Senin, 23 Maret 2020

Sedihnya di Taman Proklamasi Indonesia

Brmmm.... Brmmm...

Kayak gitulah kira-kira bunyi motor si abang ojol yang kunaiki saat ia membelah jalanan pagi di Ibu Kota Jakarta ini untuk mengantarkanku dari Stasiun Pasar Senen menuju tempat tujuanku. Tak lama, palingan cuma 20 menit, aku pun tiba di tempat tujuanku, yaitu Taman Proklamasi Indonesia, salah satu tempat paling bersejarah bagi kemerdekaan negara Indonesia.
Taman Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Alamat Taman Proklamasi

Taman Proklamasi ini beralamat di Jalan Proklamasi, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat. Nggak jauh-jauh amat dari Monas dan Bundaran HI. Dulunya sih tempat ini beralamat di Jalan Pegangsaan Timur No. 56. Tapi sekarang udah diganti nama jalannya menjadi Jalan Proklamasi.

Sejarah dan Lanskap Taman Proklamasi

Setelah mengucapkan salam dan izin untuk masuk ke dalam taman pada dua bapak-bapak yang ada di dekat pintu masuk taman, aku pun segera menjelajahi taman kecil ini sambil memproyeksikan imajinasiku akan kejadian proklamasi Indonesia pada 17 Agustus 1945 yang lalu.

Monumen Pahlawan Proklamator Soekarno - Hatta

Begitu memasuki taman, yang paling mencolok dan menarik perhatian adalah dua patung perunggu Soekarno dan Mohammad Hatta berukuran besar yang berdiri sejajar di sudut taman. Posisi dua patung tersebut mirip ama posisi di foto ketika naskah proklamasi Indonesia dibacakan. Di antara kedua patung itu ada juga patung naskah proklamasi yang terbuat dari lempengan batu marmer hitam yang isinya mirip ama ketikan naskah proklamasi yang asli.

Patung dua proklamator ini diresmikan pada 17 Agustus 1980 oleh Presiden Soeharto. Di belakang patung ini ada 17 pilar dan yang tertinggi berukuran 8 meter serta di sela-selanya terdapat 45 tonjolan yang berarti 17-8-45. Sedangkan di latar naskah proklamasi terdapat 5 pilar yang melambangkan Pancasila.
Patung tokoh proklamator

Monumen Proklamasi

Patung naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia

Tugu Petir

Tapi sebenarnya posisi dua patung proklamator ini bukan posisi sebenarnya saat kejadian proklamasi tersebut. Karena saat proklamasi dibacakan, Soekarno dan Hatta membacakan naskah proklamasi tersebut dari teras rumah Soekarno. Tapi sekarang rumah itu udah nggak ada lagi sejak tahun 1960, udah dibongkar. Sayang banget sih.

Sekarang di posisi pembacaan naskah proklamasi tersebut dibangun sebuah tugu yang bernama Tugu Petir karena di ujung tugunya ada logo petir. Di badan tugu itu ada plakat logam yang bertuliskan “ Disinilah Dibatjakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada Tanggal 17 Agustus 1945 djam 10.00 pagi oleh Bung Karno dan Bung Hatta”. Tugu ini dibangun pada tahun 1961 dan Soekarno sendiri yang melakukan pencangkulan pertamanya.
Tugu Petir

Plakat logam di Tugu Petir
Di depan tugu ini aku pun sempat mengheningkan cipta, mendoakan arwah para pejuang kemerdekaan dan berterima kasih karena atas perjuangan mereka, aku bisa merasakan nikmatnya hidup di atas negara yang merdeka. Di depan tugu ini juga aku membayangkan detik-detik proklamasi yang terjadi pada 17 Agustus 1945 tersebut. Entah mengapa rasanya cukup merinding juga membayangkan perjuangan mereka untuk menggapai kemerdekaan ini dan kontrasnya perpecahan yang terjadi pada negeri Indonesia tercinta di saat sekarang ini. Ah.. mungkin mereka akan kecewa melihat kita.

Tugu Peringatan Satu Tahun Kemerdekaan

Di taman ini juga ada satu tugu kecil yang berbentuk tugu obelisk. Tugu ini merupakan Tugu Peringatan Satu Tahun Kemerdekaan Indonesia yang dibangun oleh persatuan wanita Indonesia pada tahun 1946. Tugu ini sempat dihancurkan pada masa pemerintahan Soekarno dan dibangun kembali pada tahun 1972 oleh Gubernur Jakarta, Ali Sadikin.
Tugu Peringatan Satu Tahun Kemerdekaan
Selain tugu dan monumen, taman ini juga cukup hijau karena ada banyak pepohonan dan tanaman bunga yang tersebar di seluruh penjuru taman. Jadi cukup asri dan adem di tengah panasnya Kota Jakarta.
Bunga dan pepohonan di Taman Proklamasi
Tapi sebagai salah satu tempat paling bersejarah bagi kemerdekaan Indonesia, tempat ini terasa tidak ada yang spesial. Mungkin karena tempat ini tidak begitu dikenal, bahkan mungkin banyak yang tidak tau akan taman ini.

Selain itu, bangunan sejarah seperti rumah Soekarno juga sudah tidak ada lagi dan posisi patung yang tidak berada di tempat yang sesungguhnya membuat aura sakral kemerdekaan itu terasa begitu redup. Seolah-olah taman ini hanya taman biasa yang dimanfaatkan masyarakat untuk ngadem doang.

Aku jadi teringat saat berkunjung ke Monumen Jose Rizal, di Rizal Park, Manila. Di sana monumennya dijaga 2 tentara setiap harinya, dikelilingi bendera-bendera Filipina dan dan menjadi tempat yang sangat terkenal bahkan menjadi daftar yang wajib dikunjungi saat liburan ke sana sehingga terasa banget aura sejarahnya.

Sungguh miris rasanya melihat perbedaan dengan tempat ini. Sedih juga rasanya. Aku paham sih kalo objek wisata sejarah itu emang nggak menarik, tapi paling tidak untuk sejarah penting seperti sejarah kemerdekaan ini kita harus mengetahuinya.

Ah... Sedih rasanya.
Akhirnya sampe juga di tempat bersejarah ini

24 komentar:

  1. Begitulah mas. Sekarang ini ada kecenderungan masyarakat meninggalkan sejarah (dan tempat bersejarah) serta budaya lokal. Mungkin karena dianggap kuno, tak menarik atau tak penting lagi. Yang ramai dikunjungi dan mendapat antusiasme tinggi selalu hal-hal baru dan bernilai komersial tinggi. Sedih rasanya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya sih mbak, kebanyakan lebih suka ngunjungin tempat-tempat yang bisa naikin follower tapi melupakan akar sejarahnya sendiri.

      Hapus
  2. karna itu juga kata bung karno untuk jas merah ya mas. jangan sekali kali melupakan sejarah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener banget tuh mas, sayangnya masih banyak yang melupakan sejarah.

      Hapus
    2. tapi bersyukur mas, blogger kyak sampean selalu konsisten memberikan edukasi sejarah. keren mas

      Hapus
    3. Nama blognya aja backpack sejarah mas, jadi emang suka ama wisata sejarah mas.

      Hapus
  3. Pembongkaran rumah Soekarno juga atas ijin beliau. Hingga akhirnya sekarang jadi sebuah taman yang dikenal dengan Taman Proklamasi.

    Meskipun bangunan sudah tidak ada, semangat untuk perjuangan bangsa masih tetap ada. Semangat-semangat inilah yang lebih penting untuk diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, mas. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Seharusnya sih gitu mas, tapi ngelihat fenomena di internet, masyarakatnya malah gontok-gontokkan. Bahkan menghadapi virus corona aja mereka gontok-gontokan.

      Hapus
  4. Sekarang memang pemerintah belum memperhatikan tempat bersejarah sebagaimana mestinya, padahal tanpa jasa para pahlawan dahulu, kita tidak akan seperti ini.😑

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mau gimana lagi mas, objek wisata sejarah juga nggak begitu menghasilkan soalnya.

      Hapus
    2. Betul juga, tapi kalo tiketnya di mahalkan nanti takutnya tidak ada yang berkunjung.😂

      Hapus
    3. Gratis aja dikit yang datang Mas, apalagi mahal.

      Hapus
  5. Wah mampir ke sini lagi dan amazing setting fotonya uda disetting agak gedean, bagus mas soalnya dari tab aku pas gitu mata ga kekecilan liat fotonya hehehe

    Ini kalau ga salah yang dekat stasiun senen kan ya, e iya bukan ya, aku udah hampir 5 tahunan ga ke jakarta lagi, hiks, semenjak hijrah tangerang kadang aku suka takjub, jakarta uda banyak berubah, tapi seingatku dulu kalau pulkam naik kereta liwat sini nih pas mau ke stasiunnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ahaha.. iya mbak, sekarang tampilan fotonya udah tumbuh gede, setelah dikasi makan. 😁

      Bener banget mbak, taman ini lokasinya nggak jauh dari Stasiun Senen.

      Wah.. lama banget sampe 5 tahun mbak.

      Hapus
  6. iya ya, sayang sekali tempat pembacaan awal proklamasi sudah tak ada. Kini berubah menjadi tugu petir.
    Generasi selanjutnya kehilangan jejak pastinya.
    Ternyata monomen patung kedua tokoh itu punya makna juga 17 8 45.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mas, sayang banget, tapi itu emang udah keputusan presiden, termasuk presiden Soekarno, jadi susah untuk diubah.

      Semoga generasi selanjutnya nggak kehilangan kisah sejarahnya juga mas.

      Hapus
  7. Tak kira ini dulu dijadiin tempat wisata berbayar gitu. Gratis mas? Kok cuma ngucap salam dan permisi sama petugas jaga aja?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gratis kok mas, karena ini taman terbuka.

      Cukup salam dan permisi aja ama petugasnya, bisa puas deh keliling taman ini.

      Hapus
  8. Nak-nakku... ingat kata Bung Karno... JASMERAH, jangan sekali-sekali meninggalkan sejarah, nak-nakku...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya pak, nggak akan meninggalkan sejarah kok pak.

      Hapus
  9. Aku ikut merinding pas km sempet menundukan atau hening cipta. Perjuangan para pahlawan memang ya. Tp kebanyakan tempat bersejarah macam ini sepi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, tanpa perjuangan mereka, mungkin kita masih ada dalam penjajahan negara lain. Sungguh besar jasa mereka.

      Hapus
  10. Seandainya rumah di Jl. Pegangsaan itu nggak dibongkar tapi dipertahankan dan dirawat sampai sekarang, pasti Taman Proklamasi jadi makin berkesan ya, Mas? Tapi, keberadaan monumen ini juga bisa jadi cerita masa-masa Demokrasi Terpimpin, ketika Bung Karno asyik membangun monumen-monumen dalam Proyek Mercusuar.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah... Itu dia yang aku maksud Mas. Tapi pembongkarannya pun atas izin Soekarno sih.

      Tapi pengennya sih dibangun ulang gitu, replikanya aja nggak apa-apa, terus dijadiin Museum Proklamasi, kan keren tuh.

      Hapus

Terima kasih telah berkunjung, silahkan berkomentar dengan sopan :)