Kamis, 15 Desember 2016

Menembus Batas Sumatera Utara-Aceh Part 2 : Istana Karang



Istana Karang

Brmmm.... Brmm...
Begitulah ecek-eceknya suara keretaku (baca:motor) yang kupacu setelah puas berpanas-panasan di perbatasan Provinsi Sumatera Utara dengan Provinsi Aceh dalam rangka perjalanan menembus batas Sumatera Utara-Aceh dengan uang kurang dari 100 ribu. Tujuanku selanjutnya adalah kota terdekat di Aceh ini yaitu Kuala Simpang, ibukota dari Kabupaten Aceh Tamiang. di sana aku berencana mengunjungi Istana Karang dan Istana Benua Raja serta ngelihati cewek-cewek Aceh. #tetep
Istana Karang, hm... pasti keren tuh seperti Istana Karang yang ada di Cirebon tuh nih, jadi nggak sabar buat melihatnya, begitulah kira-kira isi pikiranku.
Tapi..... satu putaran. Hm... dua putaran. Haaaaahhh... tiga putaran. Serius, aku malah nyasar di Kota Kuala Simpang dan mutar-mutar nggak jelas. Padahal nih kota nggak begitu besar, tapi bisa-bisanya aku nyasar. Ya ampun... Terpaksa deh pake GPS (gunakan penduduk setempat). Kalo udah nyasar gini, aku cuma ingat dua kalimat aja yaitu “malu bertanya itu jalan-jalan” dan “banyak jalan menuju nyasar”. Hahaha...

Lokasi Istana Karang
Setelah tanya-tanya ama penduduk sekitar, ternyata Istana Karang ini lokasinya berada di Desa Tanjung Karang, Kecamatan Karang Baru, Kabupaten Aceh Tamiang, tepatnya di tepi jalan lintas yang menghubungkan Kota Kuala Simpang dengan Kota Langsa. Dengan segera aku ke sana.

Tapi mana karangnya?
Setelah sempat mutar-mutar nggak jelas, akhirnya ketemu juga Istana Karangnya. Tapi serius deh, nih istana nggak terlihat ada satu pun karang, malah bangunannya terbuat dari beton, malah arsitekturnya pun sederhana dan terlihat seperti rumah biasa. Benar-benar di luar ekspeitasiku bentuk istananya.
Istana Karang tanpa karang
Arsitektur Istana Karang
Meski namanya Istana Karang, tapi istana ini dibangun dari beton dan bangunanya dicat berwarna putih. Bentuk arsitekturnya terlihat seperti rumah-rumah biasanya dengan sentuhan arsitektur khas rumah peninggalan jaman Belanda tanpa ada corak karang maupun Acehnya. Yang menarik dari bangunannya menurutku adalah bagian terasnya yang memiliki tiga buah pintu gerbang. Katanya sih Istana ini dibangun setelah Aceh Tamiang mendapat pengaruh dari kebudayaan Kolonial Belanda, jadi bentuk istananya seperti ini.
Gerbang tiga pintu
Tapi mana karangnya?
Setelah usut punya usut, ternyata nama Istana Karang ini diambil karena istana ini merupakan peninggalan Kerajaan Karang yang dulu berkuasa di Tanah Aceh Tamiang ini. Jadi cuy, di istana ini memang tidak ada satu pun batu karang. Damn!

Kondisi Istana Karang
Walau pun sedikit kecewa karena istananya di luar ekspeitasiku, tapi menurutku istana ini cukup keren meski terlihat sederhana. Yang sayangnya sih kondisi Istana Karang ini tidak terawat, beberapa asbesnya berlobang, keramiknya pun sudah ada yang pecah-pecah dan bagian dalam istana juga terlihat kosong melompong, hanya ada satu foto yang terpajang di sana. Miris sih melihat kondisi tersebut, padahal istana ini sudah dijadikan situs cagar budaya oleh Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Aceh Tamiang. ku pikir tentu lebih asyik jika istana ini dijadikan museum, pastinya lebih bermanfaat.
kondisinya memprihatinkan
Setelah dari sini aku pun melanjutkan perjalanan mencari Istana Benua Raja yang katanya masih di sekitar Kota Kuala Simpang juga dan cewek-cewek Aceh. Soalnya di sekitar Istana Karang ini terlalu sepi, nggak ada cewek Acehnya. Parah! malah yang banyak kotoran lembu yang numpuk di halaman istana hasil dari lembu-lembu nggak beradap di sekitar istana. Ya ampun... masak mau lihat cewek Aceh aja ketemunya taik lembu sih. Sial!
Brmmm... Brmmm...
Cowok ganteng mencari cewek Aceh :D

10 komentar:

  1. Harusnya tempat-tempat seperti ini di Jaga ya.

    Apalagi punya sisi sejarah yg tinggi.

    Sebetulnya sih tempat2 seperti ini perlu dibuat semenarik mungkin, biar yang datang lebih banyak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju banget mas.
      Soalnya istana ini kan salah satu jejak sejarah kabupaten ini.
      Semoga ke depannya bisa lebih baik.

      Hapus
  2. Sayang banget kondisinya kosong seperti itu. Andai dijadikan sebuah museum yang mengangkat masa kejayaan Kerajaan Karang di masa lampau alangkah menariknya. Ditunggu lanjutan cerita perjalanannya menelusuri Sumatera Utara, Rudi. ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mas, harusnya bisa lebih dimanfaatin lagi bangunannya.
      Sayang banget terlantar gitu.

      Hapus
  3. sayang banget bangunanya ga di manfaatin yah mas

    BalasHapus
  4. bagus dan memiliki nilai sejarah yang kuat... Harusnya pemerintah setempat lebih memperhatikan obyek wisata seperti ini ya :D

    BalasHapus
  5. Mungkin pemerintahnya harus lebih memperhatikan dan menjadikan tempat ini menarik untuk wisatawan. Nggak cuma wacana saja. Sangat disayangkan, tapi tetep adalah pengalaman yang berharga, ya kan rud..?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, harusnya bisa lebih dimanfaatin, sayang terbengkalai gitu.

      Iya dong mbak, setiap langkah perjalanan itu kan pengalaman yang berharga. :D

      Hapus

Terima kasih telah berkunjung, silahkan berkomentar dengan sopan :)