Sabtu, 28 Desember 2019

Kerennya Candi Mendut

Brmm... Brmmm....

Hai sahabat backpacker...

Setelah sebelumnya aku dan adikku mengunjungi Candi Borobudur dan Candi Pawon, kami pun melanjutkan perjalanan menuju destinasi terakhir dari tiga candi yang membentuk garis lurus dan punya kaitan erat dengan Candi Borobudur dan Candi Pawon yaitu candi Mendut.
Candi Mendut
Lokasi Candi Mendut

Nggak begitu jauh dari Candi Pawon, kami pun tiba di halaman parkir Candi Mendut. Candi Mendut ini terletak di pinggir jalan Raya Borobudur, tepatnya di Jalan Mayor Kusen, Desa Mendut, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Kalo mau ke Candi Borobudur, pasti ketemu ama nih candi di sebelah kanan jalan.

Harga tiketnya cuma Rp. 3000 doang dan udah sekalian ama tiket masuk ke Candi Pawon. Karena itu, kami berdua tinggal masuk aja tanpa beli tiket lagi karena tiketnya udah beli tadi di Candi Pawon.

Sejarah Candi Mendut

Candi ini diperkirakan dibangun pada tahun 824 Masehi pada masa pemerintahan Raja Indra dari Dinasti Syailendra. Perkiraan ini didasarkan pada isi Prasasri Karang Tengah yang mengatakan bahwa Raja Indra telah membangun bangunan suci bernama Wenuwana (hutan bambu). Peneliti memperkirakan Wenuwana ini adalah Candi Mendut. Diperkirakan usia candi ini juga sedikit lebih tua dari Candi Borobudur.

Seperti candi-candi lainnya, candi ini juga sempat ditinggalkan dan terlupakan. Candi ini akhirnya ditemukan kembali pada tahun 1836 setelah sebelumnya tersembunyi cungkup tanah yang seperti bukit dan dipenuhi semak-semak. Pemugarannya pun dimulai dari tahun 1897 oleh pihak Pemerintah Belanda.
Papan informasi Candi Mendut
Arsitektur Candi Mendut

Candi Mendut ini berbentuk persegi empat dan berdiri di atas batur setinggi 2 meter. Di atas baturnya terdapat selasar yang cukup lebar dan dilengkapi dengan langkan. Tangga dan pintu masuk ke bilik candi ada di sisi barat. Di dalam biliknya terdapat 3 buah arca Budha yaitu Budha Sakyamuni, Arca Bodhisattva Avalokiteswara dan Arca Maitreya Bodhisattva.
Tubuh Candi Mendut

Candi Mendut

Arca Budha di dalam candi
Sedangkan atapnya tersusun atas tiga tingkat yang semakin ke atas semakin kecil. Di setiap tingkatnya terdapat stupa-stupa kecil yang keseluruhannya berjumlah 48 stupa. Puncak atap candi ini sendiri udah hilang dan nggak diketahui lagi gimana bentuk aslinya. Sayang sekali.
Atapnya bertingkat tiga
Candi Mendut ini juga punya banyak relief yang terukir di dinding candinya. Relief-relief tersebut kebanyakan menceritakan kisah Sang Budha. Relief tersebut masih terlihat jelas dan bagus hingga saat ini.
Relief di Candi Mendut
Oh ya, di halaman candi juga terdapat tumpukan batu-batu reruntuhan. Hingga saat ini batu-batu tersebut masih diteliti dan dicoba untuk direkontruksi kembali suatu hari nanti.
Batu reruntuhan di halaman candi

Si ganteng yang unyu di Candi Mendut

Kamis, 26 Desember 2019

Candi Pawon

Hai sahabat backpacker

Setelah sebelumnya aku dan adikku menikmati indah dan megahnya peninggalan bersejarah Candi Borobudur, kami berdua kemudian melanjutkan petualangan di Tanah Magelang ini. Dan sekarang kami menuju Candi Pawon.
Candi Pawon
Brmmm... Brmmm....

Lokasi Candi Pawon

Candi Pawon letaknya tidak begitu jauh dari Candi Borobudur dan Candi Mendut, hanyak berjarak sekitar 2 kilometer ke arah Timur Laut dari Candi Borobudur dan sekitar 1 kilometer ke arah Tenggara dari Candi Mendut dan berada pada satu garis lurus yang dipercayai kalo ketiga candi ini saling berkaitan.

Candi Pawon ini tepatnya berada di Dusun Brojonalan, Kelurahan Wanurejo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Sejarah Candi Pawon

Berdasarkan papan informasi yang ada di depan candi ini, Candi Pawon diperkirakan dibangun pada pertengahan abad ke VIII, hampir bersamaan dengan pembangunan Candi Borobudur dan Candi Mendut.
Papan informasi Candi Pawon
Setelah sempat terkubur dan ditinggalkan seperti Candi Borobudur, candi ini akhirnya ditemukan kembali pada akhir abad ke 19 dan pemugaran pertama dilakukan pada tahun 1903.

Arsitektur Candi Pawon

Candi Pawon dibangun dari batu andesit. Bentuk candinya lebih mirip candi Hindu karena bentuknya yang tinggi dan ramping. Secara arsitektur, Candi Pawon ini memiliki tiga bagian, yaitu kaki, badan dan atap candi.

Di bagian kaki candi berupa batur setinggi 1,5 meter dan dihiasi banyak ornamen seperti bunga dan suluran. Di bagian tubuhnya dihiasi arca-arca Bodhisattva dan relief-relief yang ngegambarin Dewa Kekayaan, makhluk berkepala manusia dan berbadan burung, hingga relief pohon kalpataru. Sedangkan bagian atap candinya berbentuk persegi bersusun dengan stupa-stupa kecil di setiap sisinya dan di puncaknya terdapat satu stupa yang lebih besar.
Relief di dinding candi

Atap Candi pawon

Tubuh Candi Pawon
Saat kami mengunjungi Candi Pawon ini, bagian bilik candinya kosong kayak hati si penulis. Tapi berdasarkan Prasasti Karang Tengah disebutkan kalo di bilik candi ini terdapat arca Bodhisattva yang mengeluarkan sinar, jadi diduga tuh arca terbuat dari perunggu. Sayang arca tersebut tidak ditemukan lagi.
Bilik candi yang kosong
Harga tiket

Oh iya, harga tiket masuk ke Candi Pawon ini cukup murah meriah, perorangnya cuma bayar Rp. 3000 dan itu udah termasuk tiket buat masuk ke Candi Mendut. Mantap banget.

Berhubung tiket ke Candi Mendutnya udah sekalian satu tiket ama tiket Candi Pawon, jadi kami berdua pun segera berangkat menuju Candi Mendut.

Brmmm... Brmm... 
Loket tiket masuk Candi Pawon


Adikku di Candi Pawon

Aku di Candi Pawon

Rabu, 25 Desember 2019

Candi Borobudur

Selamat pagi sahabat backpacker...
Candi Borobudur
Saat ini waktu menunjukkan pukul 05.30 WIB dan aku bareng adikku telah selesai bersiap-siap untuk memulai petualangan kami hari ini. Setelah di hari sebelumnya kami berdua menjelajahi berbagai objek wisata yang ada di Tanah Jogja, maka hari ini kami putuskan untuk melakukan petualangan ke Tanah Magelang.

Let's go...

Brrmmm.. brmmm...

Sepeda motor sewaan yang kami sewa pun melaju melalui jalan raya yang menghubungkan Yogyakarta dengan Magelang. Beberapa kali kami melewati kota-kota kecil seperti Sleman, Salam, Muntilan dan sebelum memasuki Kota Mungkid, kami membelokkan sepeda motor ke Jalan Raya Borobudur. Brmm... Brmmm...

Tak begitu lama menyusuri Jalan Raya Borobudur yang dihiasi pemandangan pegunungan, kami pun tiba di parkiran Candi Borobudur. Ternyata Taman Wisata Candi Borobudur ini tidak menyediakan tempat parkir sepeda motor, sehingga motor harus diparkir di parkiran yang disediakan penduduk sekitar. Tapi syukur lah parkirannya aman.

Motor sewaan cuy.

Selesai dengan urusan parkir, kami pun segera masuk ke dalam kawasan Taman Wisata Candi Borobudur dan membeli tiket masuk yang seharga Rp. 40.000 perorang. Cukup mahal emang, tapi wajar sih, nih candi merupakan objek wisata kelas dunia cuy.
Beli tiket

Gerbang masuknya
Lokasi Candi Borobudur

Candi Borobudur terletak di Jalan Badrawati, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Kebanyakan sih orang-orang mikir kalo Candi Borobudur ini letaknya di Jogja karena dari Jogja emang deket dan lebih mudah dijangkau. Tapi Candi Borobudur ini letaknya di Magelang, Jawa Tengah.

Sejarah Candi Borobudur

Diperkirakan Candi Borobudur ini dibangun pada masa kejayaan Dinasti Syailendra pada tahun 780-840 Masehi. Candi ini sempat ditinggalkan setelah pusat pemerintahan dipindah ke Jawa Timur. Candi ini baru ditemukan kembali oleh Pasukan Inggris pada tahun 1814 di bawah pimpinan Sir Thomas Stanford Raffles dan area candi berhasil dibersihkan seluruhnya pada tahun 1835.

Setelah berjalan dari pintu masuk, akhirnya aku bisa melihat langsung wujud dari Candi Borobudur ini. Sungguh, ini adalah salah satu momen yang sangat berharga bagiku. Karena sebagai orang yang menyukai sejarah, melihat salah satu peninggalan sejarah terbesar di Indonesia ini secara langsung membuat hatiku bergetar gembira.
Candi Borobudur

Salah satu situs warisan dunia
Dari pelataran, kami kemudian mendaki anak tangganya yang banyak banget. Candi Borobudur ini letaknya emang di atas bukit. Lumayan ngos-ngosan juga sih baru nyampe di halaman candi.

Dasar tubuh kurang olahraga

Setelah itu baru deh kami mendaki lagi tangga-tangganya agar sampe ke puncak Candi Borobudur. Lumayan lama juga baru nyampe, soalnya selain mengagumi arsitektur dan hiasan yang terdapat di tubuh candi ini dan gapuranya, kami juga beberapa kali berhenti karena orang-orang di depan kami lagi selfie.

Antri cuy.
Naik tangga untuk ke puncaknya
Akhirnya nyampe juga kami di puncak Candi Borobudur. Pemandangan dari puncaknya ini cakep banget. Di sekeliling candi Borobudur terdapat perbukitan. Bahkan beberapa gunung berapi yang ada di sekitar Candi Borobudur juga terlihat. Katanya sih pemandangan sunrise dan sunset dari tempat ini juga indah banget. Sayang aku belum sempat nyaksiin sendiri. Mungkin nanti.

Di puncaknya sendiri terdapat satu stupa utama yang berukuran raksasa dan di sekelilingnya terdapat stupa-stupa berukuran kecil berjumlah 72 buah yang di dalamnya terdapat arca Budha tengah duduk bersila dalam posisi teratai sempurna dengan sikap tangan memutar roda dharma.
Arca Budha di Borobudur

Stupa-stupa di Puncak Candi Borobudur

Di sekelilingnya terdapat perbukitan
Seru juga di atas sini, selain bisa ngeliat pemandangan, bisa juga sambil ngeliatin orang-orang yang dimarahi petugas karena manjat-manjat stupa. Padahal mah tanpa manjat aja, hasil fotonya udah keren maksimal kok.
Foto keren maksimal
Puas rasanya menikmati indahnya Puncak Candi Borobudur, aku dan adikku kemudian turun ke bawah untuk menjelajahi relief yang terukir di dinding candi. Terdapat lebih 1460 relief yang terukir di tubuh Candi Borobudur. Relief-relief ini menampilkan banyak gambar seperti manusia, aneka tumbuhan dan hewan, bentuk bangunan tradisional, peralatan hidup, senjata hingga alat transportasi.

Namun ada dua relief utama yang ingin kucari. Yang pertama adalah relief yang terukir di uang Rp. 10.000 emisi 1975. Relief tersebut menggambarkan perjalanan pulang Ratu Maya untuk melahirkan Sang Budha.

Cukup susah juga nyarinya. Setelah muter-muter beberapa kali dan beberapa tingkat, baru deh ketemu tuh relief.

Sedangkan relief satunya lagi adalah relief kapal tadisional yang dinamain Kapal Borobudur. Relief ini menggambarkan kapal kayu bercadik khas Nusantara yang menunjukkan kebudayaan bahari purbakala Indonesia.
Relief dan uang Rp. 10.000

Relief kapal tradisional
Setelah nemuin kedua relief tersebut, kami pun memutuskan untuk turun, karena masih ada tempat-tempat menarik lainnya yang ingin kami kunjungi.

Lets go 

Brmm... Brmm... 
Backpacker yang unyu di Candi Borobudur

Minggu, 15 Desember 2019

Kopi Joss Jogja

Hai sahabat backpacker...

Nggak kerasa malam telah tiba di Tanah Jogja. Badanku pun udah lumayan lelah karena seharian udah jalan-jalan ke berbagai objek wisata yang ada di Jogja ini. Oleh karena itu, setelah rasanya puas mengambil foto di Tugu Jogja, aku dan adikku memutuskan buat pulang ke penginapan agar bisa beristirahat dan esoknya segar buat jalan-jalan lagi.

Tapi saat mau ke parkiran, mata ini malah ngeliat angkringan dengan menu kopi joss. Sontak aku teringat kalo Kopi Joss itu adalah salah satu kuliner unik yang harus dicobain di Jogja. Akhirnya aku nggak jadi ke parkiran tapi belok ke angkringan. Ngopi dulu.
Kopi Joss khas Jogja
Nama angkringan ini adalah Angkringan Tugu, posisinya ada di Jalan Mangkubumi, tepat di dekat Tugu Jogja. Katanya sih ada angkiran yang lebih terkenal akan Kopi Joss nya, yaitu angkringan Lik Man. Tapi sayang aku kurang tau lokasinya. Jadi aku milih yang ada di depan mata aja deh.
Angkringan Tugu Kopi Joss
Kopi joss ini adalah kopi khas yang unik dan nyentrik yang ada di Jogja. Kopi ini biasanya disajikan secara berbeda dari kopi kebanyakan. Pertama biasanya airnya dimasak di dalam ketel dan menggunakan arang. Yang paling uniknya adalah, penjualnya akan mencelupkan arang yang telah membara dari tunggu ke dalam gelas kopi sehingga airnya meletup-letup.

Tak begitu lama menunggu, segelas kopi pun telah terhidang di hadapanku dengan bara arang yang masih membara di dalam gelasnya. Josss... Begitulah kira-kira suara bara arangnya yang merah membara terendam air kopi.
Kopi Joss pesanan kami
“Bah.. bah... Ini camana minumnya?” Tanya adikku sambil melihat gelas kopinya.

“Alamak iya juga ya. Bentar, nengok google dulu.”

Dengan segera aku pun membuka google cara meminum kopi joss. Soalnya bingung juga nih arangnya diapain, apakah dikeluarin dari gelas, di aduk-aduk atau di emut seperti ngemut es batu. 😂

Tapi sialnya, di google nggak ada cara buat minum kopi joss. Jadi ku suruh buat aduk-aduk aja. Anggap aja tuh bara arang kayak es batu. 😂

Setelah baranya padam dan kopinya nggak panas banget, aku pun segera menyesap rasa kopinya dan uuhhh... Walau aku bukan pecinta kopi, tapi jujur, aku suka ama rasa kopi joss ini, karena arang tersebut memberikan aroma dan rasa yang khas pada kopi ini. Selain itu, kopinya juga jadi terasa unik dan istimewa. Mantap banget.

Selain kopi joss, angkringan tugu ini juga menyediakan berbagai menu lainnya sepeti teh, nasi kucing, beragam sate dan masih banyak menu lainnya. Tapi aku cuma mesan kopi aja sih. Ntar badanku gendut dan dompetku kurus kalo makan malam-malam. 😂
Menu lainnya di Angkringan Tugu
Setelah selesai menghabiskan segelas kopi dan ninggalin arangnya, kami berdua pun segera kembali ke penginapan. Saatnya istirahat. Zzzzz....

Kamis, 12 Desember 2019

Tugu Yogyakarta

Hai sahabat backpacker..

Selain Malioboro yang udah ku datangi sore tadi bersama adikku, masih ada satu tempat lagi yang wajib dikunjungi kalo lagi jalan-jalan ke Yogyakarta. Katanya belum sah ke Jogja kalo belum ke tempat itu. Dan tempat tersebut adalah... Tugu Jogja.
Tugu Jogja, yang kufoto besok siangnya
Yupz... Tugu Jogja ini juga merupakan salah satu ikon wisata dari Yogyakarta dan salah satu tempat yang wajib dikunjungi saat traveling di Yogyakarta. Oleh karena itu, setelah mandi dan makan malam di angkringan, aku dan adikku pun jalan-jalan ke tugu ini. Let's go.

Brmm... Brmm...

Lokasi Tugu Jogja

Tugu Jogja ini lokasinya tepat berada di tengah-tengah perempatan Jalan Pangeran Mangkubumi, Jalan Jenderal Sudirman, Jalan AM Sangaji dan Jalan Diponegoro. Jadi cukup mudah buat ngunjungin nih tugu. Lokasinya juga nggak jauh dari Malioboro dan Stasiun Tugu.
Letaknya di perempatan jalan

Sejarah Tugu Jogja

Tugu Jogja pertama kali dibangun pada tahun 1755 setelah pembangunan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat oleh Sultan Hamengku Buwono I. Diyakini tugu ini menjadi garis imajiner yang menghubungkan Laut Selatan, Keraton Jogja dan Gunung Merapi.

Awalnya Tugu Jogja ini dikenal dengan nama Golong Gilig. Karena saat pertama kali dibangun tugu ini berbentuk Gilig alias silinder yang menopang Golong alias Bola pejal. Katanya bentuk tugu ini memiliki arti persatuan antara Keraton dengan rakyat.

Namun pada tahun 1867 Tanah Jogja dilanda gempa dan membuat tugu ini runtuh dan sempat terbengkalai. Baru pada tahun 1889 Pemerintah Belanda memperbaiki tugu tersebut di bawah pengawasan Patih Dalem Kanjeng Raden Adipati Danurejo V.

Pembangunan tersebut membuat bentuk bangunan tugu ini berubah, dari yang awalnya setinggi 25 meter menjadi hanya 15 meter dan yang awalnya berbentuk Golong Gilig menjadi bentuk yang sekarang dengan bentuk menjadi persegi dan puncaknya berubah runcing. Tugu baru ini diresmikan oleh Sultan Hamengku Buwono VII pada tanggal 3 Oktober 1889 dan dinamakan Tugu Pal Putih.
Tugu Pal Putih

Maaf, kagak paham artinya
Papan informasi Tugu Pal Putih
Berhubung tugu ini berada di perempatan jalan, jadi lokasi terbaik untuk melihat kecantikan tugu ini adalah dari pojok Jalan Pangeran Mangkubumi. Di sini tersedia tempat duduk yang nyaman. Di sini juga terdapat replika Tugu Jogja yang lama, relief sejarah Yogyakarta hingga miniatur garis imajiner Tugu Jogja dan Keraton. Mantap. 👍
Pojok Jalan Pangeran Mangkubumi
Relief sejarah Yogyakarta
Replika Tugu Golong Gilig
Aku di Tugu Jogja