Kamis, 02 April 2020

Menginap di Prime Plaza Hotel Kualanamu

Hai sahabat backpacker...

Berhubung sekarang Corona ada dimana-mana dan kita disuruh buat diem di rumah doang, jadinya kan bosen tuh. Ngebosenin banget malah. Oleh karena itu, untuk beberapa waktu ke depan ini aku mau berbagi cerita-cerita petualanganku saat Corona ini belum mewabah. Yupz... Ini kisah beberapa waktu yang lalu ketika dunia masih aman, sebelum negara api menyerang.

Hari itu aku lagi senang banget, soalnya aku dapat voucher menginap gratis di Prime Plaza Hotel Kualanamu. Nginap gratis cuy, apalagi nih hotel bintang 4, padahal aku sebagai backpacker biasanya nginap di hotel seratusan ribu doang dan sekarang aku bakal nginap di hotel mewah. Mantap banget cuy.
Prime Plaza Hotel Kualanamu
Sekarang masalahnya, nih voucher ada dua biji. Jadi kira-kira ngajakin siapa ya? Mana pacar kagak ada lagi.

Eh... Walaupun ada, tetap nggak boleh oii. Dosa!

Oh iya, sebagai backpacker yang tampan dan baik hati, nggak boleh ngajak nginap anak gadis orang, ntar digolok bapaknya. Oleh karena itu, aku ngajakin adekku aja buat nyobain nih hotel. Let's go..

Alamat Prime Plaza Hotel Kualanamu

Prime Plaza Kualanamu ini beralamat di Jalan Arteri Kualanamu, Tumpatan Nibung, Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Lokasi hotelnya nggak jauh dari Bandara Kualanamu, palingan beberapa menit naik kendaraan bermotor aja dari nih hotel. Jadi kalo mau nginap di dekat Bandara Kualanamu, bisalah milih nih hotel.

Fasilitas di Prime Plaza Hotel Kualanamu

Lobby hotel ini terlihat cukup berkelas dengan desain klasik, ada beberapa sofa yang tersedia di lobby hotel dengan beberapa koran, majalah dan buku tempat-tempat wisata yang ada di Sumatera Utara. Di sofa ini aku menunggu cek in hotelku diproses sambil menikmati segelas jus jeruk sebagai welcome drinknya. Segar ah..
Lobby hotelnya
Selesai cek in, aku segera masuk ke kamar yang diberikan, kamarnya adalah Superior Twin. Fasilitas kamarnya lengkap, ada pintu, jendela, dinding, tempat tidur,

Woy.. serius woy..

😂😂

Fasilitas kamarnya emang lengkap, tempat tidurnya empuk banget, jauh lebih empuk daripada tilam di kostan ku yang rasanya kaya papan itu. 😂 Kemudian juga ada meja kerja, tv kabel, telpon, wifi, brankas, lukisan dinding dan banyak lagi. Ada juga pemanas air lengkap dengan kopi, teh dan gulanya.
Lorong hotelnya

Ranjangnya empuk cuy

Meja kerja dan TV kabel
Perlengkapan kamar mandinya juga lengkap, mulai dari handuk, sabun, sampo, sikat gigi dan odolnya. Air panasnya juga lancar dan deras. Mantap banget uy.
Handuk kecilnya kupake ngelap tumpahan jus jeruk. 😁
Ketika sore menjelang, aku kemudian memutuskan untuk mencoba kolam renangnya. Byur... Seger juga berenang sore-sore. Kolamnya juga nggak begitu dalam, hanya sekitar dada doang. Di sekitar kolam renangnya juga ada kamar bilas, ruang ganti dan kursi santai bagi yang ingin duduk nyantai di dekat kolam renang.
Abis berenang, perut pun lapar. Saatnya makan. Nyummi...
Kolam renang hotelnya

Ada kursi santai juga

Bukan berang-berang ya. 😁
Hotel ini juga punya restoran yang berada di dekat lobby. Ruangannya ada yang untuk merokok dan tanpa merokok. Menunya beragam banget, mulai dari menu tradisional sampe menu internasional.

Saat aku nyobain restorannya, ada pilihan nasi goreng dan nasi putih biasa serta nasi merah. Lauknya pun beragam, ada ayam panggang saus madu, goreng kentang, sayur, sosis dan lain-lain. Kuenya pun banyak, ada roti, cake, bolu dan banyak lagi, aku nggak tau nama-nama kuenya sih tapi ada satu yang paling enak saat kucobain, yaitu kue sus eclair. Isiannya yang lembut langsung lumer di mulut saat digigit.
Hmm... Nyummmi... Enak banget cuy.
Menunya ada banyak cuy

Kuenya juga banyak

Nasi goreng yang bikin laper

Sus Eclairnya juara banget

Minumannya juga ada banyak pilihan
Selain itu, di restorannya juga nyediain manisan, buah potong, soto medan dan mie ayam. Sayangnya perutku udah nggak muat lagi, jadi nggak nyobain itu, cuma buah potong aja sebagai penutup.
Manisan, eh.. lebih manis aku sih. 😁

Buah potong, segeerrr

Soto medan

Gerobak mie ayam
Kenyang banget cuy. Padahal masih banyak fasilitas yang ada di hotel ini tapi...

Saatnya tidur di ranjang yang empuk. Zzzz...
Backpacker nginap di hotel mewah

Selasa, 31 Maret 2020

Menengok Koleksi Uang Kuno di Museum Uang Sumatera

Selamat pagi sahabat backpacker...

Apa kabarnya? Semoga kita selalu terjaga kesehatannya ya. Aamiin...

Pagi ini aku mau menceritakan akhir dari kisah petualanganku di Tanah Jawa, tepatnya di Jawa Tengah, Jogja dan Jakarta beberapa waktu yang lalu sebelum virus corona mewabah. Setelah malamnya mendarat dengan selamat di Bandara Kuala Namu, paginya aku berencana untuk segera pulang ke kampung halaman di Kabupaten Asahan make kereta api.

Tapi sebelum itu, aku masih mau ngunjungi satu tempat wisata menarik yang letaknya tidak jauh dari Stasiun Besar Medan dan tempat tersebut adalah Museum Uang Sumatera. Lagi-lagi dengan mengandalkan abang ojol, aku segera menuju museum tersebut. Karena kalo naik angkot, harus nyambung 2 kali. Ribet banget cuy.
Koleksi di Museum Uang Sumatera
Alamat Museum Uang Sumatera

Museum Uang Sumatera ini terletak di Jalan Pemuda, No. 17, Kecamatan Medan Maimun, Kota Medan dan menempati bangunan Gedung Juang 45 Kota Medan sebagai gedung museumnya. Beberapa tahun yang lalu aku udah pernah ngunjungin Gedung Juang 45 ini dan saat itu kondisinya serem, debu dimana-mana dan sangat terbengkalai. Jadi aku seneng juga kalo mereka make gedung bersejarah ini sebagai bangunan museum, karena gedungnya jadi terawat. Mantap. 👍

Sejarah Museum Uang Sumatera

Museum Uang Sumatera ini didirikan oleh Bapak Saparuddin Barus, beliau adalah seorang kolektor uang-uang kuno dan udah ngumpulin berbagai macam koleksi mata uang sejak tahun 1998. Museum ini sendiri diresmikan pada tanggal 2 Mei 2017 oleh bapak gubernur.

Gedung museum ini juga gedung yang bersejarah, bahkan termasuk dalam salah satu bangunan cara budaya di Kota Medan. Karena gedung ini menjadi saksi sejarah perjuangan Bangsa Indonesia dalam melawan penjajahan.

Koleksi Museum Uang Sumatera

Setelah mengisi buku tamu, aku pun segera menjelajahi bagian-bagian museum ini dan melihat berbagai koleksinya. Koleksi uang di museum ini terbagi atas dua kelompok besar yaitu koleksi uang kertas dan koleksi uang logam. Sedangkan dari jenisnya, koleksi di museum ini terbagi atas beberapa jenis.

Yang pertama ada koleksi uang koin kerajaan. Koleksi uang koinnya ini sangat lengkap karena ada dari sejak kerajaan Hindu-Budha kayak koin Sriwijaya dan Majapahit dan alat-alat tukar lainnya. Lalu ada koin dari Kesultanan Islam di Nusantara, baik Kesultanan yang besar sampe yang kecil.
Alat barter masa Sriwijaya

Beragam uang koin

Koin Banten
Lalu ada juga Token Perkebunan atau uang koin yang dikeluarkan pihak perkebunan Belanda untuk membayar buruh perkebunan. Koin ini cuma bisa dipake di perkebunan inj doang, jadi buruh nggak bisa keluar dan kemana-mana. Selain itu juga ada koleksi uang VOC dan uang koin dari berbagai negara seperti China, Serawak, Inggris, Belanda, Portugis dan masih banyak lagi lainnya.
Token perkebunan

Koin Melaka Portugis
Kemudian juga ada koleksi uang kertas yang telah ada sejak masa penjajahan hingga uang kertas yang kita gunain saat ini. Selain itu juga ada Oeang Republik Indonesia Daerah/ Darurat (ORIDA) seperti uang Siantar, Karo, Tapanuli, Asahan dan banyak lagi. Lalu juga ada bon kontan yang digunakan sebagai pengganti uang serta potongan kertas yang diketik pake mesin ketik dan dikasi stempel pemerintah doang sebagai pengganti uang. Serta yang paling unik ada uang dari kain goni yang digunain Kerajaan Buton.
Koleksi uang kertas

Uang Kerajaan Buton
Selain koleksi uang, di museum ini juga ada koleksi plat percetakan uang dan mesin cetak yang digunakan uang mencetak uang di jaman dulu. Bentuk mesin cetak ini unik banget. Selain itu, banyak lagi koleksi lainnya yang ada di museum ini. Banyak bangetlah pokoknya.
Plat stempel

Mesin cetak kuno
Oh ya, untuk masuk ke museum ini, tidak dipungut biaya loh, tapi kalo kita mau membantu keuangan operasional museum, kita boleh menyumbangkan Rp. 10.000 aja dan dapat koleksi uang kuno yang nggak begitu langka sebagai souvenir. Aku sendiri dapat koleksi uang kuno Kesultanan Aceh dan Kesultanan Palembang. Mantap jiwa.
Souvenir untuk pengunjung museum
Setelah selesai melihat-lihat koleksi uang di Museum Uang Sumatera, aku pun segera menuju Stasiun Besar Medan untuk pulang ke rumah di Kabupaten Asahan dengan naik Kereta Api Ekonomi Putri Deli. Let's go..

Tut... Tut...
Aku di Museum Uang Sumatera

Senin, 30 Maret 2020

Bandara Halim Perdana Kusuma dan Bus Damri Kuala Namu

Setelah melalui sedikit drama akibat ketipu situs web yang ngatain kalo ada Bus Damri tujuan Bandara Halim Perdana Kusuma dari Stasiun Gambir. Namun ternyata bus tersebut tidak tersedia. Akhirnya aku sampe juga di Bandara Halim dengan mengendarai motornya si abang ojol. Terima kasih abang ojol.

Bandara Halim Perdana Kusuma 
Bandara Halim Perdana Kusuma

Bandara Halim Perdana Kusuma adalah satu-satunya bandara di ibu kota Jakarta setelah Bandara Kemayoran ditutup. Bandara ini dibangun pada tahun 1924 dan bernama Lapangan Terbang Tjililitan. Pada tahun 1950 lapangan terbang ini diserahkan secara resmi pada Indonesia pangkalan udara militer dan tahun 1952 bandara ini diganti namanya menjadi Bandara Halim Perdana Kusuma untuk mengenang Almarhum Halim Perdana Kusuma yang gugur dalam tugasnya.

Selain sebagai pangkalan militer, Bandara Halim Perdana Kusuma juga melayani penerbangan sipil untuk domestik maupun internasional karena saat itu penerbangan Bandara Kemayoran terlalu padat. Ketika Bandara Soetta diresmikan, Bandara Halim mengurangi slot untuk penerbangan sipil dan fokus pada penerbangan militer sampe tahun 2013 kembali dibuka penerbangan sipil di sini karena Bandara Soetta yang penerbangannya terlalu padat.

Kembali ke kisahku, setelah konter cek in penerbanganku dibuka, aku pun segera cek in dan melalui serangkaian pemeriksaan keamanan. Aku kemudian duduk santai di ruang tunggu sambil nyarger hp dan ngelihatin pesawat-pesawat yang terparkir di depan ruang tunggu.

Pesawat parkir
Hayuk masuk ke dalam pesawat
Ketika pintu pesawat telah dibuka, aku segera masuk ke dalam pesawat.

Para penumpang yang terhormat, selamat datang di penerbangan Citilink dengan tujuan Bandara Kuala Namu. Penerbangan ini akan kita tempuh dalam waktu kurang lebih dua jam dan sepuluh menit. Perlu kami sampaikan bahwa penerbangan ini adalah tanpa asap rokok, sebelum lepas landas kami persilahkan kepada Anda untuk menegakan sandaran kursi, menutup dan mengunci meja-meja kecil yang masih terbuka di hadapan Anda, mengencangkan sabuk pengaman, dan membuka penutup jendela. Atas nama kapten  dan seluruh awak pesawat yang bertugas mengucapkan selamat menikmati penerbangan ini, dan terima kasih atas pilihan anda untuk terbang bersama kami.

Wuusssshhhh....

Pesawat citilink yang kunaiki ini pun lepas landas dengan mulus. Berhubung hari yang mulai gelap, tak banyak pemandangan yang bisa kulihat dari balik jendela pesawat. Palingan cuma liatin kakak-kakak pramugari yang cakep-cakep dan manis. Dua jam kemudian setelah puas ngeliatin pramugari yang cakep itu, pesawat ini mendarat dengan aman di Bandara Kuala Namu.

Selamat datang kembali di Sumatera Utara.” Ucapku dalam hati.

Segera aku menuju stasiun bandara dan rencananya aku emang mau naik kereta bandara aja ke Kota Medan. Tapi pas aku nyampe, ternyata keretanya baru aja berangkat 3 menit yang lalu dan kereta selanjutnya baru ada 1 jam kemudian. Asem banget, telat 3 menit doang dari jadwal mendarat.

Daripada nunggu lama, aku akhirnya memilih naik Bus Damri aja untuk menuju Kota Medan. Yupz.. di Jakarta gagal naik Damri dan akhirnya di Medan naik Damrinya.

Damri Kuala Namu – Medan

Bus Damri dari Bandara Kuala Namu ini berada di lantai satu area kedatangan. Busnya punya rute menuju Terminal Amplas, Plaza Medan Fair di Jalan Gatot Subroto dan dan Ring Road untuk tujuan Binjai dan Langkat. Busnya berukuran sedang dan lebih kecil daripada Bus Damri yang ada di Bandara Soetta. Untuk harga tiketnya mulai dari Rp. 25.000 sampe Rp. 35.000 dan berangkat setiap 30 menit sekali.
Petualangan di Jakarta selesai

Minggu, 29 Maret 2020

Bundaran HI, Bus Gratis, Ketoprak dan Damri ke Halim Perdana Kusuma

Puas banget rasanya, setelah sekian lama akhirnya aku bisa melihat secara langsung tempat para tokoh pahlawan nasional merumuskan Naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan melihat langsung lokasi pembacaan naskah poklamasi kemerdekaan tersebut yang sekarang menjadi Taman Proklamasi.

Saat pertama kali datang ke Jakarta setahun yang lalu, dua tempat ini sudah masuk dalam daftar tempat yang ingin kukunjungi. Namun gara-gara antrian buat naik ke puncak Monas tuh lama banget, bahkan sampe sore hari. Akhirnya gagal deh rencana tersebut dan baru sekarang terwujudnya.

Setelah puas mengelilingi dan melihat-lihat koleksi yang ada di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, aku pun segera keluar dari museum dan melanjutkan petualangan satu hariku di ibu kota.

Pas banget di depan museum ini ada halte bus feeder transjakarta, dengan naik bus aku melanjutkan petualangan menuju Bundara HI.
Bundaran HI
Brmmm.. brmmm...

Bundaran HI

Bundaran HI ini bisa dibilang salah satu ikonnya Jakarta. Dibangun pada tahun 1962 untuk menyambut para olahragawan yang bertanding di Asian Games IV. Tugunya dibangun setinggi 30 meter dan di puncaknya ada sepasang patung setinggi 7 meter yang sedang melambai.
Sepasang patung di puncak bundaran
Patung Bundaran HI aja berpasangan, kok kamu kagak sih?

-_-

Aku turun dari Transjakarta di Halte Thamrin yang nggak jauh dari Bundaran HI. Dari sana aku berjalan sampe ke bundaran. Emang keren sih nih bundaran, di sekelilingnya ada banyak gedung-gedung tinggi kayak Mall Grand Indonesia, Hotel Indonesia, Plaza Indonesia, Thamrin CBD, dan banyak lagi gedung-gedung tinggi lainnya jadi keliatan megah.

Aku pun duduk sejenak di bangku kayu yang ada di trotoar dekat Bundaran HI. Menikmati pemandangannya. Kalo hari minggu, di sini biasanya menjadi lokasi car free day dan ada banyak cewek-cewek cakep yang olahraga. Tapi karena nih hari sabtu, kagak ada car free day, yang ada matahari yang puanas banget dan asap knalpot. Asem banget.
Jalan menuju Bundara HI

Selfie di tengah cuaca terik
Setelah cukup istirahat, aku pun melanjutkan perjalanan dan saat itulah aku melihat bus transjakarta yang bertingkat dua. Ups.. menarik nih.

Bus Gratis

Bus yang kulihat itu emang bus gratis yang disediain buat wisatawan yang ingin berkeliling Jakarta. Busnya punya banyak rute ke berbagai tempat wisata di Jakarta. Oleh karena itu, aku segera naik ke dalam bus ini dan duduk dimanapun, karena isi busnya nggak begitu rame. Busnya nyaman banget, karena semua penumpang diwajibkan dapat tempat duduk. Kalo udah penuh, harus nunggu bus yang selanjutnya. Pemandangan dari bus juga jelas, apalagi kalo dari lantai duanya, keren uy.
Bus tingkat gratis

Masih sepi isinya cuy

Semua dapat tempat duduk

Pemandangan dari jendela bus
Brmm... Brmm...

Berhubung aku pengen ke Kota Tua, jadi aku harus pindah bus di depan Istiqlal. Begitu kata mbak-mbak cakep yang bertugas di dalam bus gratis ini. Jadi setelah berganti bus, akhirnya aku nyampe juga di Kota Tua.

Kota Tua

Sesampainya di Kota Tua, aku langsung menuju Taman Fatahillah, tujuanku cuma mau nyantai sambil menikmati bangunan-bangunan tua yang ada di Kota Tua ini. Apalagi dulu aku juga udah ngunjungi museum-museum yang ada di Kota Tua ini. Hanya Museum Bahari doang yang belum kesampaian ku kunjungi. Pengen sih ngunjunginya, tapi bentar lagi aku harus ke bandara, jadi aku balik lagi ke halte bus gratis dan berangkat ke Monas.
Taman Fatahillah dan Meriam Si Jagur
Let's go...

Kulineran di Lenggang Jakarta

Tujuanku ke Monas ini bukan untuk naik ke Monumen Nasionalnya, karena dulu pun aku udah pernah naik ke atas dan antriannya puanjang banget. Jadi kali ini aku ke Monas mau makan siang sekalian kulineran di Lenggang Jakarta. Lenggang Jakarta ini emang merupakan area food court di Monas yang punya banyak menu terutama makanan khas Indonesia.

Di sini aku memesan Ketoprak yang merupakan salah satu makanan khas Indonesia yang sangat terkenal di Jakarta. Ketoprak ini terbuat dari ketupat, tahu, bihun, touge, telur rebus dan disiram kuah kacang. Rasanya mantap cuy, walau harganya juga lumayan mantap sih, Rp. 20.000 perporsi.
Sepiring ketoprak

Bus Damri ke Halim Perdana Kusuma

Selesai mengisi perut, aku pun berjalan ke Stasiun Gambir karena aku akan menuju bandara. Sesampainya di loket Damri, aku pun segera memesan tiket.

“Mbak, tiket ke Halimnya satu.”

“Maaf Mas, kita nggak menyediakan bus ke Halim.” Jawab si mbak.

“ Jadi kalo mau ke Halim, naiknya dari mana mbak?”

“ kita emang nggak punya bus yang tujuan Halim Mas.”

“ Serius Mbak?”

“ Dua ciyus malah.”

Asem lah. Padahal di situs-situs yang membahas tiket katanya ada bus dari dari Gambir ke Halim. Tapi kenyataannya malah kagak ada. Dasar situs pembohong. Aghhh... Kesel rasanya.

Segera aku memutar otak, waktu yang ku punya nggak begitu banyak dan jarak dari Gambir ke Halim juga cukup jauh. Jika naik Transjakarta, bakal ribet nyari rutenya lagi. Jadi pilihan terbaiknya adalah naik motornya abang ojol. Syukurnya orderanku segera diterima si abang ojol.

Brmmm... Brmm...

Akhirnya setengah jam sebelum waktu chek in, nyampe juga di Halim Perdana Kusuma. Sumpah, Gambir ke Halim naik motor itu kerasa banget jauhnya, apalagi ada banyak kemacetan yang dilalui dan juga ada kejadian motor abang ojol hampir disenggol kendaraan lain.

 Ahh.. capek rasanya cuy.
Nyampe juga di Halim Perdana Kusuma

Jumat, 27 Maret 2020

Mengunjungi Museum Perumusan Naskah Proklamasi

Hai sahabat backpacker...

Setelah aku selesai membayangkan tentang peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia di Taman Proklamasi Indonesia, aku pun melanjutkan petualangan di Ibu Kota ini. Tujuanku selanjutnya adalah Museum Perumusan Naskah Proklamasi yang masih berhubungan erat dengan peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Berhubung kagak ada keliatan bus yang lewat dari Taman Proklamasi ini, lagi-lagi pilihanku adalah naik motornya abang ojol untuk mengantarkan ku ke museum tersebut.

“Ayok bang! Let's go.”

Brrmm... Brmmm...

Alamat Museum Perumusan Naskah Proklamasi

Tak begitu jauh dari Taman Proklamasi, palingan cuma sekitar 7 menit doang dari Taman Proklamasi, aku pun sampe di pintu masuk Museum Perumusan Naskah Proklamasi. Museum ini beralamat di Jalan Imam Bonjol, No. 1, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat. Letaknya nggak begitu jauh dari Monas dan Bundaran HI.
Museum Perumusan Naskah Proklamasi
Sejarah Museum Perumusan Naskah Proklamasi

Gedung museum ini pertama kali dibangun pada tahun 1920 dengan gaya arsitektur Eropa dan dikelola oleh PT. Asuransi Jiwasraya. Selanjutnya gedung ini diambil alih oleh Konsulat Inggris pada saat Perang Pasifik dan kemudian dimiliki oleh Jepang ketika mereka menjajah Indonesia dan menjadi rumah tinggal Laksamana Muda Tadashi Maeda. Setelah masa kemerdekaan, gedung ini beralih-alih kepemilikan, seperti Markas Tentara Inggris, dikontrak Konsulat Inggris, kemudian dijadikan perkantoran Perpustakaan Nasional hingga pada tahun 1992 gedung ini dijadikan Museum Perumusan Naskah Proklamasi karena menjadi tempat yang sangat bersejarah bagi kemerdekaan Indonesia.
Gedung Museum Perumusan Naskah Proklamasi

Koleksi Museum dan Sejarah Perumusan Naskah Proklamasi

Tiket masuk ke museum ini cuma Rp. 2000 aja. Murah banget cuy, beli jajanan aja segitu kagak kenyang. Setelah membeli tiket yang super murah dan menitipkan ransel yang mulai terasa berat, aku pun mulai menjelajahi gedung saksi sejarah perumusan naskah proklamasi ini.
Jam buka dan harga tiket masuk museum
Bagian pertamanya adalah ruang Pra-perumusan Naskah Proklamasi. Ruang ini adalah ruang tamu yang digunakan Laksamana Maeda menemui tokoh-tokoh proklamasi dan memberitahukan bahwa Jepang terikat perjanjian atas status quo Indonesia. Oleh karena itu beliau memutuskan untuk tidak ikut campur, dan mengundurkan diri ke dalam kamarnya di lantai atas. Namun tetap mengizinkan kediamannya digunakan untuk membahas kemerdekaan Indonesia.
Ruang Pra-perumusan Naskah Proklamasi
 Di ruangan selanjutnya terdapat patung diorama yang menggambarkan kisah ketika Soekarno, Hatta dan Ahmad Soebardjo menyusun draft naskah proklamasi. Naskah tersebut ditulis tangan oleh Soekarno, sedangkan Hatta dan Ahmad Soebardjo menyumbangkan pikirannya secara lisan.
Soekarno, Hatta dan Ahmad Soebardjo merumuskam naskah proklamasi

Draft naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia
Setelah selesai, naskah tersebut kemudian dibacakan di hadapan tokoh-tokoh yang hadir dan mereka menerima draft naskah tersebut dengan suara bulat. Naskah tersebut kemudian diketik oleh Sayuti Melik di Ruang Pengetikan Naskah Proklamasi dan ditemani oleh B.M Diah.
Pengetikan naskah proklamasi oleh Sayuti Melik ditemani B.M Diah
Setelah itu sempat terjadi perdebatan tentang siapa yang akan menandatangani naskah proklamasi kemerdekaan tersebut. Kemudian Soekarni maju dan memberikan pendapat agar naskah tersebut ditandatangani oleh Soekarno-Hatta dengan atas nama Bangsa Indonesia. Usul ini diterima secara bulat oleh para tokoh yang hadir dengan tepuk tangan.
Ruangan para tokoh menanti naskah proklamasi

Para tokoh yang hadir
 Soekarno dan Hatta pun menandangani naskah proklamasi kemerdekan tersebut di atas piano hitam yang ada di dekat tangga. Dengan demikian, selesailah perumusan naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia yang dirumuskan pada malam menjelang subuh hari tersebut dan keesokan harinya dibacakan di halaman rumah Soekarno, di Jalan Pegangsaan Timur, No. 56 yang sekarang menjadi Taman Proklamasi Indonesia.
Piano di dekat tangga
Selain koleksi tersebut, di dalam museum ini juga masih banyak koleksi lainnya yang masih berhubungan ama kejadian Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Di bagian belakang terdapat perpustakaan kecil dengan koleksi buku-buku sejarah dan museum. Sedangkan di lantai 2 nya terdapat berbagai macam barang koleksi milik tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia. Di sini juga ada salinan teks proklamasi hingga kaset dan piringan hitam yang merekam pembacaan naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Bagian belakang museum

Ada perpustakaan kecil

Kaset rekaman Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Piringan hitam yang merekam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Meski barang-barang  furnitur yang ada di museum ini hanya replika karena gedung museum ini sempat beralih-alih kepemilikan, namun museum ini sangat wajib dikunjungi agar kita tau perjuangan para tokoh kemerdekaan dalam menggapai kemerdekaan Indonesia sehingga kita sebagai generasi selanjutnya bisa menikmati nyamannya hidup di negara yang merdeka.

Merdeka!
Si ganteng yang unyu di Museum Perumusan Naskah Proklamasi