kota Tebing Tinggi. Tepatnya berada di Desa Kota Galuh, Kecamatan Perbaungan.
Arsitektur
Masjid Raya Sulaimaniyah ini selain berusia tua, arsitekturnya juga unik lho, bahkan tidak terlihat seperti masjid pada umumnya. Bentuknya itu lebih mirip seperti sebuah kantor pemerintahan dengan corak khas arsitektur Melayu yang kental yang terlihat dari berbagai ukiran khas Melayu dan warna bangunannya yang didominasi warna hijau dan kuning.
Pada atap bagian teras masjidnya juga sangat unik karena bentuknya seperti piramida bertingkat dan bagian kubahnya berbentuk segi empat memanjang yang di atasnya terdapat lambang bulan sabit dan bintang.
Beranjak ke bagian dalam masjid, terdapat ruang sholat yang luas dan bersih. Terdapat juga empat tiang berukuran besar sekitar 2 kali pelukan orang dewasa sebagai penyangga bangunan dan di bagian tengah-tengah langit-langitnya terdapat 1 lampu hias mewah yang dikelilingi hiasan tulisan kaligrafi dari ayat-ayat al-Quran tentang ajakan sholat.
Ruang dalam masjid
Oh ya, kesan Melayu sangat terlihat dari mimbarnya yang berwarna kuning dengan 4 anak tangga berlapis karpet hijau. Di atas mimbar tersebut terdapat satu kubah yang atasnya juga menggunakan lambang bulan sabit dan bintang.
Di sisi sebelah masjid ini juga terdapat makam Sultan Serdang Sulaiman Syariful Alamsyah dan keluarganya serta makam pejabat-pejabat penting Kesultanan Melayu Serdang.
Area pemakaman Kerajaan Melayu Serdang

Kamis, 24 November 2016

Pemandian Alam Namu Sira-Sira Langkat


Namu Sira-Sira

“Liburan Gratis? Ya mau lha bang.” Begitulah kira-kira jawabanku saat ditawarin Bang Wahyu, abang kostku untuk ikut jalan-jalan ke objek wisata Namu Sira-Sira. Namun sebenarnya jalan-jalan ini sendiri bukanlah kegiatan rekreasi, karena sebenarnya ini adalah kegiatan ujian konseling kelompok dari jurusan kuliah Bang Wahyu. Nah, Bang Wahyu dan beberapa orang temannya diminta untuk mengawasi junior mereka yang sedang ujian konseling kelompok di alam terbuka biar bisa sambil refreshing kata dosennya. Enak banget ya ujiannya.
Karena adik kelasnya berangkat naik angkutan kota yang sudah disewa, kakak kelasnya naik kereta (baca: motor). Bang wahyu ini nggak dapat temen, jadi dia ngajak aku. Wah... beruntung nih, jalan-jalan gratis sambil kenalan ama mahasiswi konseling. Muhahahaha....
Lokasi
Lokasi dari ujian anak-anak jurusan konseling ini adalah di Pemandian Alam Namu Sira-Sira atau lebih dikenal masyarakat sekitar dengan nama Pantai Pangkal yang berada di aliran Sungai Bingai, Kecamatan Sungai Bingai, Kabupaten Langkat dan hanya berjarak sekitar 18 meter dari Kota Binjai. Lumayan deket lha.
Namu Sira-Sira
Pemandian alam Namu Sira-Sira atau dikenal juga dengan nama Pantai Pangkal ini sempat membuat aku bingung juga sih, emangnya di dataran tinggi begini ada pantai? Ternyata yang dimaksud pantai adalah sebuah sungai yang tepiannya itu memiliki dataran berpasir. Oooohhhhhh....
Namun tempatnya asyik juga kok. Sungainya itu memiliki air yang jernih dan berwarna hijau toska. Airnya juga dingin dan segar dengan arus sedang, asyik buat diarungi dengan ban, bahkan ada juga yang sedang olahraga rafting di sini. Di tepian alirannya sungainya terdapat pasir putih yang cukup lembut dan di bagian hulu sungainya dipenuhi bebatuan.
Airnya hijau toska
Pemandangannya pun segar
 Tiket masuknya juga murah, Cuma Rp. 3000 doang dan sudah termasuk parkir. Sarana dan prasarananya juga lumayan lengkap, hanya tempat sampah saja yang kurang banyak sih.
Singkat cerita, setelah mereka selesai ujian konseling kelompoknya, saatnya bermain air. Yeee.... byu..byur... blup.. blup... airnya dingin dan segar. Badanku pun jadi basah kuyup, namun tetap seru.
Byur.. byur..
Setelah puas, kami pun pulang ke Medan. tapi sebelum pulang, aku dan Bang Wahyu singgah dulu di bendungan irigasi yang ada di ujung pemandiannya ini. Bendungan irigasi ini yang diresmikan pada tahun 1992 oleh Presiden Soeharto. Pemandangan dari atas bendungan ini juga cukup cantik lho dan bisa lha untuk foto-foto galau.
Pemandangan dari atas bendungan irigasi
Galau di atas bendungan
Terima kasi Bang Wahyu buat jalan-jalan gratisnya. ☺
Bang Wahyu