Danau Kerinci |
Brrmm...
brmmmm...
Aku
masih ngelanjutin perjalanan touring bareng si Beamoy (BeAT Gemoy) menyusuri Jalan Lintas Barat Sumatera dari Bengkulu menuju kampung halaman
di Sumatera Utara. Setelah sebelumnya melewati gapura perbatasan
Bengkulu–Sumatera Barat, kini Bumi Rafflesia sudah jauh tertinggal di belakang.
Dadaaaaa.....
Menyapa
Bumi Minangkabau
Begitu
memasuki wilayah Sumatera Barat, suasana perjalanan terasa sedikit berbeda.
Jalanan di provinsi ini tidak seberliku di Bengkulu tadi. Aspalnya mulus,
lebar, dan rapi. Si Beamoy pun bisa melaju lebih cepat dengan suara knalpot
yang lembut berpadu dengan angin yang segar khas pegunungan barat Sumatera.
Satu
jam kemudian, aku tiba di Tapan,
sebuah kecamatan yang cukup besar di Kabupaten Pesisir Selatan. Di sini ada sebuah simpang empat. Kalau belok
kanan, jalan akan mengarah ke Kota Padang; kalau ke kiri menuju perkampungan
penduduk; sementara kalau lurus, jalannya akan membawaku ke arah Kerinci, sebuah kabupaten dataran
tinggi di Provinsi Jambi.
Emmmm...
Setelah berpikir sebentar, aku pun memutuskan untuk ambil jalan lurus.
“Kerinci, I’m coming!”
Brrmm...
brmmm...
Menuju
Perbatasan Jambi
Dari
Simpang Tapan, jalan mulai menanjak perlahan. Di sisi kanan jalan, sebuah sungai berbatu dengan air jernih
mengalir mengikuti jalur yang kulalui. Di bawah teriknya matahari siang, air
sungainya terlihat begitu segar—menggoda banget buat nyebur, apalagi di
beberapa titik ada wisata pemandian alami di sepanjang alirannya.
Tak
lama kemudian, aku tiba di perbatasan
Sumatera Barat dan Jambi. Di pinggir jalan berdiri sebuah tugu bertuliskan:
“Selamat Datang di Sepucuk Jambi Sembilan Lurah,
Provinsi Jambi.”
Di
sekitar tugu ini ada beberapa pondok dan warung sederhana, tapi sayangnya siang
itu semuanya tutup. Mungkin karena bukan akhir pekan, jadi suasananya cukup
sepi dan tenang.
![]() |
Gapura batas Sumbar-Jambi |
Setelah
sempat beristirahat sebentar dan mengambil beberapa foto, aku melanjutkan
perjalanan. Dari sini, jalannya makin menanjak dan pemandangannya didominasi hutan-hutan lebat di kanan-kiri jalan.
Ini adalah kawasan Taman Nasional
Kerinci Seblat, salah satu taman nasional terbesar di Indonesia dan juga
habitat harimau Sumatera. Hiiii... syerem!
Sesekali
terlihat air terjun kecil yang
jatuh tepat di tepi jalan—airnya jernih, kayaknya seger juga kalo berenti
sebentar di situ. Suasananya benar-benar sepi; nggak ada rumah penduduk cuy,
kendaraan yang lewat pun bisa dihitung jari. Di sinilah aku ngerasa benar-benar
berkendara sendirian di tengah hutan Sumatera yang megah dan tenang.
Sekitar
satu jam kemudian, akhirnya aku keluar dari kawasan hutan dan dari kejauhan
mulai terlihat Kota Sungai Penuh
yang terhampar di lembah. Yeee......
Brrmm...
brmmm... si Beamoy pun melaju lagi menuruni jalan menuju kota itu.
Kota
Sungai Penuh
Sungai
Penuh adalah kota terbesar kedua di
Provinsi Jambi setelah Kota Jambi. Dulunya kota ini merupakan ibu kota
Kabupaten Kerinci, tapi sejak 2011 statusnya berubah menjadi kota madya,
sedangkan ibu kota Kabupaten Kerinci dipindahin ke Siulak.
Dari
pusat kota, aku lantas mengarahkan si Beamoy ke arah selatan, menuju Museum Kerinci. Katanya, museum ini
menyimpan sejarah panjang masyarakat Kerinci dan berbagai peninggalan
budayanya. Konon, suku Kerinci
merupakan salah satu suku tertua di Pulau Sumatera—bahkan dipercaya punya
hubungan dengan peradaban Melayu kuno.
Tapi
Sayangnya, ketika aku tiba di gerbang museum, pagar dan pintunya tertutup
rapat.
Hiks...
hiks... hiks... sedih banget cuy. Udah jauh-jauh ke sini malah museumnya tutup.
Ini sih salah satu tantangan kalau berkunjung ke museum-museum yang ada daerah—kadang
nggak buka di luar hari libur. Tapi ya sudahlah, travel must go on!
Danau
Kerinci, Permata Dataran Tinggi Jambi
Untungnya,
Museum Kerinci ini lokasinya berada
nggak jauh dari Danau Kerinci,
jadi aku langsung putar stang ke parkiran Danau Kerinci untuk mengobati rasa
kecewa. Begitu tiba, rasa capek langsung hilang. Depan mataku terbentang Danau Kerinci yang begitu luas dan
tenang, seperti cermin raksasa di tengah pegunungan.
Danau
ini berada sekitar 16 km dari Kota
Sungai Penuh, di ketinggian sekitar 783 meter di atas permukaan laut. Airnya jernih, memantulkan
langit yang sedikit berkabut siang itu. Di kejauhan tampak Gunung Raya dan Gunung Kerinci, dua gunung yang
menjadi penjaga alam Kerinci.
Gunung yang menjadi latar danaunya |
Danaunya luas |
Di
tepi danau sudah tertata cukup baik. Ada taman kecil dengan tulisan besar “Danau Kerinci”, beberapa gazebo untuk bersantai, dan sebuah menara pandang tempat pengunjung bisa
menikmati panorama danau dari ketinggian. Dari atas menara, terlihat perahu
nelayan kecil bergerak perlahan di permukaan air, sementara beberapa pengunjung
sibuk berfoto di pinggir dermaga.
Danau Kerinci |
Ada gazebo di pinggir danaunya |
Gazebo dan menara pandang |
Mau nyoba menyusuri danau pake perahu juga bisa |
Buat
wisatawan, tersedia juga perahu sewaan
untuk mengelilingi danau. Tapi karena aku sendirian, aku urung
mencobanya—lumayan juga biayanya kalau nggak ramean. Jadi aku memilih duduk
santai di gazebo, menikmati semilir angin dan suara riak air yang menenangkan.
Di
sekeliling danau, banyak kebun sayur
dan sawah milik warga. Katanya, air dari Danau Kerinci ini jadi sumber
utama irigasi untuk pertanian di sekitarnya. Sambil menikmati pemandangan itu,
aku merasa perjalanan panjang dari Bengkulu benar-benar terbayar. Semua rasa
lelah, panas, dan kesepian di jalan sirna begitu saja.
Setelah
puas menikmati keindahan Danau Kerinci, aku pun kembali menyalakan si Beamoy
dan meluncur pelan ke arah Kota Sungai
Penuh. Hari mulai sore, dan rencanaku malam ini ingin mencari penginapan
di sekitar Gunung Kerinci, untuk
melanjutkan petualangan esok hari.
Brrmm...
brmmm...
Perjalanan masih panjang, dan kisah ini belum selesai.
Si ganteng yang unyu di Danau Kerinci |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung, silahkan berkomentar dengan sopan :)