Tampilkan postingan dengan label Budaya. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Budaya. Tampilkan semua postingan

Rabu, 05 November 2025

Touring Part 6: Istano Basa Pagaruyung, Jejak Kerajaan Minangkabau

Istano Basa Pagaruyung

Brrmm... brmmm...

Setelah puas menikmati indahnya alam DanauSingkarak, aku kembali menarik gas Beamoy, si motor kesayanganku, untuk melanjutkan perjalanan touring. Dari tepi danau ini, ada dua pilihan jalan — kalau lurus ke arah Kota Bukittinggi, tapi kalau belok ke kanan, jalan itu akan membawaku menuju Batusangkar.

Emmmm.....

Setelah berpikir sebentar, akhirnya kupilih jalur kanan. Gas kuy ke Batusangkar! Brmmm... brmmm...

Menuju Batusangkar

Jalanan mulai menanjak, berkelok-kelok lembut di antara perbukitan. Di kiri-kanan, pepohonan rindang membentuk lorong hijau yang seolah menyambut setiap putaran roda motorku. Udara siang itu terasa segar, lembab khas pegunungan. Sesekali, sinar matahari menembus sela-sela dedaunan dan memantul di kaca spion — membuat suasana perjalanan makin syahdu.

Tak sampai satu jam, akhirnya aku tiba di Kota Batusangkar, ibukota Kabupaten Tanah Datar. Kotanya nyaman, tidak terlalu ramai tapi hidup. Banyak bangunan yang masih mempertahankan arsitektur khas rumah gadang — atapnya menjulang seperti tanduk kerbau, menandakan kuatnya budaya Minangkabau di setiap sudut kota ini.

Istano Basa Pagaruyung

Dari pusat kota, aku melanjutkan perjalanan menuju Istano Basa Pagaruyung, ikon sejarah sekaligus kebanggaan masyarakat Minangkabau. Lokasinya berada di Nagari Pagaruyung, Kecamatan Tanjung Emas, Kabupaten Tanah Datar, sekitar 5 kilometer dari kota Batusangkar. Berada tepat di pinggir jalan utama, istana ini mudah ditemukan — apalagi dengan latar belakang bukit dan tulisan besar “Pagaruyung” yang tampak megah dari kejauhan.

Istano Basa Pagaruyung yang berdiri sekarang adalah replika dari istana asli Kerajaan Pagaruyung, yang dahulu sempat hancur karena kebakaran. Replika ini dibangun kembali dengan tetap menjaga keaslian arsitektur tradisional Minangkabau.

Bangunannya berdiri gagah — tiga tingkat, berdinding kayu, dipenuhi ukiran bermotif khas Minangkabau, dengan atap ijuk hitam menjulang berbentuk gonjong (tanduk kerbau). Dari depan saja sudah terasa aura megah dan sakralnya, seolah membawa kita mundur ke masa kejayaan kerajaan Minangkabau. 

Arsitektur bangunannya sangat indah
Terdapat banyak ukiran khas Minangkabau

Menjelajahi Bagian Dalam

Setelah membeli tiket seharga Rp20.000, aku pun melangkah masuk ke dalam istano. Saat pertama kali menginjakkan kaki di lantai kayu yang mengilap, aku langsung terpesona oleh suasananya — hangat, wangi kayu, dan terasa penuh sejarah.

Bagian dalam kini difungsikan sebagai museum budaya Minangkabau. Di ruang pertama, aku disambut deretan keramik kuno yang tersusun rapi. Di sisi lain, ada pajangan kain yang beragam. Salah satunya adalah kain sulaiman benang emas yang berkilau keemasan. 

Koleksi keramik
Koleksi kain

Naik ke lantai dua, yang disebut Anjungan Paranginan, dulunya menjadi tempat tinggal para putri raja yang belum menikah. Di sini aku menemukan koleksi benda-benda bersejarah seperti kapak batu, alat musik tradisional, hingga peralatan upacara adat

Anjungan Paranginan

berbagai koleksi di dalam Istano Basa Pagaruyung

Sementara di lantai tiga, yang disebut Ruang Mahligai, tersimpan berbagai perhiasan dan alat kebesaran raja — termasuk mahkota kerajaan yang dulu menjadi simbol kekuasaan. Dari lantai ini aku menatap keluar jendela, terlihat pemandangan menakjubkan: di belakang istana berdiri Bukit Bungsu dengan tulisan “Pagaruyung”, dan di depan terbentang kota Batusangkar yang dikelilingi barisan perbukitan hijau. 

Ruang Mahligai
Pemandangan halaman istano
Pemandangan dari lantai tiga istano
Pemandangan di belakang istano

Setelah puas berkeliling dan menikmati setiap detail sejarah yang tersimpan di dalam istano, aku pun kembali ke halaman depan. Angin sore berhembus lembut, membuat bendera umbul-umbul berwarna hitam, merah dan kuning – warna khas Minangkabau di halaman istana berkibar pelan.

Aku menyalakan Beamoy lagi. Brmmm... brmmm...

Waktunya melanjutkan perjalanan berikutnya — meninggalkan jejak roda di tanah yang dulu pernah menjadi pusat kebesaran Kerajaan Minangkabau.

Info Singkat Istano Basa Pagaruyung

📍 Lokasi: Nagari Pagaruyung, Kecamatan Tanjung Emas, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat

🕒 Jam buka: Setiap hari, pukul 08.00 – 17.00 WIB

🎟Harga tiket: Rp20.000/orang

🏛Daya tarik utama: Arsitektur rumah gadang bertingkat tiga, museum sejarah dan budaya Minangkabau, pakaian adat, serta panorama Bukit Pagaruyung.

🚗 Akses: Sekitar 15 menit dari pusat Kota Batusangkar, bisa dijangkau dengan kendaraan pribadi atau transportasi umum lokal.

Backpacker ganteng dan imut di depan Istano Basa Pagaruyung

Minggu, 27 November 2022

Mengenal Sejarah Bandung dan Jawa Barat di Museum Sri Baduga


Museum Sri Baduga Bandung
Museum Provinsi Jawa Barat Sri Baduga

Allooo....

Selamat pagi Kota Bandung!

Brrrr..... Ternyata Kota Bandung di pagi hari dingin juga ya. Meski banyak yang bilang kalo sekarang Kota Bandung itu udah nggak dingin lagi, tapi buat orang pesisir kayak aku, Bandung di pagi hari tetap aja kerasa dingin. Brrrr....

Pagi yang cerah ini kuawali dengan sarapan Soto Bandung yang gerobaknya mangkal di depan Tap Hotel Bandung.

Satu lagi kejutan kuliner yang kujumpai ketika di Bandung selain teh tawar gratis pengganti air putih dan bubur kacang hijau rasa bandrek. Yaitu, Soto dan nasinya berada dalam satu mangkok. Jadi, yupz! Nasinya tenggelam di dalam soto. Untuk rasa, cukup oke sih menurutku, porsinya juga pas untuk sarapan. Mantap juga.

Selesai sarapan, aku kemudian berjalan santai menyusuri Jalan Otto Iskandar Dinata. Pagi-pagi begini, banyak pedagang yang menggelar dagangannya di pinggir jalan. Kebanyakan yang dijual barang antik dan unik.

Aku meneruskan langkah karena tujuanku pagi ini adalah Museum Sri Baduga Kota Bandung. 

Museum Sri Baduga Bandung
Museum Sri Baduga

Alamat Museum Sri Baduga

Museum Sri Baduga beralamat di Jalan BKR, no. 185, Kecamatan Astanaanyar, Kota Bandung, Jawa Barat. Museum ini letaknya deket banget ama Lapangan Tegallela yang ada monumen Bandung Lautan Apinya. Dan karena museum ini terletak di kawasan kota, jadi banyak kendaraan umum yang melewatinya. Mudah banget deh buat ngunjungi museum ini.

Harga Tiket Museum Sri Baduga

Tiket masuk ke Museum Sri Baduga cuma Rp. 3000 aja perorang dewasa dan Rp. 2000 perorang anak-anak. Seperti biasa harga tiket museum di Indonesia emang murah meriah muntah. Udah murah, bisa dapat banyak ilmu pengetahuan. Mantul banget. 

Museum Sri Baduga Bandung
Tiket masuk Museum Sri Baduga

Tapi ketika aku nyampe di museum ini, ternyata museumnya belum dibuka, masih dibersihin ama petugas museumnya.

Sambil menunggu museumnya dibuka, aku ngobrol santai bareng penjaga museum.

“Dari mana atuh A’?” tanya bapak penjaga museum.

“Dari Medan atuh Kang.”

“jauh pisan. Sendiri aja A’?

“iya Kang, sendiri aja, masih single. Hehe...

“Dicari atuh Kang, di Bandung ceweknya geulis-geulis.” Kata si bapak sambil tersenyum.

“Ahahaha... Doain aja Kang, mana tau jodohnya cewek Bandung.” Jawabku sedikit bercanda.

“Aamiin...”

Sejarah Museum Sri Baduga

Sambil ngobrol santai, si bapak juga nyeritain tentang sejarah Museum Sri Baduga. Menurut Bapak penjaga museum, Museum Sri Baduga didirikan pada tahun 1974 dan diresmikan pada tahun 1980 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, Dr Daud Yusuf dengan nama Museum Negeri Provinsi Jawa Barat. Lalu pada tahun 1990, museum ini diganti namanya menjadi Museum Negeri Provinsi Jawa Barat Sri Baduga. 

Museum Sri Baduga Bandung
Plakat peresmian museum

Sri Baduga Maharaja adalah gelar dari Prabu Siliwangi, penguasa Kerajaan Sunda-Kerajaan Galuh. Salah satu kerajaan terbesar di Jawa Barat. Prabu Siliwangi dikenal sebagai raja termasyhur di Pakuan Pajajaran dan sampai saat ini menjadi salah satu figur paling terkenal dari Tanah Jawa Barat.

Koleksi Museum Sri Baduga

Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya Museum Sri Baduga dibuka juga. Aku pun segera masuk ke dalam museumnya. Di bagian depan terdapat display tulisan tentang sejarah museum, jenis dan jumlah koleksinya hingga misi didirikannya Museum Sri Baduga.

Selanjutnya terdapat display sejarah Kerajaan Sunda-Galuh yang berasal dari berbagai sumber, lukisan ilustrasi Prabu Siliwangi dan beberapa batu prasasti yang berisi catatan sejarah Kerajaan Sunda-Galuh. 

Museum Sri Baduga Bandung
Batu prasasti dan sejarah Jawa Barat
Museum Sri Baduga Bandung
Lukisan Prabu Siliwangi

Di sisi satunya, terdapat banner yang berisi informasi tentang sejarah terjadinya daratan Jawa Barat. Jadi dulunya beberapa daerah di Jawa Barat adalah lautan dangkal, yang dibuktikan dengan ditemukannya batuan karang di beberapa daerah di Jawa Barat.

Selain itu, Kota Bandung juga dulunya adalah sebuah Danau Purba. Dulunya danau ini terbentuk akibat letusan Gunung Sunda Purba yang membuat tanahnya menurun dan menutup aliran sungai. Akumulasi air sungai membentuk sebuah danau purba sekitar 125.000 tahun yang lalu. Peristiwa erosi dan letusan Gunung Tangkuban Perahu membuat pendangkalan pada dasar Danau Bandung Purba dan akhirnya danaunya pun mengering dan terbentuklah dataran Bandung saat ini. Selanjutnya ada juga fosil-fosil dari beberapa hewan seperti kerbau purba dan berbagai moluska alias kerang-kerangan seperti fosil rumah keong, siput hingga fosil bunga karang. 

Museum Sri Baduga Bandung
Diorama Danau Bandung Purba
Museum Sri Baduga Bandung
Sejarah Danau Purba Bandung
Museum Sri Baduga Bandung
Fosil moluska
Museum Sri Baduga Bandung
Fosil hewan purba Jawa Barat

Aku kemudian memasuki sebuah ruangan luas, di pinggirnya berjejer koleksi arca dan patung batu peninggalan dari kepercayaan animisme, dinamisme hingga peninggalan dari agama Hindu dan Budha di bumi Jawa Barat. Di sisi satunya terdapat diorama gua tempat tinggal manusia purba. Di sisinya ada berbagai koleksi replika fosil tengkorak hingga tempayan kubur, salah satu jenis kuburan di masa lalu lengkap dengan tulang belulangnya. Di bagian lainnya juga ada miniatur punden berundak serta berbagai koleksi dan informasi tentang aliran kepercayaan masyarakat di masa lalu. 

Museum Sri Baduga Bandung
berbagai arca
Museum Sri Baduga Bandung
Diorama gua manusia purba
Museum Sri Baduga Bandung
Tempayan kubur

Selanjutnya aku memasuki ruangan yang berisi berbagai peninggalan kebudayaan masyarakat Jawa Barat. Di ruangan ini terdapat naskah kuno berisi tulisan sunda, miniatur rumah adat, pakaian adat, hingga berbagai peralatan hidup masyarakatnya. 

Museum Sri Baduga Bandung
Pakaian adat
Museum Sri Baduga Bandung
Koleksi peralatan hidup masyarakat
Museum Sri Baduga Bandung
Ngabagea Sumping Asih
Museum Sri Baduga Bandung
Perangkat alat musik gamelan

Di ruang selanjutnya ada sejarah tentang Islam dan kerajaannya. Lalu sejarah masa kolonial dan perjuangan. Di sini juga ada berbagai koleksi mata uang yang digunakan masyarakat untuk bertransaksi. Selain itu masih terdapat banyak banget koleksi-koleksi lainnya yang berhubungan dengan sejarah, sosial, budaya Jawa Barat. Di bagian akhir, terdapat pula berbagai macam jenis permainan tradisional. Ngelihat itu jadi bernostalgia juga uy. 

Museum Sri Baduga Bandung
Berbagai koleksi Museum Sri Baduga Kota Bandung
Museum Sri Baduga Bandung
Koleksi mainan tradisional

Setelah puas menjelajahi setiap sudut bagian museum Sri Baduga dan berbagai koleksinya, aku pun keluar dari museum untuk menuju destinasi wisata Kota Bandung selanjutnya. 

Museum Sri Baduga Bandung
Siganteng dan Unyu di depan museum

To be continued.....

Kamis, 20 Januari 2022

Bagian Dalam Rumah Limas Di Museum Balaputera Dewa Palembang

Rumah Limas Palembang
Rumah Limas Palembang

            Hai sahabat backpacker, gimana kabarnya? Semoga sehat-sehat aja ya. Aamiin...

Berhubung kemarin banyak yang protes karena aku nggak masuk ke dalam Rumah Adat Limas yang ada di Museum Balaputera Dewa, Palembang. Jadi aku ke sini lagi untuk masuk ke dalam rumah adat tersebut.

Ya nggak lah! Acem betul aja gara-gara itu aku balik lagi ke Palembang.

Jadi beberapa hari yang lalu kami dikabari oleh Balai Diklat Keagamaan Palembang bahwa sertifikat latsar yang kami ikuti di bulan Oktober udah keluar, jadi harus diambil langsung ke sana. Busyet! Kukira bakal dikirimin ke Bengkulu.

Atas dasar penghematan biaya, jadi dari Provinsi Bengkulu yang ada 68 orang CPNS , diwakili 4 orang yang berangkat ke sana dan aku salah satunya. Sebenarnya aku nggak mau berangkat sih, soalnya lagi nggak enak perut. Tapi karena teman-teman yang lain nggak ada yang mau, ya udah deh. Toh gratis. Muhehehehehe.....

Setelah urusan sertifikat tersebut selesai, maka esoknya sebelum bus travel yang membawa kami kembali ke Bengkulu menjemput, aku menyempatkan untuk jalan-jalan sejenak di Kota Pempek ini. Dan tujuanku adalah, Rumah Adat Limas Palembang

Rumah Limas Palembang
Pernah menghiasi uang Rp. 10.000

Alamat Rumah Adat Limas

Rumah adat Limas berada di dalam komplek Museum Balaputera Dewa yang beralamat di Jalan Srijaya, No. 1, Rw 5, Srijaya, Kecamatan Alang-Alang Lebar, Kota Palembang. Museum ini letaknya masih ada di sekitar pusat kota Palembang, bahkan museum ini juga nggak jauh dari Stasiun LRT RSUD Prov Sumsel. Jadi mudah banget deh kalo mau ke museum ini.

Sejarah Rumah Adat Limas

Konon Rumah Adat Limas ini sudah berdiri sejak tahun 1830, pada zaman Kesultanan Palembang dan merupakan peninggalan Pangeran Arab yang bernama Syarif Abdurrachman Alhabsi dan Syarif Ali. Rumahnya pun masih berdiri kokoh karena dibangun dari bahan kayu tembesu dan ulin yang terkenal kuat dan tahan air.

Dulunya rumah ini berada di tepian sungai Musi yang merupakan pusat pemerintahan Kesultanan Palembang dan sekarang dipindahkan ke belakang Museum Balaputera Dewa.

Isi Rumah Adat Limas

Setelah membayar tiket masuknya yang seharga Rp. 2000 aja, aku segera ke bagian belakang museum, langsung ke Rumah Adat Limasnya.

 Bagian pertama adalah Pagar Tenggalangong yang merupakan tempat bersantai. Pagarnya bernama Lawang Kipas dan bisa dibuka sehingga bisa menjadi teras dan biasanya digunakan sebagai tempat hajatan. 

Rumah Limas Palembang
Pagar Tenggalangong
Rumah Limas Palembang
Dari pagar Rumah Limas

Kemudian di depannya ada sebuah ruangan yang dilengkapi berbagai perabotan seperti lemari kayu, meja dan kursi hingga ada yang mirip dengan singgasana. Kemudian juga ada beberapa koleksi unik seperti tengkorak kepala rusa, piano tua, lampu minyak dan lemari kaca yang berisi berbagai keramik dan guci. 

Rumah Limas Palembang
Bagian dalam Rumah Limas
Rumah Limas Palembang
Lemari kayu
Rumah Limas Palembang
Kursi dan meja
Rumah Limas Palembang
Kayaknya lampu minyak sih
Rumah Limas Palembang
Tengkorak rusa
Rumah Limas Palembang
Piano tua
Rumah Limas Palembang
Guci dan keramik

Beranjak kebagian dalam ada dua kamar yang dulu dijaga pengawal khusus karena merupakan kamar pengantin dan kamar tamu kehormatan. Di dalamnya ada tempat tidur dan perabotan kamar. Selanjutnya ada ruangan untuk menerima tamu kehormatan. Di bagian belakang ada ruang kerja yang biasanya digunakan sebagai dapur dan tempat menenun bagi anak perempuan pemilik rumah. Terakhir ada ruangan sesimbur pengantin yaitu tempat mandi pengantin. 

Rumah Limas Palembang
Tempat menerima tamu
Rumah Limas Palembang
Kamar pengantin atau kamar tamu kehormatan 
Rumah Limas Palembang
Peralatan tenun

Setelah itu ada jembatan penghubung dengan rumah satunya, namun rumah satunya ini lebih berfungsi seperti gudang, tempat menyimpan berbagai peralatan dan koleksi lainnya. 

Rumah Limas Palembang
Jembatan penghubung
Rumah Limas Palembang
Ukiran khas

Puas menjelajahi isi dalam Rumah Limas, aku kembali beranjak ke depan rumah dan saatnya berfoto dengan latar Rumah Adat Limas bareng uang Rp. 10.000 emisi tahun 2004 yang bergambar rumah ini.

Oh ya, berhubung aku nggak bawa uangnya, jadi aku minjem uang Rp. 10.000 milik museum ini yang sudah dilaminating. Dan syarat peminjamannya cuma meninggalkan KTP.

Cekrek.. cekrek.. cekrek.. hmm... mantap juga ya. :D

Rumah Limas Palembang
Berfoto di depan Rumah Limas

Senin, 13 Desember 2021

Rumah Adat Limas di Museum Balaputera Dewa, Palembang, Sumatera Selatan

Rumah Adat Limas
Rumah Adat Limas, Palembang Sumatera Selatan

Tap.. tap.. tap.. tap..

Aku berjalan santai keluar dari Museum Balaputera Dewa Sumatera Selatan. Tapi rasanya ada yang kurang, cuma apa ya???? Hmmm?????

Begitu nyampe di halaman museum, baru deh keinget kalo di museum ini ada Rumah Adat Limas yang pernah nongol di uang Rp. 10.000 emisi tahun 2004. Owalah.... buru-buru aku masuk kembali ke dalam museum. Padahal tadi udah pamit ama penjaga museumnya. Wkwkwkwkwk...

“Mbak, rumah adatnya sebelah mana ya? Kok tadi kagak kelihatan?” tanyaku pada mbak-mbak manis penjaga tiket masuk museum.

“Oh, ada di sebelah belakang Mas. Dari sini lurus aja, ntar belok kiri, ikuti aja jalannya sampe ke belakang. Di sini juga sedia peminjaman uang Rp. 10.000nya Mas kalo mau foto bareng uangnya.” Jawab si mbak sambil nunjukin uang Rp. 10.000 yang dilaminating.

“Makasih infonya Mbak. Uangnya saya bawa kok kalo untuk foto ama uangnya.” Jawabku.

Kalo fotonya ama Mbak gimana?” kata-kata ini cuma kuucapin dalam hati. wkwkwkwk

Setelah itu aku bergegas kembali masuk ke dalam museum, menelusuri lorong-lorong panjang yang membawaku ke sisi belakang museum. Di sana berdiri kokoh rumah adat limas yang pernah menghiasi uang Rp. 10.000 tersebut.

Alamat Rumah Adat Limas

Rumah Limas terletak di dalam komplek Museum Balaputera Dewa yang beralamat di Jalan Srijaya, No. 1, Rw 5, Srijaya, Kecamatan Alang-Alang Lebar, Kota Palembang. Museum ini letaknya masih ada di sekitar pusat kota Palembang, bahkan museum ini juga nggak jauh dari Stasiun LRT RSUD Prov Sumsel. Jadi mudah banget deh kalo mau ke museum ini.

Rumah Adat Limas
Museum Balaputera Dewa

Sejarah Rumah Adat Limas

Rumah Limas adalah rumah adat alias rumah tradisional Sumatera Selatan. Dinamakan Rumah Limas karena rumah ini memiliki atap yang berbentuk seperti limas. Umumnya rumah limas didirikan di tepi sungai untuk memudahkan kegiatan sehari-hari seperti mencuci pakaian, atau perabotan dapur.

Arsitektur Rumah Adat Limas

Rumah Limas dibangun dengan gaya rumah panggung dan dihiasi berbagai ukiran khas Palembang yang dipasang pada tingkat dan kusen. Arsitektur Rumah Limas juga memiliki filosofi tersendiri. Bangunannya terdiri dari lima tingkat dan tiap tingkat memiliki makna dan fungsi yang berbeda-beda.

Sayangnya saat aku ngunjungi rumah adat ini sedang ada kegiatan dari satu kampus sehingga aku nggak bisa mengeksplore lebih jauh lagi tentang rumah adat ini. Tapi cukup lah untuk mengobati rasa penasaranku akan bentuk asli rumah adat yang pernah mampang di uang Rp. 10.000 tersebut.

Saatnya melanjutkan petualangan ke destinasi selanjutnya.

Rumah Adat Limas
Si ganteng yang unyu di Rumah Adat Limas