Selasa, 20 Desember 2016

Masjid Azizi Tanjungpura, Masjid Kebanggaan Masyarakat Langkat



Masjid Azizi
Yo Sobat Backpack Sejarah, kali ini masih melanjutkan edisi petualanganku menembus batas Sumatera Utara-Aceh dengan uang kurang dari 100 ribu. Dan kali ini adalah cerita perjalanan pulangku, soalnya udah puas juga jalan-jalan ke Aceh walaupun cuma Aceh Tamiang dan hanya melihat Istana Karang dan Istana Benua Raja, tapi yang penting kan Aceh. Hahahaha...Apalagi tadi juga udah sempat liat-liat cewek Aceh. Hahaha....
Sebenarnya belum puas juga sih, tapi hari udah terlalu siang, bahaya juga kalo aku pulang kemalaman. Apalagi kondisiku kan naik kereta (baca:motor) dan uang di kantong cuma sisa 55 ribu dari 100 ribu yang ku bawa. Jika kemalaman dan terjadi sesuatu di jalan bisa bahaya ntar. So... sebelum magrib target udah harus nyampe ke Medan.
Meski pake target gitu, tapi tetap keamanan yang utama, jadi aku nggak ngebut-ngebut juga. Nikmati aja perjalanannya. Apalagi siang gini pas jam pulang anak sekolah, jadi bisa sekalian cuci mata. Hahahaha.... Sebelum pulang pun aku udah berencana untuk singgah ke beberapa tempat di Kabupaten Langkat dan yang pertama adalah Masjid Azizi.
Cowok ganteng singgah di Masjid Azizi
Lokasi Masjid Azizi
Masjid Azizi ini berada tepat di tepi jalan yang menghubungkan antara Kota Medan dengan  Banda Aceh, tepatnya di Kota Tanjungpura, Kabupaten Langkat. So... aku bisa singgah ke masjid ini saat pergi maupun pulang.

Sejarah Masjid Azizi
Masjid Azizi adalah masjid kebanggaan masyarakat Langkat dan merupakan peninggalan dari Kesultanan Melayu Langkat. Masjid ini dibangun pada tahun 1899 di masa pemerintahan Sultan Haji Musa hingga akhirnya selesai dan diresmikan oleh putranya, Sultan Abdul Aziz Djalil Rachmat Syah pada tanggal 13 Juni 1902. Artinya usia nih masjid udah lebih dari 100 tahun. Wow... tua banget ya.

Dalam pembangunannya, masjid ini menggunakan bahan bangunan yang didatangankan sendiri dari Penang, Malaysia dan Singapura dengan menggunakan kapal ke Tanjungpura. Sedangkan pekerjanya banyak dari etnis Tionghoa dan masyarakat Langkat sendiri. Untuk rancangan masjidnya sendiri ditangani oleh seorang arsitek berkebangsaan Jerman.
arsitekturnya sangat indah
Arsitektur Masjid Azizi
Menurutku arsitektur Masjid Azizi adalah salah satu masjid dengan arsitektur terindah. Bangunannya yang megah dengan warna kuning yang warna khas Melayu Islam dipadukan dengan corak khas arsitektur Timur Tengah yang terlihat pada bagian dalam masjid dan arsitektur khas India yang terlihat dari bangunan fisik kubah dan menaranya.
Karena keindahan arsitekturnya ini, sampai-sampai pembangunan Masjid Zahir di Kedah, Malaysia menjadikan arsitektur Masjid Azizi sebagai rujukannya. #keren..
mimbar masjid
Oh ya, di samping masjid ini juga terdapat makam-makam para raja Langkat dan kerabatnya. Bahkan di sini juga ada makam T. Amir Hamzah, seorang pahlawan nasional Indonesia yang meninggal saat peristiwa revolusi sosial di Sumatera Timur.
Makam keluarga Kerajaan Langkat

Senin, 19 Desember 2016

Pesona Indonesia di Uang Baru NKRI



Yo sobat backpack sejarah, gimana kabar kalian hari ini? semoga baik-baik aja ya, amin... Hari ini aku tidak membahas tentang jejak perjalananku dulu, karena aku ingin membahas sesuatu yang cukup keren. So, untuk cerita lanjutan menembus batas Sumatera Utara-Aceh edisi Masjid Raya Azizi dipending dulu.

Emang apa sih yang ingin dibahas sampe artikel sendiri ditunda?

Jadi gini cuy, tepat hari ini tanggal 19 Desember 2016 pada pukul 09.00 WIB tadi, Pak Presiden Bapak Joko Widodo secara resmi meluncurkan uang NKRI yang baru yang dikeluarkan Bank Indonesia dengan desain yang baru. Peresmiannya tadi juga disiarkan secara live streaming.
Aku memang udah nunggu-nunggu peluncuran uang baru ini sih, soalnya aku penasaran banget ama gambar-gambar pemandangan yang biasanya ada di belakang uang rupiah. Tau sendiri kan, gambar-gambar pemandangan alam Indonesia di uang rupiah itu sangat-sangat cantik dan bikin ngiler. Berfoto di lokasi yang ada di gambar uang rupiah juga bisa bikin aku makin ganteng. Hahaha...
Akhirnya setelah aku dengan sabar menunggu, uang baru tersebut pun diluncurkan tanpa menunggu aku hadir.
“emang lo siapa harus ditunggu-tunggu?” hahaha
Langsung saja, inilah gambar pemandangan di uang baru NKRI

1.      Uang Rp. 1000 dengan Pemandangan Alam Banda Naira.
Banda Naira adalah salah satu pesona dari dari Maluku Tengah, di sini terdapat berbagai objek wisata menarik mulai dari alam bawah lautnya, alam daratannya, pesona sejarah, kearifan budaya dan masih banyak lagi.
2.      Uang Rp. 2000 dengan Pemandangan Alam Ngarai Sianok
Ngarai Sianok adalah pesona dari Sumatera Barat, kita bisa melihat keindahan alamnya dari Kota Bukit Tinggi. Lembah curam ini membentang sepanjang 15 km dan di tengahnya mengalir Sungai Sianok. Cantik banget deh.
3.      Uang Rp. 5000 dengan Pemandangan Alam Gunung Bromo
Gunung Bromo merupakan salah satu gunung api terpopuler di Jawa Timur dan terkenal dengan keindahan sunrisenya yang tiada tara. Di sini juga ada pasir berbisik, bukit teletubbis, kearifan budaya Tengger dan masih banyak lagi deh.
4.      Uang Rp. 10.000 dengan Pemandangan Alam Taman Nasional Wakatobi
Taman Nasional Wakatobi adalah pesona dari Sulawesi Tenggara. Tempat ini terkenal akan pesona bawah lautnya yang sangat mengagumkan dan dianggap sebagai surga nyata bawah laut Indonesia. Amazing.
5.      Uang Rp. 20.000 dengan Pemandangan Alam Derawan
Derawan adalah pesona dari Kalimantan Timur, tempat ini juga terkenal akan pesona bawah lautnya. Selain itu di sini juga ada satu danau air payau yang berisi ubur-ubur tidak menyengat. Keren...
6.      Uang Rp. 50.000 dengan Pemandangan Alam Taman Nasional Komodo
Taman Nasional Komodo adalah pesona dari Nusa Tenggara Timur. Taman ini terkenal dengan hewan naga purbanya yang bernama komodo. Selain itu Taman Nasional Komodo juga memiliki pemandangan alam bawah laut dan daratan yang sangat indah.
7.      Uang Rp. 100.000 dengan Pemandangan Alam Raja Ampat
Raja Ampat adalah pesona dari Papua Barat. Tempat yang menjadi salah satu destinasi impian hampir semua traveler Indonesia ini terkenal dengan gugusan pulau-pulau karangnya yang bersanding dengan birunya lautan. Selain itu pesona bawah lautnya pun sangat mengagumkan.
Jadi gimana cuy? Bikin ngiler kan pesona alam-alam Indonesia di gambar belakang uang baru NKRI? Pastinya ngiler lha, secara alam-alamnya cantik banget gitu. Tapi jujur ada sedikit rasa kesal juga sih soalnya alam Sumatera Utara nggak masuk. Tapi nggak apa-apa deh soalnya jika dilihat dari sisi potitif, ini bisa memacuku untuk lebih mengenalkan dan mempromosikan pesona Sumatera Utara sebagai traveler yang tinggal di Sumatera Utara dan bisa memacuku juga untuk berwisata keluar daerah, ke tempat-tempat yang ada di gambar uang baru NKRI. So... kapan kita berangkat?

Jumat, 16 Desember 2016

Menembus Batas Sumatera Utara-Aceh Part 3 : Istana Benua Raja



Istana Benua Raja

Brmm... Brmmm...
Aku kembali memacu keretaku (baca:motor) setelah tadi singgah di Istana Karang dalam rangka menembus batas Sumatera Utara-Aceh dengan duit kurang dari 100 ribu. Tujuanku selanjutnya adalah mencari makan siang yang murah meriah. Soalnya perut juga udah lumayan keroncongan, apalagi cuaca di Kota Kuala Simpang ini cukup panas. Haaaa.... kekeringan nih badan, lama-lama bisa jadi zombie nih.
Tapi beruntungnya, saat muter-muter nggak jelas menyusuri jalanan Kota Kuala Simpang ini untuk nyari makanan murah, aku malah nggak sengaja melihat plang bertuliskan Istana Benua Raja. Lucky. Urusan perut bisa ditunda deh, soalnya ada istana di depan mata.

Lokasi Istana Benua Raja
Istana Benua Raja ini ternyata berada di Desa Benua Raja, Kecamatan Rantau, Kabupaten Aceh Tamiang dan tidak begitu jauh dari pusat Kota Kuala Simpang. Kira-kira bisa dicapai dalam waktu 10 menit lha dari pusat kota kalo naik kereta, atau bisa 30 menit kalo jalan kaki, itu pun kalo sanggup, panas kotanya ampun cuy.

Arsitektur istana
Arsitektur Istana Benua Raja ini sekilas terlihat tidak jauh berbeda dengan Istana Karang yang tadi pertama ku jumpai. Istana ini arsitekturnya juga terlihat sederhana, khas rumah-rumah peninggalan zaman kolonial Belanda di perkebunan gitu. Jika nggak ada plang nama di depannya, aku nggak bakal nyangka kalo ini adalah sebuah istana, soalnya terlihat sederhana, tanpa kemewahan dan tanpa ada tanda-tanda istana.
Plang Istana Benua Raja
Istana ini memiliki halaman yang cukup luas dengan rumput berwarna hijau. Segar deh melihat hijau rumputnya apalagi di tengah cuaca yang cukup menyengat ini. Di halamannya pun banyak siswa yang bermain dari satu sekolah yang berada di belakang istana ini. Jadi makin segar deh liat siswi-siswi itu, ahahaha... #ingetumurwoy.
Halamannya hijau
 Kondisi Istana
Istana Benua Raja saat ini juga udah ditetapkan sebagai situs/cagar budaya oleh pihak Pemerintah Aceh Tamiang. Kondisi istananya pun sangat terawat dengan baik karena istana ini masih dikelola dan dijadikan sebagai tempat tinggal oleh ahli waris kerajaan. Syukurlah. Istana ini sendiri adalah peninggalan dari Kerajaan Benua Tunu, salah satu kerajaan yang dulu berkuasa di Tanah Aceh Tamiang dan masih memiliki hubungan dengan Kerajaan Karang.
Berhubung hari pun udah siang, aku pun bergerak ke satu rumah makan yang cukup murah, lumayan untuk kondisi kantongku yang tipis ini. Saat makan aku juga sempat bertanya ama pelayannya kalo ke Kota Langsa tenyata cuma 40 menit lagi. Lumayan dekat, tapi karena takutnya pulang kemalaman, aku pilih pulang aja deh.
Sebelum pulang, aku juga menyempatkan diri membeli oleh-oleh. Lumayan juga dapat pisang sale dua bungkus seharga 10 ribu, murah cuy. Rencananya pisang salenya buat dimakan sendiri entar di kost, soalnya mau dibagi-bagi juga adanya dikit. #padahalpelit. Hahahaha.....
So, dengan ini berakhir juga deh petualanganku menembus batas Sumatera utara-Aceh dengan duit kurang dari 100 ribu, dan ternyata emang bisa karena setelah dipotong bensin, makan dan oleh-oleh, masih ada sisa duit 55 ribu di kantong, alhamdulillah.. oh ya, dalam perjalanan pulang aku juga berencana untuk singgah di Masjid Azizi, Langkat. Brmmm... Brmmm... lets go.
Cowok ganteng di depan istana

Kamis, 15 Desember 2016

Menembus Batas Sumatera Utara-Aceh Part 2 : Istana Karang



Istana Karang

Brmmm.... Brmm...
Begitulah ecek-eceknya suara keretaku (baca:motor) yang kupacu setelah puas berpanas-panasan di perbatasan Provinsi Sumatera Utara dengan Provinsi Aceh dalam rangka perjalanan menembus batas Sumatera Utara-Aceh dengan uang kurang dari 100 ribu. Tujuanku selanjutnya adalah kota terdekat di Aceh ini yaitu Kuala Simpang, ibukota dari Kabupaten Aceh Tamiang. di sana aku berencana mengunjungi Istana Karang dan Istana Benua Raja serta ngelihati cewek-cewek Aceh. #tetep
Istana Karang, hm... pasti keren tuh seperti Istana Karang yang ada di Cirebon tuh nih, jadi nggak sabar buat melihatnya, begitulah kira-kira isi pikiranku.
Tapi..... satu putaran. Hm... dua putaran. Haaaaahhh... tiga putaran. Serius, aku malah nyasar di Kota Kuala Simpang dan mutar-mutar nggak jelas. Padahal nih kota nggak begitu besar, tapi bisa-bisanya aku nyasar. Ya ampun... Terpaksa deh pake GPS (gunakan penduduk setempat). Kalo udah nyasar gini, aku cuma ingat dua kalimat aja yaitu “malu bertanya itu jalan-jalan” dan “banyak jalan menuju nyasar”. Hahaha...

Lokasi Istana Karang
Setelah tanya-tanya ama penduduk sekitar, ternyata Istana Karang ini lokasinya berada di Desa Tanjung Karang, Kecamatan Karang Baru, Kabupaten Aceh Tamiang, tepatnya di tepi jalan lintas yang menghubungkan Kota Kuala Simpang dengan Kota Langsa. Dengan segera aku ke sana.

Tapi mana karangnya?
Setelah sempat mutar-mutar nggak jelas, akhirnya ketemu juga Istana Karangnya. Tapi serius deh, nih istana nggak terlihat ada satu pun karang, malah bangunannya terbuat dari beton, malah arsitekturnya pun sederhana dan terlihat seperti rumah biasa. Benar-benar di luar ekspeitasiku bentuk istananya.
Istana Karang tanpa karang
Arsitektur Istana Karang
Meski namanya Istana Karang, tapi istana ini dibangun dari beton dan bangunanya dicat berwarna putih. Bentuk arsitekturnya terlihat seperti rumah-rumah biasanya dengan sentuhan arsitektur khas rumah peninggalan jaman Belanda tanpa ada corak karang maupun Acehnya. Yang menarik dari bangunannya menurutku adalah bagian terasnya yang memiliki tiga buah pintu gerbang. Katanya sih Istana ini dibangun setelah Aceh Tamiang mendapat pengaruh dari kebudayaan Kolonial Belanda, jadi bentuk istananya seperti ini.
Gerbang tiga pintu
Tapi mana karangnya?
Setelah usut punya usut, ternyata nama Istana Karang ini diambil karena istana ini merupakan peninggalan Kerajaan Karang yang dulu berkuasa di Tanah Aceh Tamiang ini. Jadi cuy, di istana ini memang tidak ada satu pun batu karang. Damn!

Kondisi Istana Karang
Walau pun sedikit kecewa karena istananya di luar ekspeitasiku, tapi menurutku istana ini cukup keren meski terlihat sederhana. Yang sayangnya sih kondisi Istana Karang ini tidak terawat, beberapa asbesnya berlobang, keramiknya pun sudah ada yang pecah-pecah dan bagian dalam istana juga terlihat kosong melompong, hanya ada satu foto yang terpajang di sana. Miris sih melihat kondisi tersebut, padahal istana ini sudah dijadikan situs cagar budaya oleh Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Aceh Tamiang. ku pikir tentu lebih asyik jika istana ini dijadikan museum, pastinya lebih bermanfaat.
kondisinya memprihatinkan
Setelah dari sini aku pun melanjutkan perjalanan mencari Istana Benua Raja yang katanya masih di sekitar Kota Kuala Simpang juga dan cewek-cewek Aceh. Soalnya di sekitar Istana Karang ini terlalu sepi, nggak ada cewek Acehnya. Parah! malah yang banyak kotoran lembu yang numpuk di halaman istana hasil dari lembu-lembu nggak beradap di sekitar istana. Ya ampun... masak mau lihat cewek Aceh aja ketemunya taik lembu sih. Sial!
Brmmm... Brmmm...
Cowok ganteng mencari cewek Aceh :D