Tampilkan postingan dengan label Provinsi Jakarta. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Provinsi Jakarta. Tampilkan semua postingan

Senin, 28 Agustus 2017

Petualangan di Jakarta: Monas (Monumen Nasional)



Monumen Nasional

Yah, akhirnya aku selesai juga menjelajahi beberapa bagian Museum Nasional ini. Meskipun pada akhirnya aku tak bisa menjelajahi keseluruhan sudut museumnya karena sedang direnovasi. Bahkan aku juga nggak bisa ketemu ama si gajah berbelalai satu yang merupakan ikon museum ini. Agak kecewa sih, tapi mau gimana lagi kan cuy. Hanya bisa berharap di lain waktu aku bisa jelajahi museumnya secara keseluruhan dan bisa melihat patung gajah berbelalai satu itu.

Selain itu aku juga udah cukup senang karena akhirnya aku bisa melihat langsung fosil manusia purba dan batu prasasti yang selama bertahun-tahun ini hanya kulihat dari gambar di buku dan internet doang. Tapi hari ini aku bisa melihatnya langsung secara dekat. Aih... berkesan banget.

Setelah itu aku pun beranjak untuk melanjutkan petualangan di Jakarta menuju Tugu Monumen Nasional alias Monas, ikonnya Kota Jakarta. Tapi sayangnya pagar Monas di depan Halte Monas malah ditutup dan setelah aku bertanya pada petugas transjakarta, katanya cara masuk ke Monas ada dua gerbang yang pertama belok ke kiri dan yang kedua belok ke kanan dan jaraknya sama-sama jauh.

Damn! Akhirnya di tengah cuaca Kota Jakarta yang panas itu aku jalan kaki deh menelusuri trotoar menuju pintu gerbangnya. Nggak abis pikir juga sih, kenapa namanya Halte Monas tapi gerbang depan Monasnya malah ditutup. Mending ganti jadi halte Museum Nasional woy. Lebih cocok tuh.

#EmosiKarenaPanas

Setelah bermenit-menit berjalan sambil membawa backpack dan setelah beberapa kilogram berat badanku ilang, akhirnya nyampe juga di depan pintu gerbangnya. Dan anjrit, dari gerbangnya menuju Tugu Monas pun jauh banget.

 Huah.. semangat.
Monas masih jauh
Sejarah Monumen Nasional

Monumen Nasional atau yang lebih akrab disebut Monas ini mulai dibangun pada 17 Agustus 1961 diarsiteki Frederich Silaban dan R.M. Soedarsono dengan rancang bangunnya berkonsep Lingga dan Yoni. Tugu Obelisk yang menjulang tinggi melambangkan Lingga yang berarti laki-laki sementara pelataran cawan adalah Yoni yang melambangkan perempuan.

Tinggi Monas sendiri adalah 132 meter dan dipuncaknya terdapat cawan yang menopang nyala obor perunggu yang beratnya mencapai 14,5 ton dan dilapisi emas 35 kilogram dan pada perayaan 50 tahun kemerdekaan, lembaran emasnya dilapis ulang hingga mencapai 50 kilogram. 

Gilaaa... dibeliin lepat dapat berapa bijik tuh.

Penjelajahan di Monas

Untuk masuk ke Monas dan naik ke puncaknya sebenarnya nggak seberapa sih harga tiketnya. Tapi yang bikin keselnya, aku harus beli kartu Jakarta One sebagai tiket masuk. Kartunya juga bisa dipake untuk masuk ke museum di Kota Tua dan Museum Nasional yang sialnya pagi tadi malah udah ku kunjungi duluan. Akhinya nih kartu cuma ku pake di Monas doang, soalnya besok juga udah nggak di Jakarta.

Setelah membeli tiket, aku pun beranjak ke museum di bawah tugu Monas yang dihubungkan terowongan. Museum ini bernama Museum Sejarah Nasional yang berada di kedalaman 3 meter di bawah permukaan tanah. Di dalamnya terdapat berbagai diorama yang menampilkan sejarah Indonesia sejak masa prasejarah hingga masa orde baru.
Museum Sejarah Nasional
Kemudian aku beranjak menuju pelataran puncak. Namun antriannya itu lho, panjang banget, padahal aku ke sini bukan hari libur. Hingga akhirnya aku ngantri selama 2 jam baru bisa naik lift ke puncak pelataran Monas. Aih... rasanya badan pegal-pegal ngantri selama itu.

Tapi nggak apa-apa deh, soalnya begitu nyampe di atas, aku bisa memandangi Kota Jakarta dari ketinggian 115 meter. Sejauh mata memandang yang terlihat adalah gedung-gedung pencakar langit yang memenuhi sudut-sudut Jakarta. Di salah satu sisinya aku juga melihat Masjid Istiqlal, masjid terbesar di Asia Tenggara. Kayaknya abis ini nanti bakal ke sana deh. 
Pelataran Puncak Monas
Pemandangan Jakarta dari puncak Monas
Masjid Istiqlal dari Puncak Monas
Sekitar 10 menit kemudian seluruh sisi pelataran puncak Monas ini udah ku jelajahi, dan aku pun memilih turun, karena pemandangan Jakartanya juga agak tertutup polusi sih. Rasanya agak nggak sebanding dengan ngantrinya yang selama 2 jam tapi di atas Cuma 10 menit. Tapi bisa lha, soalnya emang udah wajib ke Monas kalo ke Jakarta.

Selesai dari puncak Monas, aku kemudian turun ke pelataran cawan dan duduk nyantai di sana. Tapi  nggak lama sih, soalnya di satu sudut ada pasangan yang lagi duduk mesra-mesraan. Sialan nih pasangan, bikin iri aja uy, mana mereka nyante banget lagi. padahal nih pelataran lumayan asyik untuk nyantai, karena bisa memandangan luas kota Jakarta dan tempatnya juga luas.
Pelataran cawan Monas
Tugu Monas
 Akhirnya aku milih turun ke Ruang Kemerdekaan yang berada di bagian dalam cawan monumen. Di ruangan ini terdapat lambang negara Indonesia, Garuda Pancasila, kemudian naskah proklamasi dan peta kepulauan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berlapis emas.
Garuda Pancasila di Ruang Kemerdekaan

Selesai menjelajah setiap sisi Monumen Nasional ini, aku pun kemudian melanjutkan perjalanan dan tujuan selanjutnya adalah Masjid Istiqlal, masjid yang tadi ku lihat dari Puncak Monas dan masjid yang katanya terbesar di Asia Tenggara. Lets go..
Si ganteng yang unyu berfoto dengan latar Monas
Kosakata:
Lepat: Makanan dari pisang, ubi, atau tepung yang dibungkus daun pisang dan dikukus.

Selasa, 22 Agustus 2017

Petualangan di Jakarta: Museum Nasional


Museum Nasional

Yo sahabat backpacker, gimana kabar kalian semua? Semoga selalu sehat ya, amin...

Rasanya lama juga ya aku nggak maen ke blog ini. Andai nih blog bisa ngomong, mungkin dia bakal marah ama aku karena lama nggak dikunjungi. Kasian...

Tapi ya mau gimana lagi, kemarin itu ada beberapa hal yang membuatku susah untuk maen-maen ke blog ini. Mulai dari mudik dan liburan di kampung yang sinyalnya cuma edge dan cuma ada saat listriknya hidup hingga ada beberapa anggota keluarga yang masuk rumah sakit dan itu cukup menyita waktu.

Selain itu, baru-baru ini adikku juga minjam laptopku untuk ngerjain tugas kuliahnya sehingga aku nggak bisa ngetik. Sebenarnya aku punya kalkulator sih di kost, tapi aku nggak pande gimana cara ngetik pake kalkulator. So... bagi teman-teman yang pande bisa deh ngajarin aku. Ok?

Jadi, dalam kesempatan kali ini aku mau nyelesain cerita petualanganku di Jakarta yang kulakukan kemarin itu. Terakhirnya kemarin itu aku cerita tentang nyobain transjakarta setelah jalan-jalan di Kota Tua dan akhirnya aku sampe di Halte Monas.

Sesampainya di Halte Monas, aku melihat ternyata halte ini berhadapan tepat dengan Museum Nasional. Oleh karena itu aku pun putusin untuk ngunjungi Museum Nasional dulu baru ntar ke Monas.

Alamat Museum Nasional

Museum Nasional ini beralamat di Jalan Medan Merdeka Barat Nomor. 12, Gambir, Jakarta Pusat, Jakarta. Cara termudah ke sini sih naik transjakarta dan turun di Halte Monas. Soalnya museumnya tepat berhadapan ama halte Monas.

Sejarah Museum Nasional

Museum Nasional atau lebih dikenal sebagai Museum Gajah adalah museum pertama dan terbesar di Asia Tenggara. Cikal bakalnya lahir pada tahun 1778 saat J.C.M. Radermacher menyumbangkan sebuah gedung di Kalibesar untuk menyimpan koleksi buku-buku dan budaya. Pada masa Raffles, dibangun pula gedung baru di Jalan Majapahit No. 3. Hingga pada tahun 1862 gedungnya tidak mampu lagi menampung koleksi museum dan akhirnya pada tahun 1868 dibuat gedung museum baru yang sampai saat ini digunakan.
Museum Nasional
Koleksi Museum Nasional

Tiket masuk Museum Nasional perorangnya cukup murah, cuma Rp. 5000 doang perorangnya. Tiket masuk museum-museum di Indonesia ini memang murah-murah banget sih. Tapi meski pun murah gitu, pengunjung museum di Indonesia itu selalu sepi. Mungkin karena orang-orangnya takut nggak bisa move on kali ya kalo masuk museum.

Lha... kau sendiri nggak takut ntar nggak bisa move on karena ngunjungi musuem mulu?

Aku? Aku mah mana takut hal-hal kayak gitu, gimana mau move on, pacar aja kagak punya. Ahahahahahaahahahahahaha #MentertawakanDiriSendiri :’(

Lanjut... Setelah membeli tiket, aku pun bertanya pada penjaga musuem, “Mbak, patung gajahnya sebelah mana ya?”

“Patung gajahnya di bangunan museum yang satu lagi mas, tapi bangunannya lagi di renovasi.” jawab si mbak penjaga museum.

“emm... jadi nggak bisa lihat patung gajahnya dong mbak?” tanya ku lagi.

“Enggak mas. Ditutup.” Jawabnya lagi sambil tersenyum manis.

Huaaahh... aku menarik nafas panjang. Kayaknya kapan-kapan harus ke sini lagi deh, soalnya patung gajah itu kan ikonnya Musuem Nasional. Jadi belum komplit kalo belum ketemu si gajah berbelalai satu itu.

Akhirnya aku pun memulai penjelajahan di museum ini. Di lantai satunya aku menemukan koleksi yang berhubungan dengan manusia purba dan penyebarannya di Indonesia. Bahkan fosil tengkoraknya pun terpampang jelas banget di sini lengkap dengan contoh kotak ekskavasi penggalian hingga diorama kehidupan manusia purba.
Fosil cuy
Beranjak ke lantai selanjutnya, ada ruang iptek yang menggambarkan perkembangan ilmu perngetahuan dari zaman purba sampai modern. Di sini terdapat pula batu-batu berukuran besar bertuliskan huruf pallawa berbahasa sansekerta. Batu-batu ini disebut prasasti dan merupakan peninggalan dari kerajaan-kerajaan yang pernah berdiri di tanah air Indonesia.
Prasasti Ciaruteun
Prasasti Mulawarman
Ada juga Nekara, bukan neraka ya. Nekara ini adalah sebuah peninggalan dari jaman perunggu. Ada pula nisan-nisan Islam yang merupakan bukti masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia. Hingga berbagai berbagai aksesoris dan perlengkapan hidup peninggalan dari berbagai zaman.
Nekara, bukan neraka ataupun gendang
berbagai koleksi lainnya
Sayangnya karena sebagian museum ini sedang direnovasi jadinya aku nggak bisa deh jelajahi kesuluruhan koleksinya. Sangat disayangkan memang, tapi mau gimana lagi, cuma bisa berharap suatu saat aku bisa ke sini lagi. amin....

Tapi meski begitu, aku juga cukup puas sih ngunjungi museum ini. Soalnya di museum ini akhirnya aku bisa melihat langsung fosil manusia purba dan batu-batu prasasti yang selama ini cuma bisa kulihat di buku dan internet doang. Apalagi aku kan mahasiswa jurusan Pendidikan sejarah. Bertahun-tahun belajar tentang manusia purba dan prasasti, akhirnya aku bisa liat langsung dua hal tersebut dan itu kesannya beda banget. Seneng banget rasanya. Yuhu......
Si ganteng di depan museum nasional

Rabu, 14 Juni 2017

Petualangan di Jakarta: Mencoba Transjakarta

Taman Fatahillah Kota Tua

Museum Bank Mandiri, Museum Bank Indonesia, Museum Fatahillah, Taman Fatahillah, Museum Wayang serta Museum Seni dan Keramik telah selesai kujelajahi satu persatu begitu menginjakkan kaki di Kota Jakarta, ibukota Indonesia ini.

Rasanya sudah cukuplah petualangan si cowok ganteng nan unyu ini di Kota Tua Jakarta meski masih ada banyak lagi gedung-gedung bersejarah dengan arsitektur keren di sini. Banyak banget malahan. Tapi sayangnya waktu yang ku miliki cukup terbatas dan hari udah lumayan siang.

Sedangkan objek wisata utamaku di Jakarta ini adalah Monumen Nasional alias tugu Monas. Soalnya tugu ini kan bisa dibilang ikonnya Jakarta, jadi rasanya belum sah ke Jakarta kalo belum ke Monas. Karena itu, aku pun segera beranjak menuju Monas.

Berdasarkan info dari beberapa blog yang ku baca, ada dua cara menuju Monas dari Kota Tua Jakarta, yang pertama naik KRL tujuan Stasiun Juanda dan yang kedua naik Transjakarta. Untuk memaksimalkan penjelajahan di Ibu Kota Indonesia ini, aku pun memilih naik transjakarta, biar sekalian bisa ngerasain gimana rasanya jadi warga Jakarta. Hehe...

Setelah membeli kartu flazz seharga Rp.50.000 dengan saldo Rp.30.000 sebagai tiket transjakarta dari seorang mas-mas yang berdiri di loket transjakarta, aku pun men-tap-kan kartu tersebut di gate halte transjakarta. Tapi kok nggak bisa ya?

Ku coba sekali lagi, tapi tetap aja nggak bisa. Apa kartunya rusak ya?

Terus si mas penjual kartu pun mendekat dan mengajariku caranya.

“Gini mas caranya.” Ucapnya sambil men-tap-kan kartu tersebut dan viola... gerbangnya terbuka.

Damn! Ternyata aku men-tap di layar gate, bukan di tempat tapnya. Soalnya tulisan tempat tapnya memang udah nggak kebaca lagi. Tiba-tiba aku merasa begitu ndeso.

Sial!!! Malu-maluin banget.

“Thanks ya mas.” Ucapku pelan. Sumpah, nggak sanggup lagi rasanya berdiri lama-lama di situ.

Setelah masuk ke dalam halte dan berusaha melupakan kejadian yang amat sangat memalukan itu, aku pun melihat-lihat rute transjakarta. Yang kubaca di blog, ada yang bilang ada transjakarta langsung dari Kota Tua ke halte Monas dan ambil bus jurusan Blok M. Dan ada juga yang bilang ambil bus jurusan halte Harmoni dan nanti dari sana ambil bus jurusan Monas.

Tapi dasar akunya yang nggak sabaran, begitu transjakartanya datang, aku langsung masuk aja ke dalam. Pas udah di dalam baru deh mikir, nih bus tujuan mana ya? Hahaha.... bakal nyasar nggak ya?

Ternyata aku beneran salah bus, ini bus tujuan Pinang Ranti.

aghhh.... tidak..... aku nyasar.

Akhirnya saat di halte Harmoni aku pun buru-buru turun dan menunggu bus tujuan Blok M sambil membaca kembali rute transjakarta. Setelah ku baca baik-baik, ternyata bus tujuan Pinang Ranti tadi juga lewat halte Monas.

Damn! Terus buat apa aku buru-buru turun dan ganti bus?

Tapi nggak apa-apa deh, soalnya asyik juga naik transjakarta ini, selain punya jalur sendiri sehingga bebas macet, kita juga bisa puluhan kali ganti-ganti bus dan tarifnya tetap Rp.3.500, selama kita nggak keluar dari haltenya. Buset... murah banget. Aku jadi berharap di Kota Medan ada kendaraan umum seperti ini. Soalnya bus Mebidang di Medan itu selain nggak punya jalur sendiri sehingga rawan macet, tarifnya juga Rp.6000 untuk jarak dekat dan jauh. Mahal coy.

Setelah beberapa menit akhirnya aku sampe juga di halte Monas. Begitu keluar dari haltenya langsung terlihat Museum Nasional. Ah... ke sini dulu deh baru ke Monas.

Note : foto-foto transjakartanya nggak ada, soalnya aku lupa ngambil fotonya. Hahahaha....

“Kau ini blogger apaan sih, sampe foto-fotonya pun lupa.”

Hahahaha... aku adalah Si blogger ganteng nan unyu. :D
Si ganteng nan unyu