Tampilkan postingan dengan label Masjid. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Masjid. Tampilkan semua postingan

Senin, 17 Februari 2020

Nggak Sengaja Nemu Masjid Keraton Soko Tunggal Yogyakarta

Masjid Keraton Soko Tunggal
Hai sahabat backpacker...

Apa kabar kalian? Semoga sehat selalu ya, aamiin...

Nggak kerasa ternyata lebih juga satu bulan aku kagak aktif ngeblog, ada yang kangen kagak ya? 😂

Soalnya kemarin tuh, aku emang ada beberapa kegiatan yang menyita waktu banget dan sekarang deh baru bisa nulis lagi. Jadi, sekarang aku bakal lanjutin kisah petualanganku di Bumi Yogyakarta yang penuh cerita dan bikin kangen ini. Let's go.

Setelah sebelumnya aku berhasil menemukan Masjid Bawah Tanah di Sumur Gumuling dan selesai untuk berfoto-foto di bangunan bersejarah yang instagrammable tersebut, aku kemudian memutuskan untuk keluar dan melanjutkan penjelajahan di Bumi Jogja ini dan mengunjungi objek wisata lainnya.

Setelah melalui lorong-lorong panjang dan berliku, akhirnya aku tiba juga di pintu keluar Sumur Gumuling. Dari sana aku lanjut berjalan ke kawasan parkir Taman Sari sambil berfikir destinasi selanjutnya.

Saat berfikir tersebut, mata ini malah nggak sengaja melihat bangunan masjid dengan plang yang bertuliskan “Masjid Keraton Soko Tunggal Yogyakarta.” Dari artikel-artikel yang pernah ku baca di internet, Masjid Soko Tunggal ini adalah salah satu masjid unik dan bersejarah di Yogyakarta. Beuhh... Mantap banget lha, lagi nyantai di parkiran malah nemu bangunan unik dan bersejarah. Dengan segera aku ngeluarin kamera dan melihat-lihat masjid unik dan bersejarah ini.
Plang Masjid Keraton Soko Tunggal

Lokasi Masjid Soko Tunggal

Masjid Keraton Soko Tunggal ini beralamat di Jalan Taman I, Kelurahan Patehan, Kecamatan Keraton, Kota Yogyakarta. Posisinya pas banget di pintu masuk ke tempat wisata Taman Sari. Jadi nggak sulit buat ngunjungin masjid ini.

Sejarah Masjid Soko Tunggal

Berdasarkan batu prasasti yang terukir di dinding masjid ini, Masjid Keraton Soko Tunggal selesai dibangun pada hari Jumat Pon, tanggal 21 Rajab 1392 H atau 1 September 1972 M dan diresmikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX pada hari Rabu Pon tanggal 28 Februari 1973 M.
Batu Prasasti pembangunan masjid
Arsitektur Masjid Soko Tunggal

Pembangunan Masjid Keraton Soko Tunggal diarsiteki oleh R. Ngabehi Mintobudoyo yang merupakan arsitek Keraton Yogyakarta terakhir. Desain masjid ini berbentuk tajug dengan keunikannya yaitu hanya memiliki satu tiang yang terletak di tengah-tengah masjid. Soalnya pada umumnya bangunan-bangunan khas Jawa memiliki minimal empat tiang, namun masjid ini cuma memiliki satu tiang doang.
Satu tiang di tengah masjid
Selain keunikan satu tiang tersebut, masjid ini juga punya banyak makna simbolis pada desain artsitekturmya. Seperti tiangnya yang cuma satu dan ditopang 4 tiang saka bentung. Hal ini melambangkan Pancasila dengan tiang utama merupakan sila pertama.

Selain itu, masih banyak lagi keuikan-keunikan lainnya yang dapat dilihat dari desain arsitektur masjid ini. Sayangnya saat itu masjid ini lagi dibersihkan karena sebentar lagi waktu Sholat Jum'at udah dekat, jadi aku lumayan segan untuk memotret lebih jauh.
Bagian teras masjid

Masjid Soko Tunggal

Papan penunjuk arah

Bagian atap masjid

Apalagi aku juga udah mutusin buat Sholat Jum'at di Masjid Gedhe Kauman. Jadi setelah merasa cukup, aku pun melanjutkan perjalanan menuju Masjid Gedhe. Let's go...
Aku di depan Masjid Keraton Soko Tunggal

Minggu, 05 Januari 2020

Menemukan Masjid Bawah Tanah di Sumur Gumuling

Hai sahabat backpacker...

Seperti di ceritaku yang sebelumnya di Taman Sari, aku menemukan fakta kalo Taman Sari ini masih memiliki satu bagian lain yang tersembunyi, yaitu Sumur Gumuling alias masjid yang ada di bawah tanah.
Sumur Gumuling
Hal tersebut tentu terdengar sangat menarik dan unik buatku. Oleh karena itu, setelah aku puas melihat-lihat di Taman Sari ini, aku pun segera menuju Sumur Gumuling. Tapi masalahnya adalah tidak ada satupun penunjuk arah menuju tempat tersebut.

“Permisi buk, mohon maaf, kalo mau ke Sumur Gumulung ke arah mana ya buk?” Tanyaku sesopan mungkin pada ibuk-ibuk yang sedang santai di depan rumahnya.

“Sini ibuk antar aja. Rp. 15.000 aja kok.” Jawab si ibuk semangat.

Alamak.... Tiket masuk ke Taman Sari dan Sumur Gumuling aja cuma Rp. 5000, masak nunjukin jalannya lebih mahal sih. Kata-kata itu cuma bisa kuucapin dalam hati.

Tentu aku paham juga sih, kalo ini menjadi salah satu pendapatan yang bisa dimanfaatin penduduk sekitar sebagai orang-orang yang tinggal di sekitar objek wisata. Tapi maaf buk, aku orangnya lebih suka menjelajah dan berpetualang. Jadi, dari pada minta anterin, rasanya lebih menarik jika mencari sendiri dengan cara menjelajah.

Padahal mah pelit. Wkwkwkwkwk....

Dengan mengandalkan insting dan naluri, aku berjalan menelurusi perkampungan di sekitar Taman Sari. Binggo!! Tak lama kemudian, aku beneran nemuin pintu masuk ke Sumur Gumuling. Mantap.
Perkampungan di sekitar Taman Sari

Pintu masuk ke Sumur Gumuling
Alamat Sumur Gumuling

Sumur Gumulimg ini terletak di Patehan, Kecamatan Keraton, Yogyakarta. Lokasinya nggak begitu jauh dari Taman Sari. Kalo jalan kaki, nggak sampe 5 menitan.
Plang Situs Sumur Gumuling
Sejarah Sumur Gumuling

Sumur Gumuling ini dibangun bersamaan dengan Taman Sari karena emang udah sepaket. Tepatnya dibangun pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1758 hingga tahun 1765. Untuk sejarah lengkapnya, bisa kawan-kawan liat di ceritaku yang sebelumnya.

Arsitektur Sumur Gumuling

Setelah menunjukkan tiket yang ku beli saat masuk ke Taman Sari, petugas pun mempersilahkan aku untuk memasuki Sumur Gumuling. Dari pintu masuk aku menelusuri lorong-lorong panjang untuk mencapai pusat dari Sumur Gumuling. Konon, dulunya untuk mencapai tempat ini harus melalui terowongan bawah air. Wuihhh... Nggak kebayang gimana kerennya bangunan ini pada saat itu.
Lorong-lorong di Sumur Gumuling
Lorong yang berliku dengan dinding yang tebal juga dipercaya agar bangunan ini bisa menjadi benteng pertahanan apabila musuh menyerang.

Setelah beberapa saat melalui lorong-lorong yang berliku, akhirnya aku sampe juga di sebuah area melingkar berlantai dua dengan rongga pada atap kubahnya. Kedua lantai tersebut dihubungkan dengan empat anak tangga menuju pelataran kecil dan satu tangga menuju lantai dua. Tangga tersebut melambangkan rukun iman, dengan satu tangga ke atas yang melambangkan rukun yang kelima, yaitu naik haji jika mampu.
Tangga di Pusat Sumur Gumuling

Moto orang yang nggak dikenal
Sumur Gumuling ini dulunya difungsikan sebagai masjid bawah tanah. Pada salah satu sisi dindingnya terdapat ceruk yang menjadi tempat untuk imam memimpin sholat. Lantai satunya untuk jamaah perempuan dan lantai duanya untuk jemaah laki-laki. Desain Sumur Gumuling ini juga memungkinkan masjid ini tidak butuh pengeras suara karena desainnya membuat suara imam bisa terdengar ke penjuru Sumur Gumuling. Keren banget cuy! 
Curuk tempat imam

Setelah puas menikmati indahnya Sumur Gumuling ini dan gagal buat foto-foto di tangganya dan malah moto orang yang nggak dikenal, aku akhirnya memutuskan untuk keluar dari Sumur Gumuling dan menuju destinasi selanjutnya. Lets go.... 
Pintu keluar Sumur Gumuling


Cuma bisa selfie di Sumur Gumuling

Sabtu, 07 Desember 2019

Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta

Masjid Gedhe Kauman
Hai sahabat backpacker...

Selamat datang di blog backpack sejarah, blognya si backpacker yang ganteng dan unyu. :D

Sekarang aku mau ngelanjutin kisah petualanganku saat jalan-jalan di Yogyakarta. Seperti yang kuceritakan sebelumnya, aku dan adikku mengunjungi Keraton Hadiningrat Ngayogyakarta. Sayangnya karena kurangnya informasi, jadi cuma sebagian kecil doang dari keraton ini yang kami jelajahi. Selain itu, waktu zhuhur juga udah tiba sih, jadi kami mutusin buat istirahat sejenak dan beribadah.

Berhubung kami lagi ada di Keraton Jogja, jadi kami mutusin buat ibadah di Masjid Gedhe Kauman aja. Soalnya lokasinya masjidnya nggak jauh dari Keraton dan bisa sekalian menikmati salah satu masjid terbesar dan bersejarah di Yogyakarta yang juga menjadi Masjid Raya Kesultanan Hadiningrat Ngayogyakarta.

Alamat Masjid Gedhe Kauman

Masjid Gedhe Kauman beralamat di Jalan Kauman, Ngupasan, Yogyakarta. Tempatnya nggak jauh dari Komplek Keraton Yogyakarta. Oleh karena itu, motor sewaannya kami tinggalin aja di parkiran keraton dan kami jalan kaki aja ke masjid ini. Lets go...

Sejarah Masjid Gedhe Kauman

Masjid Gedhe Kauman ini dibangun oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I bersama Kyai Faqih Ibrahim Diponingrat yang merupakan penghulu keraton pertama. Sedangkan arsitek pembangunan masjid ini adalah Kyai Wiryokusumo. Masjid ini dibangun pada hari Ahad Wage, 29 Mei 1773 M atau 6 Rabi'ulakhir 1187 H. Artinya nih masjid udah berusia 246 tahun. Busyeett....

Arsitektur Masjid Gedhe Kauman

Masjid Gedhe Kauman ini punya gaya arsitektur tradisional Jawa yang cukup kental. Atap masjidnya bertingkat tiga yang berbentuk tajuk lambing teplok. Pintu masuknya ada di sisi timur dan utara masjid. Di bagian dalam, terdapat mimbar bertingkat tiga dari kayu, di dekatnya ada bangunan mirip sangkar. Dulunya sangkar ini menjadi tempat sholat sultan demi keamanannya.
Atapnya bertingkat tiga

Pintu masuknya
Mimbar masjid

Ruang untuk sultan sholat

Atap dalam masjid
Beribadah di masjid ini sangat nyaman, bahkan esok harinya aku sholat jum'at di masjid ini dan khatibnya membawakan khutbah yang sangat menentramkan hati yang selama ini menggalau. :D
Atap di bagian serambi masjid

Si ganteng yang unyu di Masjid Gedhe Kauman

Minggu, 29 September 2019

Senja di Taman Alun-Alun Kisaran

Hai sahabat backpacker...

Setelah sebelumnya aku melihat-lihat benda-benda bersejarah di Museum Asahan. Aku kemudian melajukan kereta (baca: sepeda motor dalam bahasa Medan) menuju Alun-Alun Kisaran. Karena ternyata waktu masih cukup sore, jadi masih bisa lah buat jalan-jalan lagi.

Lokasi Alun-Alun Kisaran

Alun-Alun Kisaran ini letaknya pas banget di tepi jalan lintas yang menghubungkan Kota Medan – Kisaran – Rantau Parapat. Tempatnya pun pas di seberang gedung Kantor Bupati Asahan. Jadi cukup mudah lah untuk menuju tempat ini.

Alun-Alun Kisaran

Alun-Alun Kisaran ini bisa dibilang sebagai pusat acara dan kegiatan di Kota Kisaran seperti upacara bendera dan acara-acara lainnya. Kalo sebelumnya, kegiatan ini dilakuin di Lapangan Parasamya, tapi sekarang udah di alun-alun ini.  Alun-Alun Kisaran juga digunakan masyarakat untuk kegiatan olahraga, seperti lari memutari alun-alun, dan kalo hari minggu, di sini juga diadain kegiatan car free day.

Alun-alun ini cukup nyaman sih, lapangannya luas dan hijau, dikelilingi pepohonan rindang dan di bagian depan ada satu pendopo besar dengan bentuk kulit kerang. Agak kurang cocok sih, soalnya julukan kota kerang saat ini dimiliki Kota Tanjung Balai setelah Tanjung Balai dimekarkan sebagai kotamadya dan Kisaran dijadikan ibukota Kabupaten Asahan.

Salah satu yang menarik di alun-alun ini adalah Masjid Agung H. Ahmad Bakrie yang ada di sebelah alun-alun. Masjid ini merupakan masjid terbesar dan termegah di Kabupaten Asahan dan menjadi salah satu destinasi wisata religi masyarakat sekitar. Untuk selengkapnya tentang masjid ini bisa dibaca di sini Masjid Agung H. Ahmad Bakrie, Masjid Termegah Se-Asahan. Selain itu, di sisi sebelah laginya ada pula taman kota yang cukup menarik.

Taman Kota Kisaran

Tepat di sisi sebelahnya Alun-Alun Kisaran memang ada Taman Kota. Taman kota ini cukup keren sih, ada lumayan banyak pepohonan rindang, terus di bawahnya banyak bangku-bangku beton.
Bangku beton di Taman Kota Kisaran

Lalu di tengah-tengah taman ada satu kolam yang di tengah kolamnya terdapat jembatan lengkung. Cakep juga. Sedangkan di sekeliling kolam terdapat pula arena jogging track dari paving block sehingga cocok sebagai arena olahraga.
Kolam dan jembatan lengkung

Yang menarik dari taman ini adalah pemandangannya, karena dari sini bisa terlihat Masjid Agung H. Ahmad Bakrie dari sudut yang berbeda.
Masjid Agung H. Ahmad Bakrie

Kemudian satu lagi adalah pemandangan senjanya. Cakep uy. Momen saat matahari yang berwarna kuning jingga terbenam di ufuk barat dengan cahayanya yang memantul di atas kolam terlihat cantik. Mantap banget lha.
Senja di Taman Alun-Alun Kisaran

Tak lama setelah momen sunset tersebut, datang dua orang petugas satpol PP yang mengingatkan agar pengunjung segera meninggalkan taman karena taman akan ditutup dan menghindari ada yang berbuat mesum di taman ini.

Ya elaa.. pak.. aku ke sininya sendiri, mana bisa berbuat mesum. Ya ampun... Nyindir petualang solo aja si bapak ini. -_-“
Petualang solo yang ganteng


Sabtu, 26 Mei 2018

Masjid Raya Sultan Sulaimaniyah Pantai Cermin, Serdang Bedagai

Masjid Raya Sultan Sulaimaniyah Pantai Cermin

Brmmm... brmmmm... 

Yoo sahabat backpacker...

Ketemu lagi ini ama aku, si backpacker yang ganteng dan unyu. :D

Setelah kemarin aku udah cerita tentang Masjid Agung H. Ahmad Bakrie yang merupakan masjid terbesar dan termegah di Asahan, kampung halamanku. Maka kali ini aku pun harus kembali ke Kota Medan. Dan kayak biasa, aku dari Asahan ke Kota Medan itu naik kereta (baca: motor). Brmm.... brmmm...

Sebagai backpacker yang ganteng dan unyu, udah kebiasan juga buatku untuk jelajah tempat-tempat mantap selama dalam perjalanan. Dan kali ini aku mau nyobain lewat rute pesisir dari wilayah Serdang Bedagai. Soalnya muak juga lewat jalan Lintas Sumatera ini, lebih banyak truk gandengnya daripada cewek yang digandeng. Bukannya dapat cuci mata, malah mata kemasukan debu yang ada. :D

Oleh karena itu, begitu nyampe di Simpang Pantai Cermin, Serdang Bedagai, kubelokkan kereta ini ke arah Pantai Cermin. Katanya di daerah Pantai Cermin ini ada satu masjid tua yang bersejarah. Setelah beberapa puluh menit masuk ke dalam, akhirnya aku nyampe juga di masjid yang dimaksud, yaitu Masjid Raya Sulaimaniyah Pantai Cermin.

Sejarah Masjid Raya Sulaimaniyah Pantai Cermin

Masjid Raya Sulaimaniyah Pantai Cermin ini dibangun pada tahun 1901 oleh Sultan Sulaiman Syariful Alamsyah, beliau adalah seorang sultan dari Kerajaan Bedagai, salah satu kerajaan Melayu Islam yang dulu pernah berdiri di Sumatera Timur. Sultan ini jugalah yang membangun Masjid Raya Sulaimaniyah Perbaungan saat beliau memindahkan pusat pemerintahannya dari Rantau Panjang ke Perbaungan. Masjid Raya Sulaimaniyah Perbaungan sendiri udah pernah ku tulis dan bisa klen baca disini.
Prasasti pembangunan masjid
 Arsitektur Masjid Raya Sulaimaniyah

Kalo bicara arsitektur masjid ini, rasanya masjid ini cukup mirip arsitekturnya ama Masjid Raya Sulaimaniyah Perbaungan. Secara keseluruhan arsitekturnya dipengaruhi gaya bangunan Melayu dan Timur Tengah yang dapat dilihat dari ornamen daun pintu, atap mahligainya dan mimbarnya.
Bagian dalam masjid
Bagian teras masjid

Warna bangunan masjidnya pun didominasi oleh warna hijau dan kuning yang merupakan warna khas dalam Suku Melayu dan muslim. Pada bagian atap masjid tidak menggunakan kubah seperti pada masjid-masjid umumnya, akan tetapi menggunakan atap mahligai, yaitu atap bersusun bertingkat yang merupakan ciri khas dari setiap arsitektur bangunan Melayu Serdang.
Atap mahligai khas Melayu Serdang
Satu hal yang terasa cukup membedakan antara masjid ini dengan Masjid Raya Sulaimaniyah Perbaungan yaitu masjid yang ada di Perbaungan terasa lebih megah sedangkan masjid ini terasa lebih tradisional.

Alamat Masjid Raya Sulaimaniyah

Masjid ini berada di Jalan H.T. Rizal Nurdin, Desa Pantai Cermin Kanan, Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai. Masjidnya pun berada tepat di pinggir jalan, jadi jika kawan-kawan lagi menuju ke arah objek wisata Pantai Cermin, pasti akan melihat masjid ini dan jangan lupa singgah ya. Babay.....
Masjid Raya Sultan Sulaimaniyah Pantai Cemin
Si ganteng yang unyu berfoto di depan masjid

Senin, 21 Mei 2018

Masjid Agung H. Ahmad Bakrie, Masjid Termegah se-Asahan

Masjid Agung H. Ahmad Bakrie
Yo Sahabat backpacker...

Gimana kabar kalian? Semoga sehat selalu ya. Amin...

Oh ya, Nggak terasa sekarang kita udah memasuki bulan ramadhan aja ya cuy, padahal perasaan baru kemarin deh lebaran, lebaran haji. Eh.. sekarang udah bulan ramadhan aja lagi. Waktu ternyata cepat banget ya berlalunya. Sungguh mengerikan. Syukur aja aku masih tetap muda, ganteng dan unyu.

Berhubung lagi di bulan ramadhan, jadi si backpacker ganteng dan unyu ini mau stop dulu cerita tentang petualangan di Kapal Pesiar, soalnya takut ntar jadi dosa karena banyak yang iri dan ngiler baca cerita serunya petualangan di kapal itu. Ceritanya sendiri akan aku lanjutin setelah lebaran aja.

So... dalam momen ramadhan ini, aku si backpacker ganteng dan unyu ini mau berbagi cerita-cerita petualangan yang bikin adem aja, yang bertema-tema religi gitu. Soalnya si petualang itu kan nggak cuma tau indahnya alam, tapi juga tau indahnya masjid-masjid. Asyikk....

Masjid Agung Haji Ahmad Bakri Kisaran

Yupz... sebagai artikel pertamaku di bulan ramadhan ini, aku mau cerita sedikit tentang masjid termegah di Asahan, kampung halamanku sendiri.
Masjid termegah di Asahan
 Sebenarnya aku udah pernah beberapa kali datang ke masjid ini sejak diresmikan. Yang paling kuingat yaitu pas bulan ramadhan tahun lalu. Saat itu Bayu, my sobat ngajak buka bersama di Kisaran. Aku sih oke-oke aja, soalnya udah lama juga nggak jumpa ama si kawan ini. Berhubung rumahku jauh dari Kota Kisaran, kira-kira 1 jam setengah gitu, jadi jam 4 sore aku pun udah gerak menuju Kisaran. Brmmm.... brmmm....

Tapi kampretnya, si kawan ini malah nggak ada kabar, belum mesan meja untuk berbuka dan malah nyuruh aku yang rumahnya jauh di ujung dunia ini, di plosok-plosok sana untuk mesan tempat. Padahal rumah dia yang lebih dekat ama Kota Kisaran dan dia pulak yang lebih tau rumah makan yang mantap untuk buka bersama.

Sampe 15 menit lagi waktu berbuka, si kawan ini belum juga ada kabarnya. Akhirnya kubelokin deh kereta (baca: motor) ke masjid agung ini dan berbuka di sini. Akhirnya malah bukan berbuka ama kawan tapi berbuka bersama jemaah dan dapat ta’jil gratis. Alhamdulillah...

Tapi sayangnya dalam beberapa kali kunjungan ke sini, aku selalu nggak bawa kamera. Karena itu kusempatkan juga datang lagi ke masjid ini untuk ngambil foto-fotonya sekalian wisata religi di masjid yang katanya terbesar dan termegah se Kabupaten Asahan ini.

Sejarah Masjid Agung Haji Ahmad Bakrie

Masjid Agung H. Ahmad Bakrie Kisaran ini mulai dibangun pada tahun 2011 yang lalu dan diresmikan sekitar bulan Agustus tahun 2015, bertepatan dengan pembukaan acara MTQ Sumatera Utara. Meski udah lama diresmiin dan udah bisa digunain, tapi pembangunnya sendiri baru selesai akhir-akhir ini. Terakhir sih mereka ngebangun pagar dan kolam air mancur di depan masjidnya.

Arsitektur

Kuakui arsitektur Masjid Agung H. Ahmad Bakrie ini memang sangat megah dan indah. Bangunannya terdiri atas 3 lantai dengan 4 menara. Konon arsitekturnya ini terinspirasi dari bangunan Taj Mahal yang ada di India. Lantai pertamanya adalah ruang wudhu dan kantor pengurus masjid. Sedangkan lantai 2 dan 3 adalah ruang sholat.
Terdiri atas 3 lantai dan 4 menara
 Arsitektur masjidnya juga memadukan antara arsitektur modern dan tradisional. Hal ini terlihat jelas dari bentuk jendela masjid yang bergaya jendela rumah-rumah Melayu. Di bagian dalam masjid, juga terdapat hiasan-hiasan yang memberi kesan megah. Sedangkan dari luar, terlihat masjid ini didominasi warna putih, hijau dan kuning yang menunjukkan warna khas suci, Islam dan Melayu.
Bagian dalam masjid
Nampak begitu bersih dan megah
Bagian dalam kubah masjid
Memadukan unsur tradisional
Menara masjidnya yang indah
Lokasi

Nah... bagi kawan-kawan yang mana tau mau berkunjung ke masjid ini, cukup mudah kok. Masjid ini lokasinya berada di pinggir jalan lintas yang menghubungkan antara Tebing Tinggi dan Rantau Parapat. Tepatnya berada di depan Kantor Bupati Asahan. So... mudah banget dikunjungi, kecuali yang rumahnya di plosok macam aku.
Siganteng dan unyu berfoto dengan latar masjid