Selasa, 14 Oktober 2025

Touring Bengkulu – Asahan (Bagian 2): Menyusuri Jalur Tapan hingga Danau Kerinci

Danau Kerinci

Brrmm... brmmmm...

Aku masih ngelanjutin perjalanan touring bareng si Beamoy (BeAT Gemoy) menyusuri Jalan Lintas Barat Sumatera dari Bengkulu menuju kampung halaman di Sumatera Utara. Setelah sebelumnya melewati gapura perbatasan Bengkulu–Sumatera Barat, kini Bumi Rafflesia sudah jauh tertinggal di belakang. Dadaaaaa.....

Menyapa Bumi Minangkabau

Begitu memasuki wilayah Sumatera Barat, suasana perjalanan terasa sedikit berbeda. Jalanan di provinsi ini tidak seberliku di Bengkulu tadi. Aspalnya mulus, lebar, dan rapi. Si Beamoy pun bisa melaju lebih cepat dengan suara knalpot yang lembut berpadu dengan angin yang segar khas pegunungan barat Sumatera.

Satu jam kemudian, aku tiba di Tapan, sebuah kecamatan yang cukup besar di Kabupaten Pesisir Selatan. Di sini ada sebuah simpang empat. Kalau belok kanan, jalan akan mengarah ke Kota Padang; kalau ke kiri menuju perkampungan penduduk; sementara kalau lurus, jalannya akan membawaku ke arah Kerinci, sebuah kabupaten dataran tinggi di Provinsi Jambi.

Emmmm... Setelah berpikir sebentar, aku pun memutuskan untuk ambil jalan lurus. “Kerinci, I’m coming!”

Brrmm... brmmm...

Menuju Perbatasan Jambi

Dari Simpang Tapan, jalan mulai menanjak perlahan. Di sisi kanan jalan, sebuah sungai berbatu dengan air jernih mengalir mengikuti jalur yang kulalui. Di bawah teriknya matahari siang, air sungainya terlihat begitu segar—menggoda banget buat nyebur, apalagi di beberapa titik ada wisata pemandian alami di sepanjang alirannya.

Tak lama kemudian, aku tiba di perbatasan Sumatera Barat dan Jambi. Di pinggir jalan berdiri sebuah tugu bertuliskan:

“Selamat Datang di Sepucuk Jambi Sembilan Lurah, Provinsi Jambi.”

Di sekitar tugu ini ada beberapa pondok dan warung sederhana, tapi sayangnya siang itu semuanya tutup. Mungkin karena bukan akhir pekan, jadi suasananya cukup sepi dan tenang. 

Gapura batas Sumbar-Jambi

Setelah sempat beristirahat sebentar dan mengambil beberapa foto, aku melanjutkan perjalanan. Dari sini, jalannya makin menanjak dan pemandangannya didominasi hutan-hutan lebat di kanan-kiri jalan. Ini adalah kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat, salah satu taman nasional terbesar di Indonesia dan juga habitat harimau Sumatera. Hiiii... syerem!

Sesekali terlihat air terjun kecil yang jatuh tepat di tepi jalan—airnya jernih, kayaknya seger juga kalo berenti sebentar di situ. Suasananya benar-benar sepi; nggak ada rumah penduduk cuy, kendaraan yang lewat pun bisa dihitung jari. Di sinilah aku ngerasa benar-benar berkendara sendirian di tengah hutan Sumatera yang megah dan tenang.

Sekitar satu jam kemudian, akhirnya aku keluar dari kawasan hutan dan dari kejauhan mulai terlihat Kota Sungai Penuh yang terhampar di lembah. Yeee......

Brrmm... brmmm... si Beamoy pun melaju lagi menuruni jalan menuju kota itu.

Kota Sungai Penuh

Sungai Penuh adalah kota terbesar kedua di Provinsi Jambi setelah Kota Jambi. Dulunya kota ini merupakan ibu kota Kabupaten Kerinci, tapi sejak 2011 statusnya berubah menjadi kota madya, sedangkan ibu kota Kabupaten Kerinci dipindahin ke Siulak.

Dari pusat kota, aku lantas mengarahkan si Beamoy ke arah selatan, menuju Museum Kerinci. Katanya, museum ini menyimpan sejarah panjang masyarakat Kerinci dan berbagai peninggalan budayanya. Konon, suku Kerinci merupakan salah satu suku tertua di Pulau Sumatera—bahkan dipercaya punya hubungan dengan peradaban Melayu kuno.

Tapi Sayangnya, ketika aku tiba di gerbang museum, pagar dan pintunya tertutup rapat.

Hiks... hiks... hiks... sedih banget cuy. Udah jauh-jauh ke sini malah museumnya tutup. Ini sih salah satu tantangan kalau berkunjung ke museum-museum yang ada daerah—kadang nggak buka di luar hari libur. Tapi ya sudahlah, travel must go on!

Danau Kerinci, Permata Dataran Tinggi Jambi

Untungnya, Museum Kerinci ini lokasinya berada nggak jauh dari Danau Kerinci, jadi aku langsung putar stang ke parkiran Danau Kerinci untuk mengobati rasa kecewa. Begitu tiba, rasa capek langsung hilang. Depan mataku terbentang Danau Kerinci yang begitu luas dan tenang, seperti cermin raksasa di tengah pegunungan.

Danau ini berada sekitar 16 km dari Kota Sungai Penuh, di ketinggian sekitar 783 meter di atas permukaan laut. Airnya jernih, memantulkan langit yang sedikit berkabut siang itu. Di kejauhan tampak Gunung Raya dan Gunung Kerinci, dua gunung yang menjadi penjaga alam Kerinci. 

Gunung yang menjadi latar danaunya
Danaunya luas

Di tepi danau sudah tertata cukup baik. Ada taman kecil dengan tulisan besar “Danau Kerinci, beberapa gazebo untuk bersantai, dan sebuah menara pandang tempat pengunjung bisa menikmati panorama danau dari ketinggian. Dari atas menara, terlihat perahu nelayan kecil bergerak perlahan di permukaan air, sementara beberapa pengunjung sibuk berfoto di pinggir dermaga. 

Danau Kerinci
Ada gazebo di pinggir danaunya
Gazebo dan menara pandang
Mau nyoba menyusuri danau pake perahu juga bisa

Buat wisatawan, tersedia juga perahu sewaan untuk mengelilingi danau. Tapi karena aku sendirian, aku urung mencobanya—lumayan juga biayanya kalau nggak ramean. Jadi aku memilih duduk santai di gazebo, menikmati semilir angin dan suara riak air yang menenangkan.

Di sekeliling danau, banyak kebun sayur dan sawah milik warga. Katanya, air dari Danau Kerinci ini jadi sumber utama irigasi untuk pertanian di sekitarnya. Sambil menikmati pemandangan itu, aku merasa perjalanan panjang dari Bengkulu benar-benar terbayar. Semua rasa lelah, panas, dan kesepian di jalan sirna begitu saja.

Setelah puas menikmati keindahan Danau Kerinci, aku pun kembali menyalakan si Beamoy dan meluncur pelan ke arah Kota Sungai Penuh. Hari mulai sore, dan rencanaku malam ini ingin mencari penginapan di sekitar Gunung Kerinci, untuk melanjutkan petualangan esok hari.

Brrmm... brmmm...
Perjalanan masih panjang, dan kisah ini belum selesai. 

Si ganteng yang unyu di Danau Kerinci

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah berkunjung, silahkan berkomentar dengan sopan :)