Tampilkan postingan dengan label Museum. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Museum. Tampilkan semua postingan

Selasa, 31 Maret 2020

Menengok Koleksi Uang Kuno di Museum Uang Sumatera

Selamat pagi sahabat backpacker...

Apa kabarnya? Semoga kita selalu terjaga kesehatannya ya. Aamiin...

Pagi ini aku mau menceritakan akhir dari kisah petualanganku di Tanah Jawa, tepatnya di Jawa Tengah, Jogja dan Jakarta beberapa waktu yang lalu sebelum virus corona mewabah. Setelah malamnya mendarat dengan selamat di Bandara Kuala Namu, paginya aku berencana untuk segera pulang ke kampung halaman di Kabupaten Asahan make kereta api.

Tapi sebelum itu, aku masih mau ngunjungi satu tempat wisata menarik yang letaknya tidak jauh dari Stasiun Besar Medan dan tempat tersebut adalah Museum Uang Sumatera. Lagi-lagi dengan mengandalkan abang ojol, aku segera menuju museum tersebut. Karena kalo naik angkot, harus nyambung 2 kali. Ribet banget cuy.
Koleksi di Museum Uang Sumatera
Alamat Museum Uang Sumatera

Museum Uang Sumatera ini terletak di Jalan Pemuda, No. 17, Kecamatan Medan Maimun, Kota Medan dan menempati bangunan Gedung Juang 45 Kota Medan sebagai gedung museumnya. Beberapa tahun yang lalu aku udah pernah ngunjungin Gedung Juang 45 ini dan saat itu kondisinya serem, debu dimana-mana dan sangat terbengkalai. Jadi aku seneng juga kalo mereka make gedung bersejarah ini sebagai bangunan museum, karena gedungnya jadi terawat. Mantap. 👍

Sejarah Museum Uang Sumatera

Museum Uang Sumatera ini didirikan oleh Bapak Saparuddin Barus, beliau adalah seorang kolektor uang-uang kuno dan udah ngumpulin berbagai macam koleksi mata uang sejak tahun 1998. Museum ini sendiri diresmikan pada tanggal 2 Mei 2017 oleh bapak gubernur.

Gedung museum ini juga gedung yang bersejarah, bahkan termasuk dalam salah satu bangunan cara budaya di Kota Medan. Karena gedung ini menjadi saksi sejarah perjuangan Bangsa Indonesia dalam melawan penjajahan.

Koleksi Museum Uang Sumatera

Setelah mengisi buku tamu, aku pun segera menjelajahi bagian-bagian museum ini dan melihat berbagai koleksinya. Koleksi uang di museum ini terbagi atas dua kelompok besar yaitu koleksi uang kertas dan koleksi uang logam. Sedangkan dari jenisnya, koleksi di museum ini terbagi atas beberapa jenis.

Yang pertama ada koleksi uang koin kerajaan. Koleksi uang koinnya ini sangat lengkap karena ada dari sejak kerajaan Hindu-Budha kayak koin Sriwijaya dan Majapahit dan alat-alat tukar lainnya. Lalu ada koin dari Kesultanan Islam di Nusantara, baik Kesultanan yang besar sampe yang kecil.
Alat barter masa Sriwijaya

Beragam uang koin

Koin Banten
Lalu ada juga Token Perkebunan atau uang koin yang dikeluarkan pihak perkebunan Belanda untuk membayar buruh perkebunan. Koin ini cuma bisa dipake di perkebunan inj doang, jadi buruh nggak bisa keluar dan kemana-mana. Selain itu juga ada koleksi uang VOC dan uang koin dari berbagai negara seperti China, Serawak, Inggris, Belanda, Portugis dan masih banyak lagi lainnya.
Token perkebunan

Koin Melaka Portugis
Kemudian juga ada koleksi uang kertas yang telah ada sejak masa penjajahan hingga uang kertas yang kita gunain saat ini. Selain itu juga ada Oeang Republik Indonesia Daerah/ Darurat (ORIDA) seperti uang Siantar, Karo, Tapanuli, Asahan dan banyak lagi. Lalu juga ada bon kontan yang digunakan sebagai pengganti uang serta potongan kertas yang diketik pake mesin ketik dan dikasi stempel pemerintah doang sebagai pengganti uang. Serta yang paling unik ada uang dari kain goni yang digunain Kerajaan Buton.
Koleksi uang kertas

Uang Kerajaan Buton
Selain koleksi uang, di museum ini juga ada koleksi plat percetakan uang dan mesin cetak yang digunakan uang mencetak uang di jaman dulu. Bentuk mesin cetak ini unik banget. Selain itu, banyak lagi koleksi lainnya yang ada di museum ini. Banyak bangetlah pokoknya.
Plat stempel

Mesin cetak kuno
Oh ya, untuk masuk ke museum ini, tidak dipungut biaya loh, tapi kalo kita mau membantu keuangan operasional museum, kita boleh menyumbangkan Rp. 10.000 aja dan dapat koleksi uang kuno yang nggak begitu langka sebagai souvenir. Aku sendiri dapat koleksi uang kuno Kesultanan Aceh dan Kesultanan Palembang. Mantap jiwa.
Souvenir untuk pengunjung museum
Setelah selesai melihat-lihat koleksi uang di Museum Uang Sumatera, aku pun segera menuju Stasiun Besar Medan untuk pulang ke rumah di Kabupaten Asahan dengan naik Kereta Api Ekonomi Putri Deli. Let's go..

Tut... Tut...
Aku di Museum Uang Sumatera

Jumat, 27 Maret 2020

Mengunjungi Museum Perumusan Naskah Proklamasi

Hai sahabat backpacker...

Setelah aku selesai membayangkan tentang peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia di Taman Proklamasi Indonesia, aku pun melanjutkan petualangan di Ibu Kota ini. Tujuanku selanjutnya adalah Museum Perumusan Naskah Proklamasi yang masih berhubungan erat dengan peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Berhubung kagak ada keliatan bus yang lewat dari Taman Proklamasi ini, lagi-lagi pilihanku adalah naik motornya abang ojol untuk mengantarkan ku ke museum tersebut.

“Ayok bang! Let's go.”

Brrmm... Brmmm...

Alamat Museum Perumusan Naskah Proklamasi

Tak begitu jauh dari Taman Proklamasi, palingan cuma sekitar 7 menit doang dari Taman Proklamasi, aku pun sampe di pintu masuk Museum Perumusan Naskah Proklamasi. Museum ini beralamat di Jalan Imam Bonjol, No. 1, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat. Letaknya nggak begitu jauh dari Monas dan Bundaran HI.
Museum Perumusan Naskah Proklamasi
Sejarah Museum Perumusan Naskah Proklamasi

Gedung museum ini pertama kali dibangun pada tahun 1920 dengan gaya arsitektur Eropa dan dikelola oleh PT. Asuransi Jiwasraya. Selanjutnya gedung ini diambil alih oleh Konsulat Inggris pada saat Perang Pasifik dan kemudian dimiliki oleh Jepang ketika mereka menjajah Indonesia dan menjadi rumah tinggal Laksamana Muda Tadashi Maeda. Setelah masa kemerdekaan, gedung ini beralih-alih kepemilikan, seperti Markas Tentara Inggris, dikontrak Konsulat Inggris, kemudian dijadikan perkantoran Perpustakaan Nasional hingga pada tahun 1992 gedung ini dijadikan Museum Perumusan Naskah Proklamasi karena menjadi tempat yang sangat bersejarah bagi kemerdekaan Indonesia.
Gedung Museum Perumusan Naskah Proklamasi

Koleksi Museum dan Sejarah Perumusan Naskah Proklamasi

Tiket masuk ke museum ini cuma Rp. 2000 aja. Murah banget cuy, beli jajanan aja segitu kagak kenyang. Setelah membeli tiket yang super murah dan menitipkan ransel yang mulai terasa berat, aku pun mulai menjelajahi gedung saksi sejarah perumusan naskah proklamasi ini.
Jam buka dan harga tiket masuk museum
Bagian pertamanya adalah ruang Pra-perumusan Naskah Proklamasi. Ruang ini adalah ruang tamu yang digunakan Laksamana Maeda menemui tokoh-tokoh proklamasi dan memberitahukan bahwa Jepang terikat perjanjian atas status quo Indonesia. Oleh karena itu beliau memutuskan untuk tidak ikut campur, dan mengundurkan diri ke dalam kamarnya di lantai atas. Namun tetap mengizinkan kediamannya digunakan untuk membahas kemerdekaan Indonesia.
Ruang Pra-perumusan Naskah Proklamasi
 Di ruangan selanjutnya terdapat patung diorama yang menggambarkan kisah ketika Soekarno, Hatta dan Ahmad Soebardjo menyusun draft naskah proklamasi. Naskah tersebut ditulis tangan oleh Soekarno, sedangkan Hatta dan Ahmad Soebardjo menyumbangkan pikirannya secara lisan.
Soekarno, Hatta dan Ahmad Soebardjo merumuskam naskah proklamasi

Draft naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia
Setelah selesai, naskah tersebut kemudian dibacakan di hadapan tokoh-tokoh yang hadir dan mereka menerima draft naskah tersebut dengan suara bulat. Naskah tersebut kemudian diketik oleh Sayuti Melik di Ruang Pengetikan Naskah Proklamasi dan ditemani oleh B.M Diah.
Pengetikan naskah proklamasi oleh Sayuti Melik ditemani B.M Diah
Setelah itu sempat terjadi perdebatan tentang siapa yang akan menandatangani naskah proklamasi kemerdekaan tersebut. Kemudian Soekarni maju dan memberikan pendapat agar naskah tersebut ditandatangani oleh Soekarno-Hatta dengan atas nama Bangsa Indonesia. Usul ini diterima secara bulat oleh para tokoh yang hadir dengan tepuk tangan.
Ruangan para tokoh menanti naskah proklamasi

Para tokoh yang hadir
 Soekarno dan Hatta pun menandangani naskah proklamasi kemerdekan tersebut di atas piano hitam yang ada di dekat tangga. Dengan demikian, selesailah perumusan naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia yang dirumuskan pada malam menjelang subuh hari tersebut dan keesokan harinya dibacakan di halaman rumah Soekarno, di Jalan Pegangsaan Timur, No. 56 yang sekarang menjadi Taman Proklamasi Indonesia.
Piano di dekat tangga
Selain koleksi tersebut, di dalam museum ini juga masih banyak koleksi lainnya yang masih berhubungan ama kejadian Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Di bagian belakang terdapat perpustakaan kecil dengan koleksi buku-buku sejarah dan museum. Sedangkan di lantai 2 nya terdapat berbagai macam barang koleksi milik tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia. Di sini juga ada salinan teks proklamasi hingga kaset dan piringan hitam yang merekam pembacaan naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Bagian belakang museum

Ada perpustakaan kecil

Kaset rekaman Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Piringan hitam yang merekam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Meski barang-barang  furnitur yang ada di museum ini hanya replika karena gedung museum ini sempat beralih-alih kepemilikan, namun museum ini sangat wajib dikunjungi agar kita tau perjuangan para tokoh kemerdekaan dalam menggapai kemerdekaan Indonesia sehingga kita sebagai generasi selanjutnya bisa menikmati nyamannya hidup di negara yang merdeka.

Merdeka!
Si ganteng yang unyu di Museum Perumusan Naskah Proklamasi

Jumat, 06 Maret 2020

Menatap Diorama di Museum Benteng Vredeburg

Tap... Tap... Tap...

Aku melangkah cepat menghindari sengatan matahari yang cukup terik siang ini melewati Gapura Pangurakan menuju 0 Kilometer Jogja setelah sebelumnya mengunjungi Museum Sonobudoyo. Sekarang tujuanku adalah Benteng Vredeburg yang letaknya nggak jauh dari 0 KM tersebut. Sebenarnya kemarin sore aku udah ngedatangi museum ini, tapi karena terlalu sore, museumnya udah mau tutup. Akhirnya hari ini deh baru aku ngunjunginnya lagi.
Museum Benteng Vredeburg
Lokasi Benteng Vredeburg

Benteng Vredeburg ini beralamat di Jalan Margo Mulyo, Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta. Benteng ini terletak tidak jauh dari 0 KM, Pasar Beringharjo, Taman Pintar, dan Gedung Agung.

Sejarah Benteng Vredeburg

Benteng Vredeburg ini mulai dibangun sejak tahun 1760-an oleh pihak Belanda atas seizin Sultan Hamengku Buwono I. Awalnya benteng ini cukup sederhana dengan bentuk bujur sangkar dan dinding terbuat dari tanah liat yang diperkuat tiang penyangga dari kayu pohon kelapa dan aren dan di empat sudutnya dilengkapi tempat penjagaan.

Karena terlalu sederhana, pihak Belanda meminta izin untuk memperkuat benteng menjadi bangunan permanen demi alasan keamanan. Katanya sih, padahal mah bentengnya buat nunjukin kekuasaan. Setelah selesai bangunan benteng tersebut dinamain Benteng Rustenburg yang berarti Benteng Peristirahatan.

Ketika gempa besar melanda Jogja di tahun 1867, benteng ini mengalami kerusakan sehingga dibangun kembali. Di dalamnya juga dilengkapi barak prajurit, gudang logistik, gudang mesiu, rumah sakit prajurit dan rumah residen. Nama benteng ini pun diubah menjadi Benteng Vredeburg yang berarti benteng perdamaian, sebagai bukti tidak saling serang antara Belanda dengan Kesultanan.

Benteng ini sempat berganti-ganti kepemilikan, mulai dari VOC, Kerajaan Belanda, Inggris, Jepang, hingga Republik Indonesia. Meskipun demikian, tanah tempat benteng ini berdiri secara sah tetap milik Kesultanan Yogyakarta. Ya sama sih kayak raga ini, walau terkadang dimiliki orang-orang berbeda, tapi hatinya masih tetap miliki mu.

Wkwkwkwkwkwk #bucin

Padahal mah jomblo. 😂

Saat ini Benteng Vredeburg telah diakui sebagai salah satu bangunan cagar budaya dan kini difungsikan sebagai museum yang bisa dikunjungi oleh masyarakat umum.

Koleksi Museum Benteng Vredeburg

Setelah membeli tiket masuknya yang cuma Rp. 3000 saja perorang. Murah banget cuy. Aku pun segera masuk ke dalam benteng dan mulai menjelahi bangunan bersejarah ini. Di depan pintu gerbangnya terdapat plang penunjuk arah dari bagian-bagian bangunan benteng ini.
Plang penunjuk arah

Halaman Benteng Vredeburg

Patung pahlawan di halaman benteng
Aku pun memasuki satu demi satu ruangan museumnya. Ada satu hal menarik dari cara museum ini menampilkan kisah sejarah, yaitu museum ini menampilkan kisah sejarah bukan dengan cara memamerkan koleksi benda-benda bersejarah saja namun kebanyakan berupa diorama dan minidiorama yang menceritakan berbagai peristiwa sejarah yang terjadi di sekitar Yogyakarta seperti diorama perang gerilya, sejarah Pangeran Diponegoro, sejarah pergerakan nasional seperti berdirinya Taman Siswa, Muhammadiyah hingga peristiwa-peristiwa bersejarah lainnya.
Diorama perang gerilya

Koleksi minidiorama

Diorama perjuangan Pangeran Diponegoro

Diorama berdirinya Taman Siswa

Diorama-diorama ini mengingatkanku pada museum di Monumen Nasional yang menampilkan diorama-diorama juga.

Selain diorama, katanya museum ini juga menampilkan koleksi berupa benda-benda peninggalan bersejarah. Namun saat aku berkunjung, ruangannya lagi direnovasi, jadi kagak keliatan deh. Selain itu aku juga nemuin ruang audiovisual di lantai dua yang menampilkan film-film sejarah dan perjuangan, tapi ruangannya juga tutup.
 -_-“.
Koleksi museum
Akhirnya aku memilih naik ke atas benteng, dari atas seru juga sih, bisa ngeliatin 0 KM Jogja dari ketinggian, tapi karena cuaca yang lagi terik, aku nggak berlama-lama di atas, takut item ntar.
Pemandangan dari atas benteng

Moto orang nggak dikenal
Setelah selesai menjelajahi setiap bagian Museum Benteng Vredeburg ini, aku pun segera keluar dari benteng. Rencananya sih aku mau beli oleh-oleh, lalu kemudian menunggu jadwal keberangkatan kereta api di 0 KM. Sepertinya asyik juga.

Ting...

Tiba-tiba terdengar suara notifikasi di hpku yang menandakan ada pesan yang masuk di Messenger. Segera aku membukanya.

kak, kamu masih di Jogja? Ketemuan yuk!

Bersambung.... 
Aku dan Museum Benteng Vredeburg

Senin, 02 Maret 2020

Mengenal Sejarah dan Budaya Jawa di Museum Sonobudoyo Yogyakarta

Setelah sebelumnya aku nggak sengaja menemukan Masjid Keraton Soko Tunggal di kawasan Taman Sari, aku kemudian beranjak ke Masjid Gedhe Kauman untuk sholat Jumat di sana. Setelah itu baru deh makan di angkringan yang ada di halaman masjid. Ini nih enaknya Jogja, makanannya murah-murah. Nggak nyampe Rp. 10.000, perut udah kenyang dengan makanan angkringan yang murah-murah. Mantap cuy.

Setelah mengisi perut, aku pun melanjutkan petualanganku di Bumi Jogja ini. Apalagi ini hari terakhirku di sini, jadi harus dimaksimalkan jalan-jalannya. Tujuanku selanjutnya adalah Museum Sonobudoyo yang tidak begitu jauh dari Masjid Gedhe Kauman ini.

Tap..tap..tap.. nggak lama jalan kaki, sampe juga aku di halaman museumnya.
Museum Sonobudoyo

Alamat Museum Sonobudoyo


Museum Sonobudoyo ini letaknya di Jalan Pangurakan No. 6, Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta. Letaknya ada di sisi utara dari Alun-Alun Utara Yogyakarta. Jadi mudah banget buat ngunjungi museum ini, karena berada di pusat kota dan dekat dari objek-objek wisata lainnya.

Oh ya, tiket masuknya juga murah banget, perorangnya cuma bayar Rp. 3000 aja sebagai tiket masuknya. Murah meriah cuy. Btw ini juga sih yang bikin aku suka ngunjungi museum, soalnya tiket masuknya murah dan ada banyak hal yang bisa dilihat di dalam, terus dapat ilmu dan pengetahuan juga. Mantap banget kan?

Makanya, hayuk ke museum!

Sejarah Museum Sonobudoyo

Museum Sonobudoyo ini awalnya adalah sebuah yayasan yang bergerak di bidang kebudayaan Jawa, Madura, Bali, Lombok yang berdiri tahun 1919 di Surakarta dengan nama Java Instituut. Dengan tujuan untuk mengumpulkan kebudayaan dari daerah-daerah tersebut, maka Java Instituut ini ingin mendirikan sebuah museum dan museumnya pun didirikan di Yogyakarta dengan tanah yang diberikan oleh Sultan Hamengku Buwono VII. Peresmiannya pun dilakukan langsung oleh Sultan pada tanggal 6 November 1935.
Prasasti pembangunan Museum

Koleksi Museum Sonobudoyo

Setelah membeli tiket masuknya yang murah meriah, seharga nasi angkringan, aku pun segera masuk dan menjelajahi ruangan demi ruangan di museum ini. Di bagian paling depan terdapat koleksi gamelan yang sangat lengkap. Saking lengkapnya, aku pun nggak tau nama jenis-jenisnya.
Gamelan

Beranjak ke bagian dalam, aku melihat ruangan yang berisi koleksi dari peninggalan masa prasejarah. Di dalamnya terdapat banyak tengkorak, bahkan ada satu kuburan kaca yang berisi kerangka manusia purba. Iiii.... Serem.

Tapi katanya itu cuma replika aja. 😂

Selain itu juga ada beberapa peralatan dari batu dan tulang yang digunain pada masa prasejarah.
Tengkorak manusia purba

Kerangka di dalam museum

Di ruangan selanjutnya terdapat ruang klasik dan peninggalan Islam. Di sini juga ada Al-Qur'an tua hingga kitab-kitab kuno. Sayang aku nggak bisa baca isi kitab nya, kan mana tau isinya tentang ilmu kanuragan. 😂
Salah satu catatan kuno koleksi museum

Ruangan selanjutnya berisi berbagai kesenian dan kebudayaan seperti batik dan alat-alat batik, lalu ada koleksi wayang yang beraneka ragam, ada juga koleksi topeng yang terbuat dari kayu. Selanjutnya juga ada koleksi berbagai macam jenis keris. Ternyata keris pun ada bermacam-macam dan memiliki banyak makna. Bahkan jumlah lekuknya juga punya makna tersendiri. Keren...
Batik dan alat-alatnya

Koleksi wayang

Koleksi keris

Di bagian ujung, terdapat pula koleksi berupa permainan-permainan tradisional yang dulunya biasa dimainin para anak-anak seperti ketapel, tembak-tembakan, congklak, kapal othok-othok dan banyak lagi jenis permainan tradisional lainnya. Ngelihat koleksi permainan tradional ini membuatku jadi bernostalgia. Ah.. jadi inget masa saat masih jadi anak-anak.
Permainan tradisional

Koleksi terakhir adalah koleksi budaya Bali. Katanya sih budaya Bali dan Jawa itu memiliki kemiripan. Karena itu benda-benda budaya Bali juga tersimpan di dalam museum ini. Di ruangan terakhir ini terdapat beberapa artefak dan ukiran yang memiliki ciri khas budaya Bali.

Setelah selesai menjelajahi satu demi satu ruangan di Museum Sonobudoyo ini, aku pun segera keluar dari museum untuk melanjutkan petualangan ke destinasi selanjutnya. Let's go...
Museum Sonobudoyo