Selasa, 22 Agustus 2017

Petualangan di Jakarta: Museum Nasional


Museum Nasional

Yo sahabat backpacker, gimana kabar kalian semua? Semoga selalu sehat ya, amin...

Rasanya lama juga ya aku nggak maen ke blog ini. Andai nih blog bisa ngomong, mungkin dia bakal marah ama aku karena lama nggak dikunjungi. Kasian...

Tapi ya mau gimana lagi, kemarin itu ada beberapa hal yang membuatku susah untuk maen-maen ke blog ini. Mulai dari mudik dan liburan di kampung yang sinyalnya cuma edge dan cuma ada saat listriknya hidup hingga ada beberapa anggota keluarga yang masuk rumah sakit dan itu cukup menyita waktu.

Selain itu, baru-baru ini adikku juga minjam laptopku untuk ngerjain tugas kuliahnya sehingga aku nggak bisa ngetik. Sebenarnya aku punya kalkulator sih di kost, tapi aku nggak pande gimana cara ngetik pake kalkulator. So... bagi teman-teman yang pande bisa deh ngajarin aku. Ok?

Jadi, dalam kesempatan kali ini aku mau nyelesain cerita petualanganku di Jakarta yang kulakukan kemarin itu. Terakhirnya kemarin itu aku cerita tentang nyobain transjakarta setelah jalan-jalan di Kota Tua dan akhirnya aku sampe di Halte Monas.

Sesampainya di Halte Monas, aku melihat ternyata halte ini berhadapan tepat dengan Museum Nasional. Oleh karena itu aku pun putusin untuk ngunjungi Museum Nasional dulu baru ntar ke Monas.

Alamat Museum Nasional

Museum Nasional ini beralamat di Jalan Medan Merdeka Barat Nomor. 12, Gambir, Jakarta Pusat, Jakarta. Cara termudah ke sini sih naik transjakarta dan turun di Halte Monas. Soalnya museumnya tepat berhadapan ama halte Monas.

Sejarah Museum Nasional

Museum Nasional atau lebih dikenal sebagai Museum Gajah adalah museum pertama dan terbesar di Asia Tenggara. Cikal bakalnya lahir pada tahun 1778 saat J.C.M. Radermacher menyumbangkan sebuah gedung di Kalibesar untuk menyimpan koleksi buku-buku dan budaya. Pada masa Raffles, dibangun pula gedung baru di Jalan Majapahit No. 3. Hingga pada tahun 1862 gedungnya tidak mampu lagi menampung koleksi museum dan akhirnya pada tahun 1868 dibuat gedung museum baru yang sampai saat ini digunakan.
Museum Nasional
Koleksi Museum Nasional

Tiket masuk Museum Nasional perorangnya cukup murah, cuma Rp. 5000 doang perorangnya. Tiket masuk museum-museum di Indonesia ini memang murah-murah banget sih. Tapi meski pun murah gitu, pengunjung museum di Indonesia itu selalu sepi. Mungkin karena orang-orangnya takut nggak bisa move on kali ya kalo masuk museum.

Lha... kau sendiri nggak takut ntar nggak bisa move on karena ngunjungi musuem mulu?

Aku? Aku mah mana takut hal-hal kayak gitu, gimana mau move on, pacar aja kagak punya. Ahahahahahaahahahahahaha #MentertawakanDiriSendiri :’(

Lanjut... Setelah membeli tiket, aku pun bertanya pada penjaga musuem, “Mbak, patung gajahnya sebelah mana ya?”

“Patung gajahnya di bangunan museum yang satu lagi mas, tapi bangunannya lagi di renovasi.” jawab si mbak penjaga museum.

“emm... jadi nggak bisa lihat patung gajahnya dong mbak?” tanya ku lagi.

“Enggak mas. Ditutup.” Jawabnya lagi sambil tersenyum manis.

Huaaahh... aku menarik nafas panjang. Kayaknya kapan-kapan harus ke sini lagi deh, soalnya patung gajah itu kan ikonnya Musuem Nasional. Jadi belum komplit kalo belum ketemu si gajah berbelalai satu itu.

Akhirnya aku pun memulai penjelajahan di museum ini. Di lantai satunya aku menemukan koleksi yang berhubungan dengan manusia purba dan penyebarannya di Indonesia. Bahkan fosil tengkoraknya pun terpampang jelas banget di sini lengkap dengan contoh kotak ekskavasi penggalian hingga diorama kehidupan manusia purba.
Fosil cuy
Beranjak ke lantai selanjutnya, ada ruang iptek yang menggambarkan perkembangan ilmu perngetahuan dari zaman purba sampai modern. Di sini terdapat pula batu-batu berukuran besar bertuliskan huruf pallawa berbahasa sansekerta. Batu-batu ini disebut prasasti dan merupakan peninggalan dari kerajaan-kerajaan yang pernah berdiri di tanah air Indonesia.
Prasasti Ciaruteun
Prasasti Mulawarman
Ada juga Nekara, bukan neraka ya. Nekara ini adalah sebuah peninggalan dari jaman perunggu. Ada pula nisan-nisan Islam yang merupakan bukti masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia. Hingga berbagai berbagai aksesoris dan perlengkapan hidup peninggalan dari berbagai zaman.
Nekara, bukan neraka ataupun gendang
berbagai koleksi lainnya
Sayangnya karena sebagian museum ini sedang direnovasi jadinya aku nggak bisa deh jelajahi kesuluruhan koleksinya. Sangat disayangkan memang, tapi mau gimana lagi, cuma bisa berharap suatu saat aku bisa ke sini lagi. amin....

Tapi meski begitu, aku juga cukup puas sih ngunjungi museum ini. Soalnya di museum ini akhirnya aku bisa melihat langsung fosil manusia purba dan batu-batu prasasti yang selama ini cuma bisa kulihat di buku dan internet doang. Apalagi aku kan mahasiswa jurusan Pendidikan sejarah. Bertahun-tahun belajar tentang manusia purba dan prasasti, akhirnya aku bisa liat langsung dua hal tersebut dan itu kesannya beda banget. Seneng banget rasanya. Yuhu......
Si ganteng di depan museum nasional

Rabu, 14 Juni 2017

Petualangan di Jakarta: Mencoba Transjakarta

Taman Fatahillah Kota Tua

Museum Bank Mandiri, Museum Bank Indonesia, Museum Fatahillah, Taman Fatahillah, Museum Wayang serta Museum Seni dan Keramik telah selesai kujelajahi satu persatu begitu menginjakkan kaki di Kota Jakarta, ibukota Indonesia ini.

Rasanya sudah cukuplah petualangan si cowok ganteng nan unyu ini di Kota Tua Jakarta meski masih ada banyak lagi gedung-gedung bersejarah dengan arsitektur keren di sini. Banyak banget malahan. Tapi sayangnya waktu yang ku miliki cukup terbatas dan hari udah lumayan siang.

Sedangkan objek wisata utamaku di Jakarta ini adalah Monumen Nasional alias tugu Monas. Soalnya tugu ini kan bisa dibilang ikonnya Jakarta, jadi rasanya belum sah ke Jakarta kalo belum ke Monas. Karena itu, aku pun segera beranjak menuju Monas.

Berdasarkan info dari beberapa blog yang ku baca, ada dua cara menuju Monas dari Kota Tua Jakarta, yang pertama naik KRL tujuan Stasiun Juanda dan yang kedua naik Transjakarta. Untuk memaksimalkan penjelajahan di Ibu Kota Indonesia ini, aku pun memilih naik transjakarta, biar sekalian bisa ngerasain gimana rasanya jadi warga Jakarta. Hehe...

Setelah membeli kartu flazz seharga Rp.50.000 dengan saldo Rp.30.000 sebagai tiket transjakarta dari seorang mas-mas yang berdiri di loket transjakarta, aku pun men-tap-kan kartu tersebut di gate halte transjakarta. Tapi kok nggak bisa ya?

Ku coba sekali lagi, tapi tetap aja nggak bisa. Apa kartunya rusak ya?

Terus si mas penjual kartu pun mendekat dan mengajariku caranya.

“Gini mas caranya.” Ucapnya sambil men-tap-kan kartu tersebut dan viola... gerbangnya terbuka.

Damn! Ternyata aku men-tap di layar gate, bukan di tempat tapnya. Soalnya tulisan tempat tapnya memang udah nggak kebaca lagi. Tiba-tiba aku merasa begitu ndeso.

Sial!!! Malu-maluin banget.

“Thanks ya mas.” Ucapku pelan. Sumpah, nggak sanggup lagi rasanya berdiri lama-lama di situ.

Setelah masuk ke dalam halte dan berusaha melupakan kejadian yang amat sangat memalukan itu, aku pun melihat-lihat rute transjakarta. Yang kubaca di blog, ada yang bilang ada transjakarta langsung dari Kota Tua ke halte Monas dan ambil bus jurusan Blok M. Dan ada juga yang bilang ambil bus jurusan halte Harmoni dan nanti dari sana ambil bus jurusan Monas.

Tapi dasar akunya yang nggak sabaran, begitu transjakartanya datang, aku langsung masuk aja ke dalam. Pas udah di dalam baru deh mikir, nih bus tujuan mana ya? Hahaha.... bakal nyasar nggak ya?

Ternyata aku beneran salah bus, ini bus tujuan Pinang Ranti.

aghhh.... tidak..... aku nyasar.

Akhirnya saat di halte Harmoni aku pun buru-buru turun dan menunggu bus tujuan Blok M sambil membaca kembali rute transjakarta. Setelah ku baca baik-baik, ternyata bus tujuan Pinang Ranti tadi juga lewat halte Monas.

Damn! Terus buat apa aku buru-buru turun dan ganti bus?

Tapi nggak apa-apa deh, soalnya asyik juga naik transjakarta ini, selain punya jalur sendiri sehingga bebas macet, kita juga bisa puluhan kali ganti-ganti bus dan tarifnya tetap Rp.3.500, selama kita nggak keluar dari haltenya. Buset... murah banget. Aku jadi berharap di Kota Medan ada kendaraan umum seperti ini. Soalnya bus Mebidang di Medan itu selain nggak punya jalur sendiri sehingga rawan macet, tarifnya juga Rp.6000 untuk jarak dekat dan jauh. Mahal coy.

Setelah beberapa menit akhirnya aku sampe juga di halte Monas. Begitu keluar dari haltenya langsung terlihat Museum Nasional. Ah... ke sini dulu deh baru ke Monas.

Note : foto-foto transjakartanya nggak ada, soalnya aku lupa ngambil fotonya. Hahahaha....

“Kau ini blogger apaan sih, sampe foto-fotonya pun lupa.”

Hahahaha... aku adalah Si blogger ganteng nan unyu. :D
Si ganteng nan unyu

Senin, 05 Juni 2017

Petualangan di Jakarta: Museum Seni Rupa dan Keramik

Museum Seni Rupa dan Keramik


Setelah bertemu Si Unyil dan terperangah melihat berbagai jenis wayang yang ada di dalam Museum Wayang, aku kemudian melanjutkan petualangan ke Museum Seni Rupa dan Keramik. 

Alamat

Museum Seni Rupa dan Keramik ini juga berada di sisi Taman Fatahillah dan tepat berseberangan dengan Museum Wayang. Alamat pastinya berada di Jalan Pos Kota Nomor 2,  Kota Tua, Jakarta Barat, Jakarta. So... jaraknya cuma beberapa meter doang dari Taman Fatahillah. Dekat uy. 

Sejarah Museum Seni Rupa dan Keramik 

Gedung Museum Seni Rupa dan Keramik ini mulai dibangun sekitar tahun 1866 dan diarsiteki oleh W.H.F.H Van Raders dengan arsitektur khas Neoklasik. Gedungnya diresmikan pada 12 Januari 1870 dan digunakan sebagai Kantor Dewan kehakiman Pemerintah Hindia Belanda. Pada saat kependudukan Jepang, gedung ini dijadikan sebagai markas KNIL dan selanjutnya digunakan sebagai asrama militer.

Pada 10 Januari 1972, gedung ini diresmikan sebagai bangunan bersejarah cagar budaya yang dilindungi  dan digunakan sebagai Kantor Walikota Jakarta Barat. Hingga pada tahun 1976 diresmikan sebagai Balai Seni Rupa Jakarta dan akhirnya tahun 1990 digunakan sebagai Museum Seni Rupa dan Keramik.
Gedung Museum Seni Rupa dan Keramik
Koleksi Museum Seni Rupa dan Keramik 

Seperti museum-museum lainnya yang ada di Kota Tua Jakarta, tiket masuk ke Museum Seni Rupa dan Keramik ini pun sama. Tiket masuknya cuma Rp. 5000 untuk umum dan hanya Rp.3000 doang untuk mahasiswa dan pelajar. Murah meriah muntah coy. Apalagi kalo pake kartu sakti, kartu tanda mahasiswa. Mantap.

Setelah membeli tiket di pintu masuk, aku kemudian beranjak ke dalam museum dan memulai penjelajahan. Museum ini menyajikan koleksi dari hasil karya seniman-seniman Indonesia sejak tahun 1800-an hingga saat ini dan koleksi lukisan tersebut dibagi menjadi beberapa ruangan berdasarkan periodesasi yaitu ruang masa Raden Saleh, masa Hindia Jelita, ruang Persagi, masa Pendudukan Jepang, ruang Pendirian Sanggar, masa Kelahiran Akademis Realisme, dan ruang Seni Rupa Baru Indonesia. 

Koleksi lukisan dan pengunjung
Semua lukisannya punya ciri khas dan terlihat cantik-cantik. Sayangnya aku punya jiwa seni yang rendah, jadi nggak bisa menjelaskan kecantikan lukisan-lukisan ini. Kalo menjelaskan kecantikan cewek mah aku pinter. Hahaha....

Kemudian ada ruang-ruang yang menampilkan berbagai koleksi keramik dari berbagai daerah di Indonesia dan seni kreatif kontempoter. Ada juga koleksi keramik dari negara-negara mancanegara dan koleksi-koleksi keramik ini berasal dari abad ke 16 hingga awal abad ke 20. Bahkan ada juga berbagai keramik hasil dari kapal karam. 
Koleksi keramik
Pokoknya koleksi museum ini mantap banget deh. Penuh dengan seni. Asyiknya lagi, sarana dan prasarana museum ini juga sangat lengkap. Di bagian belakang terdapat musholla dan kamar kecil. Saat aku di sini juga ada dua cewek cantik yang sedang ibadah zuhur. Beuh... mantap nih cewek, traveling tapi tetap ingat ibadah, calon istri yang baik di masa depan nih. Tapi sayangnya aku lupa kenalan ama mereka. 

Macem mereka mau aja kenalan ama mu cuy. Hahahaha.... 

Di bagian depan mushalla kecil ini juga terdapat taman hijau, asyik juga untuk ngadem sekalian istirahat kalo capek ngelilingin museum yang gede banget ini.
Taman hijau di sisi belakang museum
Cowok ganteng selfie di depan museum

Selasa, 30 Mei 2017

Petualangan di Jakarta: Museum Wayang

Museum Wayang
Yo Sobat Backpacker, selamat berpuasa ya. :)

Sorry ya blog tercintaku, beberapa hari ini aku lagi di daerah, jadi agak jarang mengunjungimu. Nah, sekarang aku mau ngelanjutin ceritaku tentang petualangan di Kota Tua Jakarta.

Setelah sebelumnya aku beristirahat di Taman Fatahillah seusai menjelajah Museum Bank Mandiri, Museum Bank Indonesia dan Museum Fatahillah dan bertemu Meriam Si Jagur di taman, akhirnya tenagaku kembali penuh dan aku pun melanjutkan penjelajahan di Kota Tua Jakarta ini dan tujuanku selanjutnya adalah Museum Wayang. Lets go.

Alamat Museum Wayang

Museum ini letaknya persis berada di sisi Taman Fatahillah, jadi cukup beberapa langkah aja dari tempatku istirahat udah nyampe. Alamat pastinya berada di Jalan Pintu Besar Utara No.27, Jakarta Barat, Jakarta.

Sejarah Museum Wayang

Dulunya Gedung Museum Wayang ini adalah sebuah bangunan gereja yang dibangun pada tahun 1640 dengan nama “de Oude Hollandshe Kerk” dan pada tahun 1732 diperbaiki dan berganti nama menjadi “de Nieuw Holandsche Kerk”. Pada tahun 1939, bangunan ini diubah pula menjadi Gedung Museum Batavia hingga pada 13 Agustus 1975 diresmikan oleh H. Ali Sadikin, Gubernur Jakarta sebagai Museum Wayang. Wuih... sungguh sejarah yang panjang.

Koleksi Museum Wayang

Dengan Pede aku masuk ke dalam Museum Wayang, tapi seorang bapak-bapak berkumis tebal kemudian bertanya. “Mau kemana dik?”

“Mau masuk ke museum pak.” Jawabku pede.

“Ini pintu keluar dik, pintu masuknya sebelah sana.” Ucapnya sembari menunjuk pintu museum satu lagi.

Sial...!!!

Sial...!!!

Sial...!!!

Malu-maluin aja ah salah pintu.

Siallll...!!!

“Oh... begitu ya pak, terima kasih kalo begitu.” Ucapku sambil tersenyum. Senyum palsu menahan malu. Damn!

Eh... tapi di pintunya ini emang kagak ada tulisan pintu masuk atau pintu keluarnya kok. So... bukan salah ku dong.

Iya kan?

Iya kan?

Setelah masuk dari pintu yang benar, aku kemudian membeli tiket masuknya seharga Rp. 5000 aja untuk umum dan cuma Rp. 3000 untuk mahasiswa. Murah meriah uy.. apalagi ada kartu sakti, kartu tanda mahasiswa. Muhahahahha.....

Begitu masuk ke dalam, aku terperangah melihat koleksi wayang di museum ini. bener-bener buanyak coy. Di kanan ada wayang, di kiri ada wayang, di depan ada wayang, di belakang pun ada wayang. Tapi wajar sih, namanya juga museum wayang, ya isinya wayang la, masak kue lepat.
Terperangah melihat koleksi wayang
Kanan kiri ada wayang

Selama ini yang aku tau tentang wayang cuma wayang kulit, wayang golek dan wayang orang aja. Padahal ternyata wayang itu punya buanyak jenis. Ada wayang kulit, wayang golek, wayang  kardus, wayang rumput, wayang janur, wayang beber dan macem-macem. Bahkan wayang kulit, wayang golek dan wayang-wayang lainnya ini punya jenis-jenisnya lagi. beuh... keluarga besar wayang ternyata ada bermacam-macam banget.
Koleksi wayang
Selain koleksi wayang-wayang dari seluruh Indonesia, ada juga koleksi boneka-boneka khas dari daerah Indonesia seperti boneka Sigale-Gale dari Sumatera Utara dan Onde-Onde dari Jakarta. Selain itu ada pula koleksi boneka-boneka yang berasal dari Eropa, Thailand, Suriname, Tiongkok, Vietnam, India, Kolombia dan lain-lain.

Berbagai perlengkapan pewayangan juga lengkap di museum ini, seperti alat musik set gamelan, alat penerangan, panggung dan alat-alat lainnya. Serta ada juga lukisan-lukisan wayang dan silsilah tokoh-tokoh pewayangan.
Set Gamelan
Yang paling menarik untukku di sini adalah aku bertemu boneka si Unyil. Horeeee.... soalnya aku emang suka banget tuh nonton acara laptop si Unyil di tv, jadi rasanya seneng banget bisa ketemu langsung dengan boneka Si Unyil dan kawan-kawannya macem si Pak Raden, Usro, Pak Ogah, dan lain-lain. Hihihi....


Kosakata

Lepat = Makanan dari pisang, ubi atau labu yang ditumbuk halus kemudian di bungkus daun pisang dan dikukus.