Rabu, 14 Juni 2017

Petualangan di Jakarta: Mencoba Transjakarta

Taman Fatahillah Kota Tua

Museum Bank Mandiri, Museum Bank Indonesia, Museum Fatahillah, Taman Fatahillah, Museum Wayang serta Museum Seni dan Keramik telah selesai kujelajahi satu persatu begitu menginjakkan kaki di Kota Jakarta, ibukota Indonesia ini.

Rasanya sudah cukuplah petualangan si cowok ganteng nan unyu ini di Kota Tua Jakarta meski masih ada banyak lagi gedung-gedung bersejarah dengan arsitektur keren di sini. Banyak banget malahan. Tapi sayangnya waktu yang ku miliki cukup terbatas dan hari udah lumayan siang.

Sedangkan objek wisata utamaku di Jakarta ini adalah Monumen Nasional alias tugu Monas. Soalnya tugu ini kan bisa dibilang ikonnya Jakarta, jadi rasanya belum sah ke Jakarta kalo belum ke Monas. Karena itu, aku pun segera beranjak menuju Monas.

Berdasarkan info dari beberapa blog yang ku baca, ada dua cara menuju Monas dari Kota Tua Jakarta, yang pertama naik KRL tujuan Stasiun Juanda dan yang kedua naik Transjakarta. Untuk memaksimalkan penjelajahan di Ibu Kota Indonesia ini, aku pun memilih naik transjakarta, biar sekalian bisa ngerasain gimana rasanya jadi warga Jakarta. Hehe...

Setelah membeli kartu flazz seharga Rp.50.000 dengan saldo Rp.30.000 sebagai tiket transjakarta dari seorang mas-mas yang berdiri di loket transjakarta, aku pun men-tap-kan kartu tersebut di gate halte transjakarta. Tapi kok nggak bisa ya?

Ku coba sekali lagi, tapi tetap aja nggak bisa. Apa kartunya rusak ya?

Terus si mas penjual kartu pun mendekat dan mengajariku caranya.

“Gini mas caranya.” Ucapnya sambil men-tap-kan kartu tersebut dan viola... gerbangnya terbuka.

Damn! Ternyata aku men-tap di layar gate, bukan di tempat tapnya. Soalnya tulisan tempat tapnya memang udah nggak kebaca lagi. Tiba-tiba aku merasa begitu ndeso.

Sial!!! Malu-maluin banget.

“Thanks ya mas.” Ucapku pelan. Sumpah, nggak sanggup lagi rasanya berdiri lama-lama di situ.

Setelah masuk ke dalam halte dan berusaha melupakan kejadian yang amat sangat memalukan itu, aku pun melihat-lihat rute transjakarta. Yang kubaca di blog, ada yang bilang ada transjakarta langsung dari Kota Tua ke halte Monas dan ambil bus jurusan Blok M. Dan ada juga yang bilang ambil bus jurusan halte Harmoni dan nanti dari sana ambil bus jurusan Monas.

Tapi dasar akunya yang nggak sabaran, begitu transjakartanya datang, aku langsung masuk aja ke dalam. Pas udah di dalam baru deh mikir, nih bus tujuan mana ya? Hahaha.... bakal nyasar nggak ya?

Ternyata aku beneran salah bus, ini bus tujuan Pinang Ranti.

aghhh.... tidak..... aku nyasar.

Akhirnya saat di halte Harmoni aku pun buru-buru turun dan menunggu bus tujuan Blok M sambil membaca kembali rute transjakarta. Setelah ku baca baik-baik, ternyata bus tujuan Pinang Ranti tadi juga lewat halte Monas.

Damn! Terus buat apa aku buru-buru turun dan ganti bus?

Tapi nggak apa-apa deh, soalnya asyik juga naik transjakarta ini, selain punya jalur sendiri sehingga bebas macet, kita juga bisa puluhan kali ganti-ganti bus dan tarifnya tetap Rp.3.500, selama kita nggak keluar dari haltenya. Buset... murah banget. Aku jadi berharap di Kota Medan ada kendaraan umum seperti ini. Soalnya bus Mebidang di Medan itu selain nggak punya jalur sendiri sehingga rawan macet, tarifnya juga Rp.6000 untuk jarak dekat dan jauh. Mahal coy.

Setelah beberapa menit akhirnya aku sampe juga di halte Monas. Begitu keluar dari haltenya langsung terlihat Museum Nasional. Ah... ke sini dulu deh baru ke Monas.

Note : foto-foto transjakartanya nggak ada, soalnya aku lupa ngambil fotonya. Hahahaha....

“Kau ini blogger apaan sih, sampe foto-fotonya pun lupa.”

Hahahaha... aku adalah Si blogger ganteng nan unyu. :D
Si ganteng nan unyu

Senin, 05 Juni 2017

Petualangan di Jakarta: Museum Seni Rupa dan Keramik

Museum Seni Rupa dan Keramik


Setelah bertemu Si Unyil dan terperangah melihat berbagai jenis wayang yang ada di dalam Museum Wayang, aku kemudian melanjutkan petualangan ke Museum Seni Rupa dan Keramik. 

Alamat

Museum Seni Rupa dan Keramik ini juga berada di sisi Taman Fatahillah dan tepat berseberangan dengan Museum Wayang. Alamat pastinya berada di Jalan Pos Kota Nomor 2,  Kota Tua, Jakarta Barat, Jakarta. So... jaraknya cuma beberapa meter doang dari Taman Fatahillah. Dekat uy. 

Sejarah Museum Seni Rupa dan Keramik 

Gedung Museum Seni Rupa dan Keramik ini mulai dibangun sekitar tahun 1866 dan diarsiteki oleh W.H.F.H Van Raders dengan arsitektur khas Neoklasik. Gedungnya diresmikan pada 12 Januari 1870 dan digunakan sebagai Kantor Dewan kehakiman Pemerintah Hindia Belanda. Pada saat kependudukan Jepang, gedung ini dijadikan sebagai markas KNIL dan selanjutnya digunakan sebagai asrama militer.

Pada 10 Januari 1972, gedung ini diresmikan sebagai bangunan bersejarah cagar budaya yang dilindungi  dan digunakan sebagai Kantor Walikota Jakarta Barat. Hingga pada tahun 1976 diresmikan sebagai Balai Seni Rupa Jakarta dan akhirnya tahun 1990 digunakan sebagai Museum Seni Rupa dan Keramik.
Gedung Museum Seni Rupa dan Keramik
Koleksi Museum Seni Rupa dan Keramik 

Seperti museum-museum lainnya yang ada di Kota Tua Jakarta, tiket masuk ke Museum Seni Rupa dan Keramik ini pun sama. Tiket masuknya cuma Rp. 5000 untuk umum dan hanya Rp.3000 doang untuk mahasiswa dan pelajar. Murah meriah muntah coy. Apalagi kalo pake kartu sakti, kartu tanda mahasiswa. Mantap.

Setelah membeli tiket di pintu masuk, aku kemudian beranjak ke dalam museum dan memulai penjelajahan. Museum ini menyajikan koleksi dari hasil karya seniman-seniman Indonesia sejak tahun 1800-an hingga saat ini dan koleksi lukisan tersebut dibagi menjadi beberapa ruangan berdasarkan periodesasi yaitu ruang masa Raden Saleh, masa Hindia Jelita, ruang Persagi, masa Pendudukan Jepang, ruang Pendirian Sanggar, masa Kelahiran Akademis Realisme, dan ruang Seni Rupa Baru Indonesia. 

Koleksi lukisan dan pengunjung
Semua lukisannya punya ciri khas dan terlihat cantik-cantik. Sayangnya aku punya jiwa seni yang rendah, jadi nggak bisa menjelaskan kecantikan lukisan-lukisan ini. Kalo menjelaskan kecantikan cewek mah aku pinter. Hahaha....

Kemudian ada ruang-ruang yang menampilkan berbagai koleksi keramik dari berbagai daerah di Indonesia dan seni kreatif kontempoter. Ada juga koleksi keramik dari negara-negara mancanegara dan koleksi-koleksi keramik ini berasal dari abad ke 16 hingga awal abad ke 20. Bahkan ada juga berbagai keramik hasil dari kapal karam. 
Koleksi keramik
Pokoknya koleksi museum ini mantap banget deh. Penuh dengan seni. Asyiknya lagi, sarana dan prasarana museum ini juga sangat lengkap. Di bagian belakang terdapat musholla dan kamar kecil. Saat aku di sini juga ada dua cewek cantik yang sedang ibadah zuhur. Beuh... mantap nih cewek, traveling tapi tetap ingat ibadah, calon istri yang baik di masa depan nih. Tapi sayangnya aku lupa kenalan ama mereka. 

Macem mereka mau aja kenalan ama mu cuy. Hahahaha.... 

Di bagian depan mushalla kecil ini juga terdapat taman hijau, asyik juga untuk ngadem sekalian istirahat kalo capek ngelilingin museum yang gede banget ini.
Taman hijau di sisi belakang museum
Cowok ganteng selfie di depan museum

Selasa, 30 Mei 2017

Petualangan di Jakarta: Museum Wayang

Museum Wayang
Yo Sobat Backpacker, selamat berpuasa ya. :)

Sorry ya blog tercintaku, beberapa hari ini aku lagi di daerah, jadi agak jarang mengunjungimu. Nah, sekarang aku mau ngelanjutin ceritaku tentang petualangan di Kota Tua Jakarta.

Setelah sebelumnya aku beristirahat di Taman Fatahillah seusai menjelajah Museum Bank Mandiri, Museum Bank Indonesia dan Museum Fatahillah dan bertemu Meriam Si Jagur di taman, akhirnya tenagaku kembali penuh dan aku pun melanjutkan penjelajahan di Kota Tua Jakarta ini dan tujuanku selanjutnya adalah Museum Wayang. Lets go.

Alamat Museum Wayang

Museum ini letaknya persis berada di sisi Taman Fatahillah, jadi cukup beberapa langkah aja dari tempatku istirahat udah nyampe. Alamat pastinya berada di Jalan Pintu Besar Utara No.27, Jakarta Barat, Jakarta.

Sejarah Museum Wayang

Dulunya Gedung Museum Wayang ini adalah sebuah bangunan gereja yang dibangun pada tahun 1640 dengan nama “de Oude Hollandshe Kerk” dan pada tahun 1732 diperbaiki dan berganti nama menjadi “de Nieuw Holandsche Kerk”. Pada tahun 1939, bangunan ini diubah pula menjadi Gedung Museum Batavia hingga pada 13 Agustus 1975 diresmikan oleh H. Ali Sadikin, Gubernur Jakarta sebagai Museum Wayang. Wuih... sungguh sejarah yang panjang.

Koleksi Museum Wayang

Dengan Pede aku masuk ke dalam Museum Wayang, tapi seorang bapak-bapak berkumis tebal kemudian bertanya. “Mau kemana dik?”

“Mau masuk ke museum pak.” Jawabku pede.

“Ini pintu keluar dik, pintu masuknya sebelah sana.” Ucapnya sembari menunjuk pintu museum satu lagi.

Sial...!!!

Sial...!!!

Sial...!!!

Malu-maluin aja ah salah pintu.

Siallll...!!!

“Oh... begitu ya pak, terima kasih kalo begitu.” Ucapku sambil tersenyum. Senyum palsu menahan malu. Damn!

Eh... tapi di pintunya ini emang kagak ada tulisan pintu masuk atau pintu keluarnya kok. So... bukan salah ku dong.

Iya kan?

Iya kan?

Setelah masuk dari pintu yang benar, aku kemudian membeli tiket masuknya seharga Rp. 5000 aja untuk umum dan cuma Rp. 3000 untuk mahasiswa. Murah meriah uy.. apalagi ada kartu sakti, kartu tanda mahasiswa. Muhahahahha.....

Begitu masuk ke dalam, aku terperangah melihat koleksi wayang di museum ini. bener-bener buanyak coy. Di kanan ada wayang, di kiri ada wayang, di depan ada wayang, di belakang pun ada wayang. Tapi wajar sih, namanya juga museum wayang, ya isinya wayang la, masak kue lepat.
Terperangah melihat koleksi wayang
Kanan kiri ada wayang

Selama ini yang aku tau tentang wayang cuma wayang kulit, wayang golek dan wayang orang aja. Padahal ternyata wayang itu punya buanyak jenis. Ada wayang kulit, wayang golek, wayang  kardus, wayang rumput, wayang janur, wayang beber dan macem-macem. Bahkan wayang kulit, wayang golek dan wayang-wayang lainnya ini punya jenis-jenisnya lagi. beuh... keluarga besar wayang ternyata ada bermacam-macam banget.
Koleksi wayang
Selain koleksi wayang-wayang dari seluruh Indonesia, ada juga koleksi boneka-boneka khas dari daerah Indonesia seperti boneka Sigale-Gale dari Sumatera Utara dan Onde-Onde dari Jakarta. Selain itu ada pula koleksi boneka-boneka yang berasal dari Eropa, Thailand, Suriname, Tiongkok, Vietnam, India, Kolombia dan lain-lain.

Berbagai perlengkapan pewayangan juga lengkap di museum ini, seperti alat musik set gamelan, alat penerangan, panggung dan alat-alat lainnya. Serta ada juga lukisan-lukisan wayang dan silsilah tokoh-tokoh pewayangan.
Set Gamelan
Yang paling menarik untukku di sini adalah aku bertemu boneka si Unyil. Horeeee.... soalnya aku emang suka banget tuh nonton acara laptop si Unyil di tv, jadi rasanya seneng banget bisa ketemu langsung dengan boneka Si Unyil dan kawan-kawannya macem si Pak Raden, Usro, Pak Ogah, dan lain-lain. Hihihi....


Kosakata

Lepat = Makanan dari pisang, ubi atau labu yang ditumbuk halus kemudian di bungkus daun pisang dan dikukus.

Jumat, 19 Mei 2017

Petualangan di Jakarta: Santai Sejenak di Taman Fatahillah



Uwih... capek juga ternyata menjelajahi Kota Tua Jakarta ini. Tapi wajar sih, soalnya Kota Tua ini cukup besar dan ada buanyak banget bangunan-bangunan tua nan bersejarah dengan arsitektur dan bentuk bangunan yang ikonik. Museum-museumnya pun luas dan koleksinya banyak yang menarik, jadi sayang banget kalo dilewatkan.

Apalagi hari ini aku juga dari jam 3 pagi udah bersiap dan harus berangkat ke Kuala Namu demi penerbangan ke Jakarta dan begitu nyampe Jakarta langsung menuju ke Kota Tua naik damri. So.... terasa juga capek dan lapernya, soalnya udah jam 12 siang juga.

Akhirnya setelah puas menjelajahi Museum Fatahillah, aku memutuskan untuk istirahat sejenak dan mengumpulkan kembali tenagaku di Taman Fatahillah yang berada tepat di depan Museum Fatahillah alias Museum Sejarah Jakarta. Taman ini dikatakan sebagai pusatnya Kota Tua Jakarta. 
Taman Fatahillah
Taman Fatahillah
Sambil duduk dan menikmati cemilan di bangku taman yang tersebar di setiap sisi taman, aku juga memperhatikan suasana taman ini. Ternyata meski bukan hari libur, pengunjung Taman Fatahillah cukup rame. Kebanyakan sih dateng bareng teman atau pasangannya yang terlihat cukup mesra. Dan kayaknya cuma aku sendiri yang datang sendirian. Sial.

Beberapa pengunjung kulihat asyik mengambil foto dari berbagai sudut, ada juga yang membuat video. Sedangkan pengunjung yang lain ada yang bersantai menikmati waktu, ada yang berkeliling ke sana ke mari dan ada juga yang bermain sepeda. Cukup rame.

Taman Fatahillah ini pun cukup asyik, meski cuacanya agak panas sih. Tapi pengelolaannya cukup bagus, bangku-bangku taman tersebar di setiap sisi taman, kondisinya bersih dan di tengah tamannya ada satu kolam air mancur.

Saat aku melihat ke arah kanan, eh.. malah ketemu meriam cabul.

Iya meriam cabul.

Gimana nggak cabul coba? Bentuk meriamnya sih macem meriam-meriam pada umumnya meski ukurannya lebih besar, tapi di pangkalnya itu ada ukiran tangan dengan jari jempol yang dijepit di antara jari telunjuk dan jari tengah. Sungguh cabul banget pose meriam ini.
Meriam dengan pose aduhay
Eh tapi ternyata meriam ini adalah meriam Si Jagur.

busyet... meski cabul tapi namanya keren amat ya.

Meriam Si Jagur

Meriam Si Jagur ini dulunya dipercaya bisa mengabulkan doa keluarga yang pengen punya anak. Hm... pantes posenya cabul banget. Ternyata walau posenya cabul, kau bagus juga ya meriam. Hahahaha...

Namun sebenarnya pose Meriam Si Jagur, meriam peninggalan Portugis ini bukanlah memiliki arti yang porno, tapi melambangkan “fico” dalam bahasa Portugis yang artinya “semoga beruntung” dan juga memiliki makna kesuburan.
Meriam Si Jagur dan Taman Fatahillah
Huuuuaaaa.... rasanya tenagaku udah terisi setelah istirahat dan makan cemilan. Makan cemilan ya. bukan karena liat meriam Si Jagur itu. So... saatnya melanjutkan penjelajahan dan tujuan selanjutnya adalah Museum Wayang. Lets Go.