Tampilkan postingan dengan label Kota Tanjung Balai. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kota Tanjung Balai. Tampilkan semua postingan

Minggu, 16 Maret 2014

Berwisata di Kota Tanjung Balai



Pendopo dengan atap berbentuk kulit kerang

Kota Tanjung Balai yang dijuluki Kota Kerang ini adalah sebuah kota di Sumatera Utara yang berjarak tempuh 4 jam dari Kota Medan. Kota kecil yang berada di tepi sungai Asahan dan Sungai Silau ini menyimpan jejak sejarah Kesultanan Melayu Asahan.
Beberapa saat yang lalu saya bertraveling untuk berkeliling kota ini. Meski kecil dan tidak memiliki wisata alam, tetapi kota ini masih memiliki objek wisata yang menarik untuk dikunjungi yaitu wisata sejarah, religi, dan kuliner.
Objek pertama yang saya kunjungi adalah Replika Istana Kesultanan Asahan. Replika istana ini terletak agak di pinggir Kota Tanjung Balai. Dulunya istana yang asli berada di belakang Lapangan Pasir, tetapi istana tersebut telah dirubuhkan dan berganti bangunan swasta.  Replika istana ini pun kondisinya kurang terawat sehingga cukup memprihatinkan melihat bangunan pengingat sejarah terbengkalai begitu saja.
Replika Istana Asahan
Setelah mengunjungi Replika Istana Asahan, saya beranjak ke Replika Rumah Balai yang terletak di Ujung Tanjung Kota Tanjung Balai. Tempat ini merupakan awal dari sejarah Kota Tanjung Balai. Balai yang ada di Tanjung dan jadilah Tanjung Balai. Dari tempat ini saya dapat melihat Sungai Asahan dan Sungai Silau yang menyatu tepat di belakang Rumah Balai ini. Panoramanya cukup menarik karena terkadang beberapa kapal juga terihat melintas di Sungai Asahan. 
Bangunan Balai di Ujung Tanjung
Di Belakang Balai merupakan pertemuan Sungai Asahan dan Sungai Silau

Dari rumah balai ini saya juga melihat Jembatan Tabayang yang merupakan jembatan terpanjang di Sumatera Utara, panjang jembatan itu mencapai 600 meter. Jembatan Tabayang atau Jembatan Sei Kepayang ini menghubungkan kota Tanjung Balai dengan Kecamatan Sei Kepayang. Jembatan ini umumnya ramai pada sore hari dan malam minggu karena jembatan ini merupakan spot untuk melihat keindahan Sungai Asahan menjelang senja. Jika sore hari, di atas jembatan ini biasanya juga terdapat penjual makanan ringan seperti kacang rebus, jagung rebus, es nira dan jajanan lainnya.
Jembatan Sei Kepayang
Pemandangan senja Sungai Asahan dari atas jembatan
Berhubung waktu magrib telah tiba, saya beranjak dari Jembatan Tabayang dan memutuskan untuk sholat di Masjid Raya Ahmadsyah. Masjid ini merupakan peninggalan Kesultanan Asahan dan berusia lebih dari 100 tahun. Uniknya, Masjid Raya Ahmadsyah dibangun tanpa semen, tetapi menggunakan pasir dan tanah liat.
Masjid Raya Ahmadsyah yang bersejarah dan unik
Selesai Sholat, saatnya mengisi perut. Food Court yang berada disebelah Lapangan Pasir adalah pusat jajanan rakyat Tanjung Balai. Di tempat ini kita bisa dengan mudah menemukan kuliner khas Tanjung Balai, yaitu kerang rebus yang disajikan dengan saus bumbu kacang. Selain kerang rebus, di tempat ini juga tersedia berbagai makanan lainnya seperti pisang kepit, jagung bakar, kelapa muda dan makanan lainnya.
Tanjung Balai Food Court tempat aneka kuliner Tanjung Balai

Tranportasi : Dari Medan dapat menggunakan Kereta Api dengan tiket Rp. 35.000 atau Bus KUPJ, KUPJ Tour, Sartika dengan ongkos Rp. 30.000. untuk berkeliling kota, bisa menggunakan becak motor atau berjalan kaki jika kuat.

Minggu, 09 Februari 2014

Masjid Raya Ahmadsyah Tanjung Balai Terbuat dari Pasir dan Tanah Liat

 
Masjid Raya Sultan Ahmadsyah adalah sebuah masjid yang berada di Kota Tanjung Balai dan merupakan peninggalan Kesultanan Asahan. uniknya, masjid ini dibangun tanpa semen tetapi menggunakan pasir dan tanah liat. 

 Setelah 4 jam di atas kereta api, akhirnya saya sampai juga di Kota Tanjung Balai. langkah kaki ini membawa saya menuju Masjid Raya Ahmadsyah yang merupakan masjid bersejarah di Kota ini.
Sejarah
Masjid Raya Sultan Ahmadsyah Tanjung Balai didirikan mulai pada tahun 1884 dan selesai dibangun pada tahun 1886. Penggagas berdirinya Masjid Raya Sultan Ahmadsyah adalah Sultan Ahmadsyah yang bergelar Marhum Maharaja Indrasakti yang memerintah Kesultanan Asahan mulai tahun 1854 hingga 1888.
Arsitektur dan Keunikannya
Ciri utama dari masjid ini adalah bangunan Melayu. Hal ini saya lihat dari bentuk bangunannya yang berbentuk persegi panjang seperti kebanyakan bangunan Melayu. Pada pinggir atapnya juga terdapat ciri khas bangunan Melayu yaitu ukiran pucuk rebung.
          Keunikan masjid ini adalah tidak terdapat pilar di bagian dalam masjid yang bermakna Allah tidak memerlukan penyangga untuk berdiri. Padahal bangunan dasar dari masjid ini hampir tidak memakai semen melainkan pasir dan tanah liat serta batu bata. sungguh membuat saya terpana akan keunikannya. 
Ruang dalam yang tanpa pilar
Teras masjid yang memiliki banyak pilar
          Keunikan lainnya yaitu kubah masjid tidak terletak di tengah bangunan melainkan di bagian depan masjid sehingga jika dilihat dari depan, masjid ini terkesan biasa namun menyembunyikan keunikannya.
          Di dalam masjid terdapat mimbar yang berornamen Cina. Mimbar ini didatangkan langsung oleh Sultan dari Cina. selain itu juga ada tangga putar untuk naik ke menara masjid yang terletak tepat di belakang mimbar.
Mimbar yang berornamen China
Menurut penjaga masjid yang saya temui, bangunan utama Masjid Raya Sultan Ahmadsyah belum pernah direnovasi. Namun bangunan pendukungnya banyak yang diganti maupun ditambah. Seperti tempat wudhu’ yang berbentuk qullah dan dapur masjid diganti dengan pendopo. Sedangkan gerbang dan menara utamanya dibangun kemudian sehingga masjid ini memiliki dua menara. Di depan masjid juga terdapat kuburan massal korban revolusi sosial maret 1946. Sedangkan di belakang masjid terdapat kuburan keluarga imam dan nazir masjid. Saat ini di pendopo masjid juga terdapat tiga buah meriam peninggalan Kesultanan Asahan.
Makam korban revolusi di depan Masjid Raya Ahmadsyah
Fungsi didirikannya Masjid Raya Sultan Ahmadsyah bukan hanya sebagai sebuah tempat ibadah, tetapi juga merupakan tempat strategis bagi pengembangan masyarakat, Selain sebagai tempat ritual, masjid juga sebagai pusat tumbuh dan perkembangnya kebudayaan Islam.  Di dalamnya dilakukan penyusunan strategi, perencanaan dan aksi di dalam kerangka penyebaran Islam di tengah kehidupan masyarakat. Selain sebagai kepentingan ritual ibadah keagamaan, juga memiliki kepentingan politis untuk melawan hegemoni penjajah.
Fungsi Masjid Raya Ahmadsyah saat ini adalah sebagai tempat ibadah masyarakat muslim Tanjung Balai. Selain itu, di Masjid Raya Ahmadsyah juga dilakukan pengajian-pengajian mingguan, pengajian bulan ramadhan, pengajian remaja masjid dan pengajian anak-anak. Masjid Raya Ahmadsyah juga berfungsi sebagai tempat latihan manasiq haji serta tempat sosial kemasyarakatan seperti pemotongan hewan kurban dan khitanan massal serta penyolatan jenazah .
Sayangnya kini tak banyak yang mengetahui sejarah besar yang dimiliki oleh masjid ini. bahkan termasuk masyarakat Tanjung Balai sendiri. Apalagi saksi-saksi hidup masjid ini semakin berkurang. Padahal masjid ini lebih dahulu ada dari pada Masjid Raya Al-Mahsun di Medan maupun Masjid Raya Sulaimaniyah di Serdang. Oleh karena itu sudah seharusnya remaja-remaja Tanjung Balai melestarikan sejarah negerinya agar tak hilang di tengah arus jaman.
Alamat : Kota Tanjung Balai, Sumatera Utara
Transportasi : dapat menggunakan kereta api dari medan dengan tiket Rp. 35000. kemudian dari stasiun dapat dilanjutkan dengan becak motor seharga Rp. 5000 
Objek Wisata Sekitarnya:
> Lapangan Pasir
> Tanjung Balai Food Court 
> Rumah Balai
> Vihara Tri Ratna
> Kelenteng Dewi Samudera
> Jembatan Tabayang
> Sungai Asahan